Masjid
Jami al-Mansyur dulu bernama Masjid
Jami Kampung Sawah, merupakan salah
satu masjid tua di Jakarta, terletak di Kelurahan Jembatan Lima Kecamatan Tambora, Jakarta Barat.
Pertama kali dibangun tahun 1130H/1717M oleh Abdul Malik putera dari Pangeran Cakrajaya yang sebelumnya bergabung
dengan pasukan Mataram menyerang Belanda di Batavia. Sejarah masjid ini tak
lepas dari kiprah pahlawan nasional KH. Mohammad Mansyur yang namanya kemudian
di abadikan sebagai nama masjid Jami bersejarah ini dan nama jalan yang
melintas tak jauh dari masjid ini. Tahun
1980 berdasarkan SK Mendikbud serta SK Gubernur DKI, masjid ini terdaftar
sebagai benda cagar budaya.
Lokasi Masjid Jami al-Mansyur, Kampung Sawah Lio
Masjid Al Mansyur
Jl. Sawah Lio
II/33 Kampung Sawah Lio
Kelurahan
Jembatan Lima
Kecamatan
Tambora, Jakarta Barat.
DKI Jakarta – Indonesia
Sejarah Masjid Jami al-Mansyur, Kampung Sawah Lio
Sejarah Masjid Jami al-Mansyur, Kampung Sawah Lio
Dibangun oleh Bangsawan Mataram
Pada
satu peta abad ke-19, kampung ini disebut Sawah Masjid. Didirikan pada abad 18, tepatnya tahun 1130 H (1717
M), Pembangunan masjid
ini dirintis oleh seseorang dari Kerajaan Mataram bernama Abdul Malik, beliau adalah
putra dari Pangeran Cakrajaya,
yang sebelumnya bergabung dengan Tentara Mataram berperang di Batavia. Hingga dua abad kemudian kegiatan
dakwah diteruskan oleh keturunan Abdul Malik, seperti Imam Muhammad Habib, dan ulama-ulama perantau seperti Imam Muhammad Arsyad Banjarmasin,
pengarang kitab Sabilil Muhtadin. Imam Muhammad Arsyad Banjarmasin inilah yang kemudian memperbaiki
letak mihrab masjid. Pembentulan arah kiblat itu diakukan bersama-sama dengan
sejumlah ulama lokal pada 2 Rabiul Akhir 1181 H atau 11 Agustus 1767 M.
Kiprah KH.
Muhammad Mansyur di Masjid Jami’ Kampung Sawah
Dua
abad berikutnya, tanggal 25 Sya’ban 1356H/1937M dibawah pimpinan KH. Muhammad Mansyur bin H. Imam
Muhammad Damiri diadakan perluasan bangunan masjid. Berturut kemudian,
untuk menjaga terpeliharanya tempat suci serta makam-makam para ulama [di depan kiblat], maka di sekitar masjid dibuatkan
pagar tembok [sekarang
berpagar besi].
Di
masa awal setelah proklamasi kemerdekaan, masjid ini digunakan
oleh KH.
Muhammad Mansur sebagai tempat mobilisasi pejuang sekitar Tambora
untuk melawan Belanda,
Sebuah pertempuran frontal pernah terjadi di muka masjid. Terjadi baku tembak
antara pejuang RI yang berlindung di masjid dengan tentara NICA yang kala itu
masuk dari Pelabuhan Sunda Kelapa bergeser ke selatan menuju daerah Kota lalu
menyebar ke sekitar Tambora.
Baku
tembak itu dipicu oleh tindakan berani KH. Mohammad Mansur yang mengibarkan bendera Merah Putih di atas
kubah menara masjid ini.
Sesudah peristiwa tersebut KH.
Muhammad Mansur lalu dipanggil ke Hofd Bureau [Polsek] untuk diadili dan ditahan atas tindakannya itu. KH. Muhammad Mansur wafat pada tanggal 12 Mei 1967, dan kepengurusan
masjid ini dilanjutkan oleh Badan Panitia Kepengurusan Masjid Jami Al-Mansyur hingga sekarang.
Sebagai bentuk penghargaan kepada almarhum KH. Muhammad Mansur,
pemerintah RI kemudian mengabadikan nama beliau sebagai nama Masjid tempat beliau
berjuang ini sekaligus menjadi nama
jalan persis di muka Jalan Sawah Lio II, Kelurahan Jembatan Lima.
Arsitektural
Masjid Jami al-Mansyur, Kampung Sawah Lio
Arsitektural Masjid Jami
Al-Mansyur merupakan akulturasi budaya Jawa, China, betawi dan Arab. Masjid dengan atap joglo [limas], dua tingkat dan ditopang empat pilar
besar berdiameter 1,5 meter. Jendelanya hanya sebuah lobang segi empat
berteralis kayu profil gada pada setiap sisi tembok. Model pintunya, berdaun
dua dengan profil pahatan bulian. Kini, tembok, jendela dan pintu di semua
sisinya dimajukan sejauh 10 meter.
Ruang utama masjid al Mansur yang
sekaligus bangunan tertua, bersegi empat (12 x 14.40 m). Unsur yang mencolok
adalah empat sokoguru yang kokoh dan tampak kekar di tengahnya. Bagian bawah
tiang-tiang ini bersegi delapan dan diatasnya terdapat pelipit penyangga,
pelipit genta serta rata. Batang utama (di bagian tengah) berbentuk bulat dan
dihiasi pelipit juga. Bagian teratas berbentuk persegi empat dan dibatasi
pelipit.
KH. Muhammad
Mansyur
|
Pada
ketinggian setengah diantara keempat sokoguru terdapat balok-balok kayu antara
lain untuk menopang kedua tangga yang menuju ke loteng. Di atas balok-balok
selebar 55 cm itu di sisi kanan dan kiri dipasang pagar setinggi 80 cm. Pola
pagar ini berbentuk belah ketupat. Konstruksi ini dan bentuk sokoguru bergaya
barat. Atap masjid ini tumpang tiga yang berbentuk limasan. Menara, yang
terletak di ruang baru di depan masjid lama, berbentuk silinder setinggi dua
belas meter. Pada bagian keempat dan kelima dari menara itu terdapat teras yang
berpagar besi. Atap menara berbentuk kubah.
Tahun
‘60-an adalah kali kedua masjid di Jalan Sawah Lio ini dipugar. Hasilnya
seperti yang terlihat sekarang. Merapat dengan jalan di selatan, di bagian
utara dan timur berdempetan dengan pemukiman. Seperti Masjid Al-Alam,
Al-Anwar dan As-Salafiyah, bangunan
asli masjid ini berukuran 12 x 14.40 m :::bekasnya adalah bagian terendah di
dalam masjid::.
Arsitekturnya pun tak jauh berbeda dengan model-model masjid masa itu.
Foto Foto Masjid Jami al-Mansyur, Kampung Sawah Lio
Perhatikan sajadahnya yang sengaja dimiringkan untuk menyesuaikan arah kiblat. |
Pengajian Bulanan Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga ( PKK ) Tingkat Kecamatan Tambora, serta pemberian santunan anak Yatim Piatu. dilaksanakan di Masjid Jami Al- Mansyur. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang berkomentar berbau SARA