Halaman

Sabtu, 31 Maret 2012

Masjid Jami al-Mansyur, Kampung Sawah Lio - Jakarta

Masjid Jami' Al-Mansyur Sawah Lio, Jembatan Lima, merupakan salah satu bangunan bersejarah dan tertua di DKI Jakarta. Didirikan pada taha tahun 1717 kini dibawah perlindungan Dinas Musium dan Sejarah DKI Jakarta.

Masjid Jami al-Mansyur dulu bernama Masjid Jami Kampung Sawah, merupakan salah satu masjid tua di Jakarta, terletak di Kelurahan Jembatan Lima Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. Pertama kali dibangun tahun 1130H/1717M oleh Abdul Malik putera dari Pangeran Cakrajaya yang sebelumnya bergabung dengan pasukan Mataram menyerang Belanda di Batavia. Sejarah masjid ini tak lepas dari kiprah pahlawan nasional KH. Mohammad Mansyur yang namanya kemudian di abadikan sebagai nama masjid Jami bersejarah ini dan nama jalan yang melintas tak jauh dari masjid ini. Tahun 1980 berdasarkan SK Mendikbud serta SK Gubernur DKI, masjid ini terdaftar sebagai benda cagar budaya.

Lokasi Masjid Jami al-Mansyur, Kampung Sawah Lio

Masjid Al Mansyur
Jl. Sawah Lio II/33 Kampung Sawah Lio
Kelurahan Jembatan Lima
Kecamatan Tambora, Jakarta Barat.
DKI Jakarta – Indonesia





Sejarah Masjid Jami al-Mansyur, Kampung Sawah Lio

Dibangun oleh Bangsawan Mataram

Pada satu peta abad ke-19, kampung ini disebut Sawah Masjid. Didirikan pada abad 18, tepatnya tahun 1130 H (1717 M), Pembangunan masjid ini dirintis oleh seseorang dari Kerajaan Mataram bernama Abdul Malik, beliau adalah putra dari Pangeran Cakrajaya, yang sebelumnya bergabung dengan Tentara Mataram berperang di Batavia. Hingga dua abad kemudian kegiatan dakwah diteruskan oleh keturunan Abdul Malik, seperti Imam Muhammad Habib, dan ulama-ulama perantau seperti Imam Muhammad Arsyad Banjarmasin, pengarang kitab Sabilil Muhtadin. Imam Muhammad Arsyad Banjarmasin inilah yang kemudian memperbaiki letak mihrab masjid. Pembentulan arah kiblat itu diakukan bersama-sama dengan sejumlah ulama lokal pada 2 Rabiul Akhir 1181 H atau 11 Agustus 1767 M.

Kiprah KH. Muhammad Mansyur di Masjid Jami’ Kampung Sawah

Dua abad berikutnya, tanggal 25 Sya’ban 1356H/1937M dibawah pimpinan KH. Muhammad Mansyur bin H. Imam Muhammad Damiri diadakan perluasan bangunan masjid. Berturut kemudian, untuk menjaga terpeliharanya tempat suci serta makam-makam para ulama [di depan kiblat], maka di sekitar masjid dibuatkan pagar tembok [sekarang berpagar besi].

Di masa awal setelah proklamasi kemerdekaan, masjid ini digunakan oleh KH. Muhammad Mansur sebagai tempat mobilisasi pejuang sekitar Tambora untuk melawan Belanda, Sebuah pertempuran frontal pernah terjadi di muka masjid. Terjadi baku tembak antara pejuang RI yang berlindung di masjid dengan tentara NICA yang kala itu masuk dari Pelabuhan Sunda Kelapa bergeser ke selatan menuju daerah Kota lalu menyebar ke sekitar Tambora.

Interior Masjid Jami' Al-Mansyur. Arsitekturnya memadukan budaya Jawa, China, Betawi dan Arab. Empat sokoguru ini menopang atap dan mezanin kecil serta tangga menuju atap, yang dulunya digunakan oleh muazin untuk naik ke menara saat akan mengumandangkan azan.

Baku tembak itu dipicu oleh tindakan berani KH. Mohammad Mansur yang mengibarkan bendera Merah Putih di atas kubah menara masjid ini. Sesudah peristiwa tersebut KH. Muhammad Mansur lalu dipanggil ke Hofd Bureau [Polsek] untuk diadili dan ditahan atas tindakannya itu. KH. Muhammad Mansur wafat pada tanggal 12 Mei 1967, dan kepengurusan masjid ini dilanjutkan oleh Badan Panitia Kepengurusan Masjid Jami Al-Mansyur hingga sekarang. Sebagai bentuk penghargaan kepada almarhum KH. Muhammad Mansur, pemerintah RI kemudian mengabadikan nama beliau sebagai nama Masjid tempat beliau berjuang ini sekaligus menjadi nama jalan persis di muka Jalan Sawah Lio II, Kelurahan Jembatan Lima.

Arsitektural Masjid Jami al-Mansyur, Kampung Sawah Lio

Arsitektural Masjid Jami Al-Mansyur merupakan akulturasi budaya Jawa, China, betawi dan Arab. Masjid dengan atap joglo [limas], dua tingkat dan ditopang empat pilar besar berdiameter 1,5 meter. Jendelanya hanya sebuah lobang segi empat berteralis kayu profil gada pada setiap sisi tembok. Model pintunya, berdaun dua dengan profil pahatan bulian. Kini, tembok, jendela dan pintu di semua sisinya dimajukan sejauh 10 meter.

Ruang utama masjid al Mansur yang sekaligus bangunan tertua, bersegi empat (12 x 14.40 m). Unsur yang mencolok adalah empat sokoguru yang kokoh dan tampak kekar di tengahnya. Bagian bawah tiang-tiang ini bersegi delapan dan diatasnya terdapat pelipit penyangga, pelipit genta serta rata. Batang utama (di bagian tengah) berbentuk bulat dan dihiasi pelipit juga. Bagian teratas berbentuk persegi empat dan dibatasi pelipit.

KH. Muhammad Mansyur
Pada ketinggian setengah diantara keempat sokoguru terdapat balok-balok kayu antara lain untuk menopang kedua tangga yang menuju ke loteng. Di atas balok-balok selebar 55 cm itu di sisi kanan dan kiri dipasang pagar setinggi 80 cm. Pola pagar ini berbentuk belah ketupat. Konstruksi ini dan bentuk sokoguru bergaya barat. Atap masjid ini tumpang tiga yang berbentuk limasan. Menara, yang terletak di ruang baru di depan masjid lama, berbentuk silinder setinggi dua belas meter. Pada bagian keempat dan kelima dari menara itu terdapat teras yang berpagar besi. Atap menara berbentuk kubah.

Tahun ‘60-an adalah kali kedua masjid di Jalan Sawah Lio ini dipugar. Hasilnya seperti yang terlihat sekarang. Merapat dengan jalan di selatan, di bagian utara dan timur berdempetan dengan pemukiman. Seperti Masjid Al-Alam, Al-Anwar dan As-Salafiyah, bangunan asli masjid ini berukuran 12 x 14.40 m :::bekasnya adalah bagian terendah di dalam masjid::. Arsitekturnya pun tak jauh berbeda dengan model-model masjid masa itu.

Foto Foto Masjid Jami al-Mansyur, Kampung Sawah Lio

Perhatikan sajadahnya yang sengaja dimiringkan untuk menyesuaikan arah kiblat.
Pengajian Bulanan Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga ( PKK ) Tingkat Kecamatan Tambora, serta pemberian santunan anak Yatim Piatu. dilaksanakan di Masjid Jami Al- Mansyur.
Makam Sang Pejuang, KH. Muhammad Mansyur, lebih dikenal sebagai Guru Mansyur oleh masyarakat Betawi, salah satu tokoh masyarakat Betawi yang begitu berjasa dan berpengaruh, sejaman dengan Guru Mugni dari Masjid Baitul Mughni..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA