The Colombo Grand Mosque, Masjid Agung Kolombo, Srilanka. |
Masjid Agung Kolombo atau “The Colombo Grand
Mosque” merupakan salah satu masjid yang dibangun oleh Muslim Melayu Sri Lanka yang berasal dari
Indonesia sebagaimana sudah disinggung dalam artikel terdahulu berjudul “Jejak
Indonesia di Masjid Masjid Sri Lanka”. Masjid Agung Kolombo menjadi saksi bisu
sejarah dua bangsa ; Indonesia dan Sri Lanka. Di areal pemakaman Islam di
Masjid Ini terbaring tokoh tokoh yang lebih memilih dibuang dari tanah airnya
dan di cabut dari akar kehidupannya daripada harus bekerjasama dengan bangsa
asing yang datang untuk menistakan bangsanya.
Masjid Agung Kolombo pertama kali dibangun
oleh Muslim Arab yang melakukan perdagangan Internasional lintas Samudera
Hindia, sebagian dari mereka kemudian menetap di Kolombo, menjadi bagian dari Kolombo dan membangun sebuah
masjid. Pada masa itu Sri
Lanka masih berbentuk Kerajaan dibawah pimpinan seorang Raja dari suku Shinhala,
jauh sebelum kedatangan Portugis yang kemudian menjajah Sri Lanka. Masjid tersebut
kemudian dihancurkan oleh tentara Portugis dan dibangun Kembali dalam bentuknya
saat ini oleh seorang anggota keluarga bangsawan asal Indonesia.
Lokasi Masjid Agung Kolombo
151, New Moor Street, Colombo 12, Sri Lanka
Koordinat geografi : 6°56'25"N
79°51'32"E
Penulisan Sejarah Masjid Agung Kolombo
Masjid Agung Kolombo memiliki tempat yang
unik di dalam kehidupan komunitas muslim Srilanka sejak masa kejayaan kerajaan
Sinhala di masa lalu. Sejarah awal masjid ini seakan meredup berikut sejarah
perjalanan serta tradisinya yang panjang. Peran pentingnya serta posisinya bagi
komunitas muslim masih terasa hingga kini dan memainkan peranan penting bagi
aktivitas keagamaan dalam masyarakat Islam kota Kolombo khususnya dan Sri Lanka pada umumnya.
Menyadari pentingnya sejarah sebuah bagi ummat Islam,
di tahun 1959 salah satu pengurus masjid ini MIL Muhammad Nuhman, melakukan
penyusunan sejarah Masjid Agung Kolombo
dan hasil penelusurannya terhadap
dokumen dokumen yang ada kemudian di presentasikan di hadapan para pengurus
Masjid Agung Kolombo pada
tanggal 25 Juli 1959. MIL Muhammad Nuhman merupakan salah satu alumni dari Sekolah Islam Hameedia Boys English School tahun 1905 yang dikelola oleh Masjid Agung Kolombo.
Sejarah Singkat Masjid Agung
Kolombo
Hingga abad ke enam belas para pedagang Arab sudah
melakukan kontak perdagangan dengan dunia timur termasuk Sri Lanka yang kala itu masih
bernama Ceylon. Saat itu para pedagang Arab telah secara intensif melakukan
perjalanan laut melintasi Samudera Hindia, menghubungkan pos pos perdagangan
mereka yang tersebar di sepanjang garis pantai barat Sri Lanka ke Eropa di kawasan
laut mediterania. Sebagian dari mereka kemudian menetap di Kolombo, membentuk sebuah
komunitas muslim dan mendirikan masjid. Hingga tahun 1505 perdagangan di
kawasan Samudera Hindia di kuasai oleh para pedagang Arab.
Masa Penjajahan Portugis 1505-1658
Pada tanggal 15 November 1505 Portugis tiba di Ceylon
untuk pertama kali dan membuat sebuah kesepakatan dengan Raja Sri Lanka dari Suku Shinhala King Vijaya Bahu. Untuk membuka pos perdagangan mereka di Kolombo. Portugis yang secara
tradisi memusuhi muslim Moor (Maroko) kemudian menyamaratakan semua muslim
sebagai musuh tak terkecuali Muslim Arab yang sudah lebih dulu menetap di Kolombo. Portugis juga menyebut
muslim Kolombo sebagai
bangsa Moor atau Moro dengan maksud merendahkan.
Beberapa tahun kemudian gubernur Portugis yang
berkuasa di Goa (india) Diego Lopez de Siqueyra, mengutus Lopo De Britto untuk
menempati posisi sebagai Kapten untuk wilayah Kolombo (1518-1521) membawa
para pekerja untuk membangun sebuah benteng kokoh di Kolombo. Hal tersebut tidak
saja untuk memperkuat posisi mereka terhadap serangan kerajaan Shinhala tapi
juga untuk melumpuhkan kompetisi perdagangan yang terhadap bangsa Moor / Arab.
King Vijaya Bahu Tidak menentang
keinginan Portugis untuk membangun pos perdagangan di Kolombo, tapi beliau cukup
tersinggung dengan kelancangan Portugis yang berusaha mendominasi perdagangan
laut dengan membangun sebuah benteng. Beliau kemudian melancarkan serangan
terhadap Portugis di tahun 1520. Meskipun pasukan Portugis lebih sedikit tapi
memiliki keunggulan persenjataan dan kemampuan perang, membuat raja terpaksa
menarik mundur pasukannya. Kekalahan tersebut berakibat fatal, pasukan Portugis
membumi hanguskan kota Kolombo
termasuk bangunan masjid yang sebelumnya sudah berdiri ditengah tengah
pemukiman bangsa Arab / Moor.
Muslim Kolombo
mengalami masa masa sulit, sebagian dari mereka terpaksa keluar dari Kolombo pindah ke pedalaman dan
melakukan perdagangan disana, sebagian lagi pindah ke sisi lain pulau Sri Lanka sementara yang
masih tinggal di dalam kota hidup dibawah tekanan penguasa Portugis. Namun
gesekan antara Portugis dan etnis Shinhala tak juga mereda, kondisi diperburuk
lagi dengan ketidakmampuan Portugis mengimbangi penguasaan perdagangan di kawasan pedalaman yang dikuasai oleh Arab.
Tahun 1524 Vasco da Gama tiba di India dalam
penjelajajahan ke dua nya, dia diperintahkan oleh Raja Portugis untuk melucuti
benteng Kolombo, menyisakan
hanya pabrik disana. Benteng nya sendiri pada ahirnya dihancurkan sedangkan
pasukan berikut persenjataan artileri yang ada kemudian dipindahkan ke Goa
(india). kondisi ini menguntungkan bagi bangsa muslim Arab dan dengan rahmat
Allah kemudian membangun kembali sebuah masjid kecil di pusat kota Kolombo di lahan asli bekas
masjid pertama yang dihancurkan oleh Portugis.
Tahun tahun setelah itu Portugis mengubah strategi
dengan menjalin kerja sama perdagangan dengan Muslim Moor, kondisi yang benar
benar menguntungkan Muslim Moor, Portugis memberikan ruang kebebasan kepada
ummat Islam. Dalam catatan keluarga S.G Perera disebutkan bahwa populasi kota Kolombo saat itu sebagian besar
merupakan kaum muslimin, disana sudah ada Masjid dan pemakaman umum khusus
untuk muslim serta memilki peradilan hukum mereka sendiri untuk menyelesaikan
perselisihan diantara mereka sesuai dengan syariah Islam.
Masa Penjajahan Belanda 1658 – 1796 dan masuknya
muslim Indonesia ke Srilanka
Belanda menguasai Ceylon di tahun 1658 menyingkirkan
kekuasaan Portugis, perlakuan Belanda terhadap muslim sama sekali berbeda
dengan Portugis disana terutama karena dua alasan, pertama ; karena perbedaan
agama dan kedua, Belanda terlalu rakus untuk berbagi lahan dengan orang lain
dalam perdagangannya. Serangkaian aturan dikeluarkan untuk melarang orang moor
tinggal di dalam kota Kolombo
bahkan melarang orang Moor membeli property apapun di dalam kota Kolombo. Kondisi yang memaksa
orang Moor pindah ke pedalaman pulau hidup bersama penduduk asli.
Menar Unik dan Ikonik. |
Ketika menjajah Ceylon, Belanda sudah lebih dulu menjajah Indonesia dibawah kendali Dutch United East India Company / V.O.C. Di puncak kekuasaannya, Belanda membawa tentara tentara bayaran (terkenal dalam sejarah Ceylon sebagai Resimen Melayu) ke Ceylon. Selain itu Belanda juga menjadikan Ceylon sebagai tempat pembuangan para tokoh penentang penjajahan mereka di Indonesia. Tokoh tokoh yang diasingkan disana rata rata adalah para raja, pangeran, kalangan ningrat hingga alim ulama. Mereka ditangkap dan dibuang ke Ceylon bersama keluarga mereka sebagai tahan politik.
Tahun 1790 atau sebelum tahun tersebut tercatat 176
tahanan politik yang dibuang Belanda ke Ceylon terdiri dari 23 keluarga.
Diantara mereka adalah Raja Gusman Usman, Sultan dari Kesultanan
Goa (Sulawesi Selatan) bersama dengan salah satu pejabat menteri-nya Hulu
Balang Kaya, mereka kemudian tinggal di kawasan Moor Street Kolombo, di lingkungan muslim
Moor mengingat kesamaan agama mereka.
Masa Penjajahan Inggris 1796-1948
Kekalahan perang terhadap Inggris menyingkirkan
Belanda dari Ceylon. Penguasa Inggris yang kemudian menjadi penjajah terahir
Ceylon yang kemudian memperlakukan semua warga Ceylon lebih terhormat tanpa
memandang latar belakang, suku bangsa dan ras nya. Muslim Ceylon mendapatkan
hak untuk menjalankan syariat Islam dengan lebih baik seiring keluarnya sebuah
resolusi 5 Agustus 1804, berupa aturan bagi pelaksanaan hukum Islam bagi muslim
yang tinggal di wilayah propinsi Kolombo.
Sebagian dari muslim Moor mulai kembali tinggal di Kolombo dan membentuk komunitas
disana khususnya di kawasan Pettah secara berkelanjutan menggantikan kawasan
yang dulunya di kuasai Belanda.
Pembangunan Ulang Masjid Agung Kolombo
Masjid Agung Kolombo
yang kini berdiri dibangun pada masa kekuasaan Inggris di Ceylon. Cukup menarik
mencermati segala sesuatu yang terkait dengan pembangunan kembali dan perluasan
Masjid ini. Terlebih lagi adanya keterlibatan bangsawan asal Indonesia dalam proses
pembangunan kembali dan perluasan masjid ini. Hulu
Balang kaya yang sudah disinggung tadi memiliki seorang putra bernama Muhammad Balang Kaya yang begitu dekat dengan muslim
Moor Ceylon. Beliau bahkan mengabaikan keberatan dan protes dari keluarga dan
teman temannya untuk menikah dengan wanita dari kalangan muslim Moor, dari
pernikahan tersebut beliau dikarunia enam orang putra serta tiga orang putri.
Muhammad
Balang Kaya adalah seorang arsitek otodidak yang juga merupakan
seorang alim ulama. Menyadari bahwa masjid yang ada di New Moor Street ini
sudah tidak memadai lagi untuk menampung para jemaah, dengan dukungan dari
kolega kolega kaya-nya dari kalangan muslim Moor, beliau kemudian merenovasi
dan memperluas masjid tersebut menjadi bangunan masjid berlantai dua yang
dirancang sendiri oleh beliau. Hasil kerja beliaulah masjid yang kini berdiri
di tengah kota Kolombo. Kala
itu merupakan masjid satu satunya dengan rancangan seperti ini dan mungkin
bahkan di seluruh Ceylon.
Ketika semua proses pembangunan masjid selesai
dilaksanakan, gubernur Inggris di Ceylon Letnan Jenderal
Sir Edward Barnes, GCB, datang berkunjung ke masjid ini di tahun 1826, beliau memuji hasil kerja
Muhammad Balang Kaya yang luar biasa di masjid tersebut. 306 tahun setelah bangunan
pertama masjid Agung Kolombo
dibumihanguskan oleh Portugis, ahirnya berdiri kembali dengan bentuk yang lebih
megah dan lebih luas.
Bangunan gedung tambahan di sisi sayap masjid ini dibangun oleh Mr. I.L.M.H. Muhammad Mohideen di tahun 1897 saat beliau menjadi pengurus Masjid Agung Kolombo. Bangunan tambahan ini
selain digunakan sebagai bagian dari masjid juga digunakan sebagai ruang kelas
bagi sekolah Hameedia Boys'English
School di tahun 1959, bangunan ini juga terkenal dengan sebutan "kanjee maduwam" karena ruang
tersebut dijadikan tempat menyajikan bubur nasi untuk berbuka selama bulan
Ramadhan.
Sejarah Pengurus Masjid Agung Kolombo
Tanggal 17 Maret 1918, Sembilan
puluh dua tahun setelah bangunan masjid besar ini selesai dibangun kembali, Untuk pertama kali dilaksanakan pemilihan secara demokratis dalam upaya
memilih dewan pembina dan dewan pengurus. Hasilnya adalah secara bulat memilih Mr. I.L.M.H.
Muhammad Mohideen sebagai dewan pembina pertama
mengingat beliau sudah sejak lama mengurus masjid tersebut tak hanya
menyumbangkan tenaga dan fikirannya tapi juga sumbangan harta bagi masjid
tersebut. Terpilih juga dewan pengurus yang terdiri dari 45 orang, masing
masing 16 orang sebagai dewan pengurus dan 29 orang anggota. Sejak itu
kepengurusan masjid ini mulai berbadan hokum.
Perlu juga di cata bahwa putra bungsu dari Muhammad Balangkaya yang bernama Tuan Bagoos Krawan Balangkaya yang lahir pada hari selasa, 21 Rajab 1243H / 28 January 1827. Adalah seorang alim
ulama dan cendekiawan muslim yang kemudian menempati posisi sebagai Khalifah di Kolombo.
Meriam Masjid Agung Kolombo
Satu hal yang menjadi ciri khas dalam sejarah Masjid
Agung Kolombo adalah keberadaan
sebuah meriam masjid. Meriam ini sengaja di letakkan di masjid oleh para
pengurus di kisaran tahun 1898. Meriam ini menjadi bagian dari sejarah masjid.
Meriam aslinya dulu senantiasa digunakan sebagai penanda waktu Imsak dan
berbuka selama bulan Ramadhan dan penanda tibanya hari raya Idul Fitri.
Mimbar dan Mihrab di Masjid Agung Kolombo. |
Meriam yang kini ada di masjid ini merupakan sumbangan dari A.A. Abdul Raheman, beliau adalah salah satu anggota dewan pengurus masjid Agung Kolombo yang juga seorang pedagang perangkat keras di Pettah. Meriam ini dirawat dengan baik oleh imam masjid agung Kolombo C.L.M. Abdul Hameed yang telah bekerja keras memberi yang terbaik bagi maasjid dan jamaah-nya.
Komunitas muslim disana mendapatkan izin khusus dari semua pemerintahan
yang berkuasa di Ceylon untuk membunyikan meriam ini
termasuk di masa perang dunia kedua dimana semua aktivitas seperti itu dilarang
dilakukan. Meriam masjid ini tetap dengan dentumannya semasa bulan Ramadhan
hingga saat ini.
Pemakaman umum
Pada saat selesai dibangun Masjid Agung Kolombo dilengkapi dengan areal
pemakaman umum namun kemudian dinyatakan ditutup pada tanggal 21 Oktober 1874
atas permintaan dari pemerintah. Pemakaman umum muslim kemudian dipindahkan ke lahan
seluas 1.25 hektar di Maradana Pada tanggal 12 Agustus 1875 bersamaan dengan dibangunnya Masjid di
Maradana yang dikenal dengan nama Symonds Road Mosque. Pemakaman umum
di sekitar masjid ini pun ahirnya ditutup pada tanggal 21 Mei 1875. Lahan
pemakaman baru dibuka di di Maligawatte yang dibeli sejak tanggal 12 Oktober
1874, setahun sebelum ditutupnya pemakaman umum di Maradana. Lahan pemakaman
umum di Maligawatte ini masih difungsikan sebagai pemakam umum muslim
setidaknya hingga tahun 2002.
Sekolah Islam Al-Madrasatul Hameeda
Sejarah Masjid Agung Kolombo kurang lengkap tampa
menyertakan sejarah Sekolah Islam yang terkenal dan menjadi bagian tak
terpisahkan dari masjid ini. peletakan batu pertama pembangunan sekolah ini
dilakukan oleh konsul Turki untuk Ceylon pada tanggal 31 Agustus 1900M/1318H.
bangunannya sendiri didirikan oleh I.L.M.H. Noordeen, seorang dermawan dan tokoh masyarakat muslim Kolombo, dibantu oleh para
sahabat karibnya diantaranya OLM Ahamadu Lebbe Marikar Alim, SL Naina Marikar, AL
Abdul Careem, dan SL Mahmood, JP. Yang memberikan segala
dukungan bagi pendirian sekolah tersebut. Begitu banyak alumni dari sekolah ini
dikemudian hari yang menempati posisi penting baik di pemerintahan, dewan
perwakilan hingga duduk di jajaran Kabinet.
Penutup
Masjid Agung Kolombo membuka mata kita, bahwa
keterasingan dari akar kehidupan tidak berarti menghentikan langkah kita untuk
tetap berkarya nyata bagi masyarakat, melakukan kebaikan dengan niat tulus ikhlas
tak kan membatasi kebebasan jiwa siapapun meski raganya jauh terbuang hingga
ahir hayat dari tanah kelahiran ke negeri yang tak pernah terpikirkan
sebelumnya, seperti yang di alami oleh para pejuang kita di Sri Lanka tersebut.
Sejarah Masjid Agung Kolombo bila dihitung dari
tahun 1505, tarikh untuk pertama kali masjid ini disebut dalam dokumen tertulis
milik Portugis hingga saat ini (Desember 2011) sudah berumur lebih dari
setengah millennium. Dan bila di ukur dari pembangunan kembali yang dilakukan
oleh Muhammad Balang Kaya tahun 1826 hingga kini sudah berumur 185 tahun. Sebuah
perjalanan yang teramat panjang bagi sebuah masjid di negeri non Muslim seperti
Sri Lanka. [updated 23 Mei 2023]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang berkomentar berbau SARA