Masjid Raya Bandung Jawa Barat. |
“Urang Bandung” masih mengingat masjid ini sebagai Masjid Agung Bandung, masjid megah berarsitektural khas Indoensia dengan atap limas di alun alun kota Bandung. Namun Masjid Agung Bandung dengan Alun alun nya dulu itu, kini sudah tak ada lagi, berganti dengan sebuah masjid Megah dengan menara kembar yang begitu mendominasi ruang langit kota Bandung. Masjid Agung Bandung itupun kini berganti nama sebagai Masjid Raya Bandung Propinsi Jawa Barat. Nama Jawa Barat menempel pada nama masjid ini karena memang masjid ini kini menjadi Masjid Propinsi bagi Propinsi Jawa Barat.
Masjid Raya
Bandung Propinsi Jawa Barat yang
dulu dikenal dengan Masjid Agung Bandung,
selesai dibangun kembali secara keseluruhan pada 13
Januari 2006. Pembangunan itu termasuk dengan penataan ulang Alun-alun Bandung,
pembangunan dua lantai basement dan taman. Secara resmi
pembangunan fisik masjid, membutuhkan waktu : 829 hari atau 2 tahun 99
hari, sejak peletakan batu pertama 25 Februari 2001 sampai peresmian Masjid
Raya Bandung 4 Juni 2003 yang diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat
(saat itu) H.R.
Nuriana.
Lokasi Masjid
Raya Bandung
Jl. Asia Afrika (Alun-alun Bandung)
Bandung – 40251
Jawa Barat, Indonesia
Masjid Raya Bandung berada di ruas Jalan Asia Afrika, pusat kota
Bandung. Lokasinya yang berada di pusat kota membuatnya begitu mudah untuk
ditemukan. Tak jauh dari masjid ini diruas jalan yang sama berdiri megah Gedung
Asia Afrika dan hotel Preanger, dua bangunan yang begitu lekat dengan sejarah
Konfrensi Asia Afrika tahun 1955. Ruas jalan antara Hotel Homman dan Gedung
Asia Afrika ini menjadi saksi bisu perjalanan para pemimpin negara negara Asia
Afrika yang berjalan kaki dari
Hotel Homman tempat mereka menginap ke lokasi
konfrensi di Gedung Asia Afrika termasuk untuk sholat di Masjid Agung Bandung
dan sebaliknya.
Sejarah
Masjid Raya Bandung Jawa Barat
Masjid Agung Bandung dibangun pertama
kali pada tahun 1812 bersamaan dengan dipindahkannya pusat kota Bandung dari
Krapyak, sekitar sepuluh kilometer selatan kota Bandung ke pusat kota sekarang.
Bangunan awal tersebut telah mengalami tujuh kali perombakan hingga ahirnya
menjelma pada bentuknya yang terahir bertahan hingga tahun 2001.
Pada awalnya Masjid Agung Bandung hanya berbentuk bangunan panggung
tradisional yang berbalutkan dinding-dinding yang terbuat dari anyaman bambu beratap
rumbia dan atapnya belum berbentuk limasan. Begitu pula dengan aksesoris masjid masih menggunakan bahan-bahan tradisional. Juga ada kolam
cukup luas yang digunakan untuk berwudhu. Tahun 1825 terjadi kebakaran besar di
sekitar Alun-alun, air kolam tersebut berperan besar dalam menyelamatkan bangunan Masjid Agung
Bandung.
Setahun setelah kebakaran, pada
tahun 1826 dilakukan perombakkan
terhadap bangunan masjid dengan mengganti dinding bilik bambu serta
atapnya dengan bahan dari kayu. Perombakan
dilakukan lagi tahun 1850 seiring pembangunan Jalan Groote Postweg (kini Jalan Asia
Afrika). Masjid
kecil tersebut mengalami perombakkan dan perluasan atas instruksi Bupati R.A Wiranatakusumah IV atap masjid diganti dengan
genteng sedangkan didingnya diganti dengan tembok batu-bata.
Kemegahan Masjid Agung Bandung
waktu itu sampai-sampai di-abadikan
dalam lukisan pelukis
Inggris bernama W Spreat pada tahun 1852. Dari lukisan tersebut, terlihat atap limas besar bersusun tiga tinggi
menjulang dan
mayarakat menyebutnya dengan sebutan bale nyungcung. Kemudian bangunan masjid
kembali mengalami perubahan pada tahun 1875 dengan penambahan pondasi dan pagar tembok yang
mengelilingi masjid.
Disebut Bale Nyungcung karena bentuk atapnya
yang lancip (nyungcung) seperti gunungan (Bale berarti tempat pertemuan masyarakat dan nyungcung berarti lancip). Disebutkan juga bahwa Masjid Agung Bandung yang bertempat di Alun-Alun Bandung ini berhadapan dengan Bale Bandong yang berfungsi
sebagai tempat pertemuan tamu kehormatan Kabupaten Bandung.
Seiring perkembangan zaman,
masyarakat Bandung menjadikan masjid ini sebagai pusat kegiatan keagamaan yang
melibatkan banyak umat seperti pengajian, perayaan Muludan, Rajaban atau
peringatan hari besar Islam lainnya termasuk digunakan sebagai tempat
dilangsungkan akad nikah. Sehingga pada tahun 1900 untuk melengkapinya sejumlah
perubahan pun dilakukan seperti pembuatan mihrab
dan pawestren (teras di samping kiri dan kanan).
Masjid Raya Bandung dari masa ke masa. |
Tahun 1930, perombakan kembali dilakukan dengan membangun pendopo sebagai teras masjid serta pembangunan dua buah menara pendek pada kiri dan kanan bangunan dengan puncak menara yang berbentuk persis seperti bentuk atap masjid sehingga semakin mempercatik tampilan masjid. Konon bentuk seperti ini merupakan bentuk terakhir Masjid Agung Bandung dengan kekhasan atap berbentuk nyungcung. Sejak tahun itu pula, bangunan sekeliling Alun-alun didirikan semacam benteng atau tembok berlubang dengan ornamen khas gaya Priangan. Motif pada tembok itu adalah sisik ikan hasil rancangan Maclaine Pont, arsitek yang merancang Aula Barat ITB
Tahun 1955, sehubungan dengan
penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika di Bandung, Masjid Agung Bandung lagi-lagi
mengalami perombakan besar. Tampilan masjid bagian depan dirubah. Kedua menara pendek
dibongkar dan serambi diperluas sehingga ruangan masjid
hanyalah sebuah ruangan besar dengan halaman masjid yang sangat sempit.
Keberadaan Masjid Agung Bandung yang baru waktu itu digunakan untuk sholat para tamu peserta
Konferensi Asia Afrika.
Sebuah menara tunggal
didirikan di halaman depan masjid sebelah selatan. Perubahan drastis terjadi
pada bentuk atap bangunan utama. Atapnya berganti beratapkan kubah bawang
dengan gaya timur tengah rancangan Ir. Soekarno. Kubah bawang ini bertahan selama 15 tahun. Setelah mengalami kerusakan akibat tertiup angin kencang, pernah diperbaiki pada tahun
1967, dan kemudian
kubah bawang diganti dengan bentuk limasan lagi pada tahun 1970.
Sepasang menara Masjid Raya Bandung menjulang dilangit Bandung. |
Berdasarkan SK Gubernur Jawa Barat tahun 1973, Masjid Agung Bandung mengalami perubahan besar-besaran lagi. Lantai masjid semakin diperluas dan dibuat bertingkat. Terdapat ruang basement sebagai tempat wudhlu, lantai dasar tempat shalat utama dan kantor DKM serta lantai atas difungsikan untuk mezanin yang berhubungan langsung dengan serambi luar, area serambi terhubung ke Alun alun dengan tangga besar dan jembatan yang melintas diatas ruas jalan di depan masjid. Di depan masjid dibangun menara baru dengan ornamen logam berbentuk bulat seperti bawang dan atap kubah masjid berbentuk Joglo. Ini adalah bentuk terahir Masjid Agung Bandung sebelum dirombak besar besaran dan berganti nama menjadi Masjid Raya Bandung Propinsi Jawa Barat.
Perombakan Terahir
Tahun 2001
Perombakan masjid Agung Bandung tahun
2001 merupakan bagian dari rencana penataan ulang
Alun-alun Bandung. rancangan awal pembangunan kembali Masjid Agung
Bandung di release ke media nasional pada edisi Minggu tanggal 4 Maret 2001 di
harian Kompas. Salah seorang perencananya Ir. H. Keulman mamaparkan bahwa
pembangunan Masjid Agung dan penataan alun alun sekaligus diharapkan menjadi
‘oase’ ditengah hiruk pikuk kegiatan pusat kota dan sekaligus menjadi
landmark-nya kora Bandung. dalam perencanaan tersebut penataan Masjid Agung dan
alun alun merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan tanpa mengurangi arti
alun alun sebagai ruang terbuka umum.
Penataan tersebut tak lepas dari fakta bahwa sekian
lama pamor dan karisma Masjid Agung sebagai masjid paling tua di kota Bandung
‘seolah’ tenggelam dibalik gemerlapnya pusat hiburan dan himpitan gedung gedung
pusat perbelanjaan. Kawasan alun alun Bandung memang sudah menjelma menjadi
kawasan inti pusat kota Bandung yang pada kenyataannya bergerak cepat sebagai
pusat kegiatan ekonomi paling besar melampaui kemampuan daya dukungnya. Efek
negatif dari perkembangan tersebut kawasan alun alun pada malam hari telah lama
dijadikan kegiatan esek esek. Perombakan total kawasan tersebut salah satunya
bertujuan mengembalikan pamor Masjid Agung Bandung.
Interior Masjid Raya Bandung. |
Masjid Raya Bandung yang kini kita lihat merupakan hasil rancangan 4 orang perancang kondang dari Bandung masing masing adalah Ir. H. Keulman, Ir. H. Arie Atmadibrata, Ir. H. Nu’man dan Prof. Dr. Slamet Wirasonjaya. Rancangan awalnya akan tetap mempertahankan sebagian bangunan lama Masjid Agung Bandung termasuk jembatan hubung masjid dengan alun alun yang melintas di atas jalan alun alun barat dan dinding berbentuk sisik ikan di sisi depan masjid. Satu satunya perubahan pada bangunan lama adalah perubahan bentuk atap masjid dari bentuk atap limas diganti dengan kubah besar setengah bola berdiameter 30 meter sekaligus menjadi kubah utama.
Untuk mengurangi beban, kubah tersebut
dibangun dengan konstruksi space frame yang kemudian ditutup dengan material
metal yang dipanaskan dalam suhu sangat tinggi. Selain satu kubah utama Masjid
Raya Bandung dilengkapi lagi dengan dua kubah yang ukurannya lebih kecil masing
masing berdiameter 25 meter diletakkan diatas bangunan tambahan. Sama seperti
kubah utama dua kubah tambahan ini menggunakan konstruksi space frame namun
ditutup dengan material transfaran untuk memberi efek cahaya ke dalam masjid.
Bangunan tambahan didirikan di atas
lahan yang sebelumnya merupakan ruas jalan alun alun barat di depan masjid.
Bangunan tambahan ini dilengkapi dengan sepasang menara (rencananya setinggi 99
meter) namun kemudian dikurangi menjadi 81 meter saja, terkait dengan
keselamatan penerbangan sebagaimana masukan dari pengelola Bandara Husein
Sastranegara – Bandung. Interior bangunan tambahan ini dirancang dengan ornamen
ukiran Islami dengan mengutamakan seni budaya Islami tatar sunda. Selain itu
Masjid Raya Bandung dilengkapi dengan dua lantai basemen yang dibagian atasnya
tetap dipertahankan sebagai ruang terbuka untuk publik.
Bentuk terahir Masjid Agung sebelum sebelum dirombak ulang dan dibangun kembali tahun 2001 (harian kompas 4 Mar 2001) |
Proses pembangunan Masjid Raya Bandung dimulai dengan peletakan batu pertama prose pembangunan kembali pada tanggal 25 Februari 2001. Keseluruhan proses pembangunannya memakan waktu selama 829 hari (2 tahun 99 hari) sejak peletakan batu pertama hingga diresmikan tanggal 4 Juni 2003 oleh Gubernur Jawa Barat H.R. Nuriana. Secar keseluruhan proses pembangunan dan penataan ulang kawasan alun alun dan masjid Agung Bandung dinyatakan selesai pada tanggal tanggal 13 Januari 2006. Bersamaan dengan pergantian nama dari Masjid Agung Bandung menjadi Masjid Raya Bandung Propinsi Jawa Barat serta menyandang predikat sebagai masjid propinsi, namun masyarakat Bandung kebanyakan masih menyebutnya sebagai Masjid Agung Bandung.
Arsitektur Masjid Raya
Bandung, Jawa Barat.
Seperti yang kita lihat sekarang terdapat
dua menara kembar di sisi kiri dan kanan masjid setinggi 81 meter yang selalu
dibuka untuk umum setiap hari Sabtu dan Minggu. Atap masjid diganti dari atap
joglo menjadi satu kubah besar pada atap tengah dan kubah lebih kecil pada atap
kiri-kanan masjid, dinding masjid terbuat dari batu alam kualitas tinggi. Kini
luas tanah keseluruhan masjid adalah 23.448 m² dengan luas bangunan 8.575 m²
dan dapat menampung sekitar 12.000 jamaah.
Sementara itu halaman depan masjid yang dirombak. Parkir kendaraan ditempatkan di basement sementara bagian atasnya adalah taman, sebuah area publik tempat masyarakat berkumpul. Ini adalah salah satu upaya pemkot mengembalikan nilai Alun-alun seperti dahulu kala. Ruang bawah tanah untuk tempat parkir itu juga semula direncanakan untuk menampung para pedagang jalanan (PKL).
Dua menara masjid Raya Bandung dan gedung menara BRI. |
Saat ini, dua menara kembar yang mengapit bangunan utama masjid dapat dinaiki pengunjung. Di lantai paling atas, lantai 19, pengunjung dapat menikmati pemandangan 360 derajat kota Bandung. Dari puncak menara kita dapat melihat wajah kota Bandung dari atasnya. Dua menara yang cukup tinggi ini selain dapat melihat kota Bandung dari puncaknya, menara ini juga terlihat dengan jelas dari berbagai sisi kota Bandung.
Sejak dulu ketika masih bernama dan berstatus sebagai
Masjid Agung Bandung, Masjid ini memang meriah dengan berbagai aktivitas rutin
termasuk kegiatan remaja Islam yang
tergabung dalam Remaja Islam Masjid Agung (RISMA) Bandung. Di bulan Ramadan. hampir tidak pernah ada waktu kosong dari mulai shubuh
hingga lepas tarawih. Sejak shubuh sudah kegiatan kuliah subuh untuk remaja dan dewasa. Disambung
dengan majelis ta'lim hingga menjelang dzuhur. Lalu dilanjutkan tadarus hingga
lepas Ashar dan berbuka
bersama. Usai berbuka,
para jamaah biasa shalat maghrib bersama dilanjutkan isya dan tarawihan.
Suasana malam di Masjid Raya Bandung. |
Selama bulan suci Ramadan, Masjid Raya Bandung kerap menggelar pesantren kilat bekerjasama dengan sejumlah sekolah di Bandung. Biasanya sebelum masuk bulan Ramadhan pihak sekolah sudah menghubungi masjid untuk menyelenggarakan pesantren kilat (SANLAT) bagi anak anak didiknya. Pengajar-pengajarnya diambil dari mudaris Masjid Raya Bandung dan sejumlah Remaja Masjid.
Durasi pesantren kilat berkisar tiga hari hingga satu minggu. Kegiatan dimulai dari siang hingga menjelang maghrib. Selama bulan suci Ramadhan, Masjid Raya Bandung juga menyediakan ta'jil gratis setiap hari selama sebulan penuh untuk para jemaah. Setiap harinya, tak kurang dari 15 ribu jemaah memadati masjid terbesar Jawa Barat ini. So. Bila sedang ke Bandung jangan hanya ingat untuk shoping semata ya, ingat juga untuk singgah ke Masjid Raya Bandung Propinsi Jawa Barat.***
yaampun masjid ku indah
BalasHapus