Halaman

Rabu, 07 Desember 2011

The Colombo Grand Mosque - Sri Lanka, Warisan Bangsawan Indonesia

The Colombo Grand Mosque, Masjid Agung Kolombo, Srilanka.

Masjid Agung Kolombo atau “The Colombo Grand Mosque” merupakan salah satu masjid yang dibangun oleh Muslim Melayu Sri Lanka yang berasal dari Indonesia sebagaimana sudah disinggung dalam artikel terdahulu berjudul “Jejak Indonesia di Masjid Masjid Sri Lanka”. Masjid Agung Kolombo menjadi saksi bisu sejarah dua bangsa ; Indonesia dan Sri Lanka. Di areal pemakaman Islam di Masjid Ini terbaring tokoh tokoh yang lebih memilih dibuang dari tanah airnya dan di cabut dari akar kehidupannya daripada harus bekerjasama dengan bangsa asing yang datang untuk menistakan bangsanya.

Masjid Agung Kolombo pertama kali dibangun oleh Muslim Arab yang melakukan perdagangan Internasional lintas Samudera Hindia, sebagian dari mereka kemudian menetap di Kolombo, menjadi bagian dari Kolombo dan membangun sebuah masjid. Pada masa itu Sri Lanka masih berbentuk Kerajaan dibawah pimpinan seorang Raja dari suku Shinhala, jauh sebelum kedatangan Portugis yang kemudian menjajah Sri Lanka. Masjid tersebut kemudian dihancurkan oleh tentara Portugis dan dibangun Kembali dalam bentuknya saat ini oleh seorang anggota keluarga bangsawan asal Indonesia.

Lokasi Masjid Agung Kolombo

151, New Moor Street, Colombo 12, Sri Lanka
Koordinat geografi : 6°56'25"N   79°51'32"E





Penulisan Sejarah Masjid Agung Kolombo

Masjid Agung Kolombo memiliki tempat yang unik di dalam kehidupan komunitas muslim Srilanka sejak masa kejayaan kerajaan Sinhala di masa lalu. Sejarah awal masjid ini seakan meredup berikut sejarah perjalanan serta tradisinya yang panjang. Peran pentingnya serta posisinya bagi komunitas muslim masih terasa hingga kini dan memainkan peranan penting bagi aktivitas keagamaan dalam masyarakat Islam kota Kolombo khususnya dan Sri Lanka pada umumnya.

Menyadari pentingnya sejarah sebuah bagi ummat Islam, di tahun 1959 salah satu pengurus masjid ini MIL Muhammad Nuhman, melakukan penyusunan sejarah Masjid Agung Kolombo  dan hasil penelusurannya terhadap dokumen dokumen yang ada kemudian di presentasikan di hadapan para pengurus Masjid Agung Kolombo pada tanggal 25 Juli 1959. MIL Muhammad Nuhman merupakan salah satu alumni dari Sekolah Islam Hameedia Boys English School tahun 1905 yang dikelola oleh Masjid Agung Kolombo.

The Colombo Grand Mosque, Masjid Agung Kolombo, Srilanka.

Sejarah Singkat Masjid Agung Kolombo

Hingga abad ke enam belas para pedagang Arab sudah melakukan kontak perdagangan dengan dunia timur termasuk Sri Lanka yang kala itu masih bernama Ceylon. Saat itu para pedagang Arab telah secara intensif melakukan perjalanan laut melintasi Samudera Hindia, menghubungkan pos pos perdagangan mereka yang tersebar di sepanjang garis pantai barat Sri Lanka ke Eropa di kawasan laut mediterania. Sebagian dari mereka kemudian menetap di Kolombo, membentuk sebuah komunitas muslim dan mendirikan masjid. Hingga tahun 1505 perdagangan di kawasan Samudera Hindia di kuasai oleh para pedagang Arab.

Masa Penjajahan Portugis 1505-1658

Pada tanggal 15 November 1505 Portugis tiba di Ceylon untuk pertama kali dan membuat sebuah kesepakatan dengan Raja Sri Lanka dari Suku Shinhala King Vijaya Bahu. Untuk membuka pos perdagangan mereka di Kolombo. Portugis yang secara tradisi memusuhi muslim Moor (Maroko) kemudian menyamaratakan semua muslim sebagai musuh tak terkecuali Muslim Arab yang sudah lebih dulu menetap di Kolombo. Portugis juga menyebut muslim Kolombo sebagai bangsa Moor atau Moro dengan maksud merendahkan.

Menara dan pohon palm didepan masjid ini begitu ikonik.

Beberapa tahun kemudian gubernur Portugis yang berkuasa di Goa (india) Diego Lopez de Siqueyra, mengutus Lopo De Britto untuk menempati posisi sebagai Kapten untuk wilayah Kolombo (1518-1521) membawa para pekerja untuk membangun sebuah benteng kokoh di Kolombo. Hal tersebut tidak saja untuk memperkuat posisi mereka terhadap serangan kerajaan Shinhala tapi juga untuk melumpuhkan kompetisi perdagangan yang terhadap bangsa Moor / Arab.

King Vijaya Bahu Tidak menentang keinginan Portugis untuk membangun pos perdagangan di Kolombo, tapi beliau cukup tersinggung dengan kelancangan Portugis yang berusaha mendominasi perdagangan laut dengan membangun sebuah benteng. Beliau kemudian melancarkan serangan terhadap Portugis di tahun 1520. Meskipun pasukan Portugis lebih sedikit tapi memiliki keunggulan persenjataan dan kemampuan perang, membuat raja terpaksa menarik mundur pasukannya. Kekalahan tersebut berakibat fatal, pasukan Portugis membumi hanguskan kota Kolombo termasuk bangunan masjid yang sebelumnya sudah berdiri ditengah tengah pemukiman bangsa Arab / Moor.

Muslim Kolombo mengalami masa masa sulit, sebagian dari mereka terpaksa keluar dari Kolombo pindah ke pedalaman dan melakukan perdagangan disana, sebagian lagi pindah ke sisi lain pulau Sri Lanka sementara yang masih tinggal di dalam kota hidup dibawah tekanan penguasa Portugis. Namun gesekan antara Portugis dan etnis Shinhala tak juga mereda, kondisi diperburuk lagi dengan ketidakmampuan Portugis mengimbangi penguasaan perdagangan di kawasan pedalaman yang dikuasai oleh Arab.

The Colombo Grand Mosque.

Tahun 1524 Vasco da Gama tiba di India dalam penjelajajahan ke dua nya, dia diperintahkan oleh Raja Portugis untuk melucuti benteng Kolombo, menyisakan hanya pabrik disana. Benteng nya sendiri pada ahirnya dihancurkan sedangkan pasukan berikut persenjataan artileri yang ada kemudian dipindahkan ke Goa (india). kondisi ini menguntungkan bagi bangsa muslim Arab dan dengan rahmat Allah kemudian membangun kembali sebuah masjid kecil di pusat kota Kolombo di lahan asli bekas masjid pertama yang dihancurkan oleh Portugis.

Tahun tahun setelah itu Portugis mengubah strategi dengan menjalin kerja sama perdagangan dengan Muslim Moor, kondisi yang benar benar menguntungkan Muslim Moor, Portugis memberikan ruang kebebasan kepada ummat Islam. Dalam catatan keluarga S.G Perera disebutkan bahwa populasi kota Kolombo saat itu sebagian besar merupakan kaum muslimin, disana sudah ada Masjid dan pemakaman umum khusus untuk muslim serta memilki peradilan hukum mereka sendiri untuk menyelesaikan perselisihan diantara mereka sesuai dengan syariah Islam.

Masa Penjajahan Belanda 1658 – 1796 dan masuknya muslim Indonesia ke Srilanka

Belanda menguasai Ceylon di tahun 1658 menyingkirkan kekuasaan Portugis, perlakuan Belanda terhadap muslim sama sekali berbeda dengan Portugis disana terutama karena dua alasan, pertama ; karena perbedaan agama dan kedua, Belanda terlalu rakus untuk berbagi lahan dengan orang lain dalam perdagangannya. Serangkaian aturan dikeluarkan untuk melarang orang moor tinggal di dalam kota Kolombo bahkan melarang orang Moor membeli property apapun di dalam kota Kolombo. Kondisi yang memaksa orang Moor pindah ke pedalaman pulau hidup bersama penduduk asli.

Menar Unik dan Ikonik.

Ketika menjajah Ceylon, Belanda sudah lebih dulu menjajah Indonesia dibawah kendali Dutch United East India Company / V.O.C. Di puncak kekuasaannya, Belanda membawa tentara tentara bayaran (terkenal dalam sejarah Ceylon sebagai Resimen Melayu) ke Ceylon. Selain itu Belanda juga menjadikan Ceylon sebagai tempat pembuangan para tokoh penentang penjajahan mereka di Indonesia. Tokoh tokoh yang diasingkan disana rata rata adalah para raja, pangeran, kalangan ningrat hingga alim ulama. Mereka ditangkap dan dibuang ke Ceylon bersama keluarga mereka sebagai tahan politik.

Tahun 1790 atau sebelum tahun tersebut tercatat 176 tahanan politik yang dibuang Belanda ke Ceylon terdiri dari 23 keluarga. Diantara mereka adalah Raja Gusman Usman, Sultan dari Kesultanan Goa (Sulawesi Selatan) bersama dengan salah satu pejabat menteri-nya Hulu Balang Kaya, mereka kemudian tinggal di kawasan Moor Street Kolombo, di lingkungan muslim Moor mengingat kesamaan agama mereka.

Masa Penjajahan Inggris 1796-1948

Kekalahan perang terhadap Inggris menyingkirkan Belanda dari Ceylon. Penguasa Inggris yang kemudian menjadi penjajah terahir Ceylon yang kemudian memperlakukan semua warga Ceylon lebih terhormat tanpa memandang latar belakang, suku bangsa dan ras nya. Muslim Ceylon mendapatkan hak untuk menjalankan syariat Islam dengan lebih baik seiring keluarnya sebuah resolusi 5 Agustus 1804, berupa aturan bagi pelaksanaan hukum Islam bagi muslim yang tinggal di wilayah propinsi Kolombo. Sebagian dari muslim Moor mulai kembali tinggal di Kolombo dan membentuk komunitas disana khususnya di kawasan Pettah secara berkelanjutan menggantikan kawasan yang dulunya di kuasai Belanda.

Interior Masjid Agung Kolombo, Srilanka.

Pembangunan Ulang Masjid Agung Kolombo

Masjid Agung Kolombo yang kini berdiri dibangun pada masa kekuasaan Inggris di Ceylon. Cukup menarik mencermati segala sesuatu yang terkait dengan pembangunan kembali dan perluasan Masjid ini. Terlebih lagi adanya keterlibatan bangsawan asal Indonesia dalam proses pembangunan kembali dan perluasan masjid ini. Hulu Balang kaya yang sudah disinggung tadi memiliki seorang putra bernama Muhammad Balang Kaya yang begitu dekat dengan muslim Moor Ceylon. Beliau bahkan mengabaikan keberatan dan protes dari keluarga dan teman temannya untuk menikah dengan wanita dari kalangan muslim Moor, dari pernikahan tersebut beliau dikarunia enam orang putra serta tiga orang putri.

Muhammad Balang Kaya adalah seorang arsitek otodidak yang juga merupakan seorang alim ulama. Menyadari bahwa masjid yang ada di New Moor Street ini sudah tidak memadai lagi untuk menampung para jemaah, dengan dukungan dari kolega kolega kaya-nya dari kalangan muslim Moor, beliau kemudian merenovasi dan memperluas masjid tersebut menjadi bangunan masjid berlantai dua yang dirancang sendiri oleh beliau. Hasil kerja beliaulah masjid yang kini berdiri di tengah kota Kolombo. Kala itu merupakan masjid satu satunya dengan rancangan seperti ini dan mungkin bahkan di seluruh Ceylon.

Ketika semua proses pembangunan masjid selesai dilaksanakan, gubernur Inggris di Ceylon Letnan Jenderal Sir Edward Barnes, GCB, datang berkunjung ke masjid ini di tahun 1826, beliau memuji hasil kerja Muhammad Balang Kaya yang luar biasa di masjid tersebut. 306 tahun setelah bangunan pertama masjid Agung Kolombo dibumihanguskan oleh Portugis, ahirnya berdiri kembali dengan bentuk yang lebih megah dan lebih luas.

Wajah khas kota Kolombo.

Bangunan gedung tambahan di sisi sayap masjid ini dibangun oleh Mr. I.L.M.H. Muhammad Mohideen di tahun 1897 saat beliau menjadi pengurus Masjid Agung Kolombo. Bangunan tambahan ini selain digunakan sebagai bagian dari masjid juga digunakan sebagai ruang kelas bagi sekolah Hameedia Boys'English School di tahun 1959, bangunan ini juga terkenal dengan sebutan "kanjee maduwam" karena ruang tersebut dijadikan tempat menyajikan bubur nasi untuk berbuka selama bulan Ramadhan.

Sejarah Pengurus Masjid Agung Kolombo

Tanggal 17 Maret 1918, Sembilan puluh dua tahun setelah bangunan masjid besar ini selesai dibangun kembali, Untuk pertama kali dilaksanakan pemilihan secara demokratis dalam upaya memilih dewan pembina dan dewan pengurus. Hasilnya adalah secara bulat memilih Mr. I.L.M.H. Muhammad Mohideen sebagai dewan pembina pertama mengingat beliau sudah sejak lama mengurus masjid tersebut tak hanya menyumbangkan tenaga dan fikirannya tapi juga sumbangan harta bagi masjid tersebut. Terpilih juga dewan pengurus yang terdiri dari 45 orang, masing masing 16 orang sebagai dewan pengurus dan 29 orang anggota. Sejak itu kepengurusan masjid ini mulai berbadan hokum.

Perlu juga di cata bahwa putra bungsu dari Muhammad Balangkaya yang bernama Tuan Bagoos Krawan Balangkaya yang lahir pada hari selasa, 21 Rajab 1243H / 28 January 1827. Adalah seorang alim ulama dan cendekiawan muslim yang kemudian menempati posisi sebagai Khalifah di Kolombo.

Meriam Masjid Agung Kolombo

Satu hal yang menjadi ciri khas dalam sejarah Masjid Agung Kolombo adalah keberadaan sebuah meriam masjid. Meriam ini sengaja di letakkan di masjid oleh para pengurus di kisaran tahun 1898. Meriam ini menjadi bagian dari sejarah masjid. Meriam aslinya dulu senantiasa digunakan sebagai penanda waktu Imsak dan berbuka selama bulan Ramadhan dan penanda tibanya hari raya Idul Fitri.

Mimbar dan Mihrab di Masjid Agung Kolombo.

Meriam yang kini ada di masjid ini merup
akan sumbangan dari A.A. Abdul Raheman, beliau adalah salah satu anggota dewan pengurus masjid Agung Kolombo yang juga seorang pedagang perangkat keras di Pettah. Meriam ini dirawat dengan baik oleh imam masjid agung Kolombo C.L.M. Abdul Hameed yang telah bekerja keras memberi yang terbaik bagi maasjid dan jamaah-nya.

Komunitas muslim disana mendapatkan izin khusus dari semua pemerintahan yang berkuasa di Ceylon untuk membunyikan meriam ini termasuk di masa perang dunia kedua dimana semua aktivitas seperti itu dilarang dilakukan. Meriam masjid ini tetap dengan dentumannya semasa bulan Ramadhan hingga saat ini.

Pemakaman umum

Pada saat selesai dibangun Masjid Agung Kolombo dilengkapi dengan areal pemakaman umum namun kemudian dinyatakan ditutup pada tanggal 21 Oktober 1874 atas permintaan dari pemerintah. Pemakaman umum muslim kemudian dipindahkan ke lahan seluas 1.25 hektar di Maradana Pada tanggal 12 Agustus 1875 bersamaan dengan dibangunnya Masjid di Maradana yang dikenal dengan nama Symonds Road Mosque. Pemakaman umum di sekitar masjid ini pun ahirnya ditutup pada tanggal 21 Mei 1875. Lahan pemakaman baru dibuka di di Maligawatte yang dibeli sejak tanggal 12 Oktober 1874, setahun sebelum ditutupnya pemakaman umum di Maradana. Lahan pemakaman umum di Maligawatte ini masih difungsikan sebagai pemakam umum muslim setidaknya hingga tahun 2002.

Sekolah Islam Al-Madrasatul Hameeda

Sejarah Masjid Agung Kolombo kurang lengkap tampa menyertakan sejarah Sekolah Islam yang terkenal dan menjadi bagian tak terpisahkan dari masjid ini. peletakan batu pertama pembangunan sekolah ini dilakukan oleh konsul Turki untuk Ceylon pada tanggal 31 Agustus 1900M/1318H. bangunannya sendiri didirikan oleh I.L.M.H. Noordeen, seorang dermawan dan tokoh masyarakat muslim Kolombo, dibantu oleh para sahabat karibnya diantaranya OLM Ahamadu Lebbe Marikar Alim, SL Naina Marikar, AL Abdul Careem, dan SL Mahmood, JP. Yang memberikan segala dukungan bagi pendirian sekolah tersebut. Begitu banyak alumni dari sekolah ini dikemudian hari yang menempati posisi penting baik di pemerintahan, dewan perwakilan hingga duduk di jajaran Kabinet.

Masjid Agung Kolombo.

Penutup

Masjid Agung Kolombo membuka mata kita, bahwa keterasingan dari akar kehidupan tidak berarti menghentikan langkah kita untuk tetap berkarya nyata bagi masyarakat, melakukan kebaikan dengan niat tulus ikhlas tak kan membatasi kebebasan jiwa siapapun meski raganya jauh terbuang hingga ahir hayat dari tanah kelahiran ke negeri yang tak pernah terpikirkan sebelumnya, seperti yang di alami oleh para pejuang kita di Sri Lanka tersebut.

Sejarah Masjid Agung Kolombo bila dihitung dari tahun 1505, tarikh untuk pertama kali masjid ini disebut dalam dokumen tertulis milik Portugis hingga saat ini (Desember 2011) sudah berumur lebih dari setengah millennium. Dan bila di ukur dari pembangunan kembali yang dilakukan oleh Muhammad Balang Kaya tahun 1826 hingga kini sudah berumur 185 tahun. Sebuah perjalanan yang teramat panjang bagi sebuah masjid di negeri non Muslim seperti Sri Lanka. [updated 23 Mei 2023]***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA