Halaman

Minggu, 25 Desember 2011

Masjid Kampung Laut Kelantan – Mirip Masjid Agung Demak

Majsid Kampung Laut, Nilam Puri, Kota Bharu, Kelantan, Malaysia (wikipedia)

Di Kampung Laut Negeri  Kelantan  'pernah' berdiri sebuah masjid tua dari kayu sangat mirip dengan Masjid Agung Demak, konon menurut salah satu versi sejarah, masjid tua itu dibangun oleh tiga orang sunan dari tanah jawa salah satunya adalah sunan Ampel dari Surabaya, Indonesia. Di masa lalu  Kelantan  menjadi persinggahan ulama Indonesia dan Champa (Pattani) yang sedang dalam perjalanan dari dan atau ke negeri masing masing.

Meski tak ada sejarah tertulis otentik tentang sejarah awal pembangunannya, Masjid Kampung Laut  Kelantan  disebut sebut sebagai Masjid tertua di Malaysia dan masih eksis sejak pertama kali dibangun hingga kini, meski lokasinya telah dipindahkan dari lokasi aslinya. Masjid ini bertahan dari dua banjir besar di  Kelantan  dan ahirnya dipindahkan ke lokasinya sekarang untuk mencegahnya tergerus habis oleh kikisan aliran sungai  Kelantan .

Arsitektural masjid Kampung Laut sangat mirip dengan Masjid Agung Demak, Jawa Tengah, Indonesia. Tak salah bila disebut sebagai replikanya Masjid Agung Demak di Negeri  Kelantan. Masjid Kampung Laut bukan satu satunya masjid di Malaysia yang memiliki kemiripan dengan Masjid Agung Demak, masih ada masjid masjid Malaysia lainnya yang mirip dengan Masjid Agung Demak diantaranya adalah Masjid Aceh di Pulau Pinang, Masjid Kampung Hulu Malaka, Masjid Kampung Keling Malaka dan Masjid Tengkera Malaka.

Lokasi Masjid Kampung Laut

Majsid Kampung Laut berada di kawasan Universiti Malaya Islamic Academy, Nilam Puri, lebih kurang 12 km barat-daya Kota Bharu ibukota  Kelantan . Aslinya Masjid tua ini berada di Kampung Laut, Tumpak disebelah hilir Kota Bharu. Namun kemudian dipindahkan ke lokasinya sekarang sejak tahun 1968. Koordinat geografi masjid ini berada di 6° 1' 38.79" N  102° 14' 28.38" E.


Sejarah Awal Masjid Kampung Laut
 
Ada beberapa versi tentang sejarah awal Masjid Kampung Laut.  Banyaknya versi sejarah masjid ini dikarenakan ketiadaan sejarah tertulis otentik tentang pembangunan masjid ini seperti masjid Demak yang dilengkapi dengan sangkala bagi setiap proses pembangunannya sehingga dengan mudah diketahui tarikh pembangunan masjid tersebut.
 
Versi pertama, Masjid Kampung Laut berumur sekitar 1400 tahun ?
 
Disebutkan bahwa masjid ini dibangun sekitar 1400 tahun lalu, umur masjid yang cukup mencengangkan mengingat usia itu seumur dengan peradaban Islam, bila versi ini benar maknanya masjid ini sejaman dengan sejarah awal Islam di Mekah dan Madinah, sejaman pula dengan Masjid Cheraman – masjid pertama di India dan tentu saja jauh lebih dulu dibangun dari Masjid Agung Demak.
 
Berdasarkan versi ini disebutkan bahwa 1400 tahun lalu sekelompok pelaut dari Pattani, Jawa dan Brunei membangun masjid ini mengingat kala itu Kelantan merupakan rute persinggahan perjalanan laut mereka. Bangunan masjid ini dibangun dalam gaya arsitektural yang mencerminkan karakteristik kebanyakan arsitektural setempat yang cocok dengan iklim disana sama halnya dengan bangunan bangunan hunian di lingkungan tersebut.
 
Versi kedua, Masjid Kampung Laut dibangun oleh Pelaut Muslim
 
Versi lain yang paling populer dan menjadi sejarah tutur tutun temurun ditengah masyarakat  Kelantan menyebutkan bahwa sekelompok pelaut muslim mengalami kecelakaan laut dan berhasil menyelamatkan diri ke pantai  Kelantan, menetap dan kemudian mendirikan masjid disana dengan bantuan masyarakat setempat. Lalu siapa pelaut pelaut muslim yang kandas  di Kelantan tersebut ?.
 

Masjid Kampung Laut di lokasi aslinya di tepian Sungai Kelantan dengan kondisi yang sangat mengkhawatirkan.


Masyarakat setempat percaya bahwa pelaut pelaut yang terdampat di Kelantan kala itu adalah muslim Jawa dalam perjalanan mereka dari Campa. Itu sebabnya masjid yang dibangun mirip dengan Masjid Agung Demak (di Jawa Tengah) sebagai daerah asal dari muslim pembangun masjid ini. bahkan kosa kata bahasa setempat begitu banyak kata serapan dari bahasa Jawa.
 
Di era tersebut Kelantan dan kota kota bandar di semenanjung memang menjadi persinggahan pelayaran dari Champa ke tanah Jawa atau sebaliknya. Bila bersandar pada teori ini maka gugurlah versi pertama sejarah awal Masjid Kampung Laut yang disebutkan berasal dari 1400 tahun lalu, mengingat Masjid Agung Demak sendiri dibangun di tahun 1400-an bukan 1400 tahun lalu.
 
Versi Kedua, Masjid Kampung Laut dibangun oleh Raja Iman
 
Sejarawan Nik Abdul Rahman Nik Mat mengatakan bahwa Masjid tua kampung laut dibangun oleh Raja Iman yang merupakan moyang beliau. lalu siapakah Raja Iman ?, adakah hubungannya dengan ulama jawa ?.  Apakah Raja Iman yang dimaksud oleh Nik Abdul Rahman adalah orang yang sama dengan Haji Abdullah Iman yang merupakan nama lain dari Pangeran Cakrabuana dari Cirebon ?. Pangeran Cakrabuana merupakan uwak dari Sunan Gunung Jati semasa hidupnya memang pernah berguru ke Mesir dan tinggal di Kota Mekah dengan rute rute pelayaran melewati semenanjung Malaya.
 
Pangeran cakrabuana atau Haji Abdullah Iman belajar ilmu agama di mesir lalu tinggal di mekah selama tiga bulan. dalam perjalanan kembali ke cirebon melalui aceh, Malaka dan menuju Champa untuk berguru dengan Maulana Ibrahim Akhbar atau Syeikh Maulana Jatiswara yang merupakan kerabat raja champa. Pangeran Cakrabuana menikah dengan Retna Rasajati putri dari Maulana Ibrahim Akhbar dan dikaruniai tujuh orang putri. saat tiba di cirebon beliau mengajarkan ilmu agama bekerja sama dengan Ki Gadang gadang sampai kemudian diangkat sebagai adipati cirebon oleh ayahandanya Prabu Siliwangi. lalu apakah Raja Iman yang dimaksud oleh Nik Man adalah orang yang sama dengan Haji Abdullah Iman alias Pangeran Cakrabuana ?.
 
Kerusakan parah pada bangunan Masjid Kampung Laut setlah banjir tahun 1966.

Belum lagi ada versi lain yang menyebutkan bahwa Raja Iman pendiri masjid ini adalah keturunan raja Sriwijaya yang melarikan diri ke Kelantan setelah kalah dalam perebutan kekuasaan di Sriwijaya bersama saudaranya. Agak membingunkan versi yang ini mengingat Sriwijaya bukanlah kerajaan Islam, lagipula pangeran dari Sriwijaya yang melarikan diri ke semenanjung adalah Prameswara, pendiri Kerajaan Malaka, di era yang berbeda.
 
Versi Ketiga, Masjid Kampung Laut dibangun oleh Ulama dari Champa
 
Sejarawan ahmad Abd Rahman Ahmadi mengaitkan sejah masjid ini dengan ulama dari champa yaitu Malik Ibrahim dan Ali Rahmatullah yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa, namun beliau tidak menlanjutkan kajian tuntas atas kedua ulama tersebut untuk mempertegas informasinya.
 
Bila dikaji lebih jauh tentang pelayaran ulama Islam antara Champa, Kelantan dan Tanah Jawa atau sebaliknya sejauh ini ada tiga nama ulama besar yang telah melakukan pelayaran di era tersebut. Ulama pertama adalah Sayyid Ali Rahmatullah atau Raden Rahmat atau Sunan Ampel (1401-1478). Beliau datang ke pulau jawa pada tahun 1421 bersama sama dengan bapak dan abangnya Sayyid Ali Murtala dan mendarat di pelabuhan Tuban (Jawa Timur).
 
Ulama kedua adalah Haji Abdullah Iman yang sudah disebutkan tadi. Ulama ketiga adalah Radeh Makhdum Ibrahim atau Sunan Bonang (1465-1525), beliau adalah anak dari Sunan Ampel dengan Istrinya yang bernama Cakrawulan atau Nyai Ageng naila. Raden Makhdum dilahirkan pada tahun 1465 dan telah menuntut ilmu agama di pasai bersama sama dengan raden paku dan syeikh Maulana Ishak yang digelari Syeikh Awalul Islam (bapak dari raden Paku). setelah itu mereka berangkat ke mekah untuk menunaikan ibadah haji. Raden makdum disebut sebut pernah menyinggahi melaka yang kala itu merupakan wilayah yang mencakup hampir keseluruhan semenanjung Malayisa termasuk Kelantan.

Meski dibangun menyerupai Masjid Agung Demak, namun Masjid Kampung Laut ini dibangun diatas tiang tiang kayu hampir setinggi satu meter, berbeda dengan Masjid Agung Demak yang dibangun tanpa tiang. Dapat dipahami, karena memang bangunan asli Masjid Kampung Laut dulunya berada ditepian sungai Kelantan, itu sebabnya didirikan diatas tiang tiang kayu. 

Versi ke-empat, Masjid Kampung Laut dibangun oleh Sunan Bonang dan Sunan Giri
 
Versi ini disampaikan oleh Ustadz Abdullah bin Muhammad yang tinggal di Kampung Langgar Kota Bharu. Beliau mengatakan bahwa masjid ini didirikan oleh dua orang wali songo yaitu Sunan Giri dan Sunan Bonang. Nama asli Sunan Giri adalah Jaka Samudera atau Raden Paku atau Syaikh Maulana Ainul Yaqin anak dari Syaikh Maulana Ishaq yang tinggal di gunung selangu. sedangkan Sunan Bonang adalah Raden Makdum yang merupakan anak dari Sunan Ampel seperti sudah disebutkan sebelumnya.
 
Masih ada infirmasi sejarah yang disampaikan oleh Abdul Halim Nasir bahwa dahulunya di dekat lokasi asli masjid kampung laut di tepian sungai Kelantan juga berdiri Istana Kota Kubang Labu yang dibangun oleh Tuan Besar Long Bahar di tahun 1702. Istana ini kemudian menjadi pusat pemerintahan Long Sulaiman pada tahun 1733, dan tahun 1756 Long Yunus telah menjadikannya ibukota Kelantan, Kota Kubang Labu juga merupakan tempat bermulanya sistem pengajian Islam yang dipelopori oleh Tuan Seikh Haji Halim di tahun 1780.
 
Di lokasi tersebut pernah ditemukan sekeping uang emas bertuliskan aksara arab di kedua sisinya. di satu sisi bertulis "Al-Julus Kelantan 577 (Hijriah)" dan sisi lainnya tertulis "al-mutawakkil", tahun 577 Hijriah sama dengan tahun 1161 Masehi. Dari fakta tersebut beliau berasumsi bahwa masjid Kampung Laut dibangun pada era sebelum pemerintahan Long Yunus (1762-1794).
 
Namun sayangnya dari sekian banyak kajian sejarah yang dilakukan terhadap sejarah awal Masjid Kampung Laut ini tak satupun yang dapat memberikan tarikh pasti kapan dan oleh siapa Masjid Kampung Laut dibangun. kajian sejarah yang telah dilakukan pada ahirnya berujung pada sebuah asumsi dari temuan temuan yang di dapati.
 

Interior Masjid Kampung Laut.

Sampai kini masyarakat setempat masih berpegang pada sejarah tutur turun temurun yang menyebutkan bahwa masjid ini dibangun oleh Raja Iman yang keturunannya kini masih eksis di Kelantan. Dan satu hal yang pasti bahwa Masjid Kampung Laut Kelantan memang memilki kemiripan dengan Masjid Agung Demak di Jawa Tengah dengan beberapa fitur perbedaan.
 
Perluasan Masjid Kampung Laut
 
Dari reka bentuknya masjid ini memang sangat mirip dengan Masjid Agung Demak yang dibangun tahun 1401 saka atau 1479M (abad ke 15). Masjid ini juga sangat mirip dengan Masjid Kuno Campa, Masjid Nat Tanjung dan Masjid Wadi Hussein, dua masjid terahir berada di Thailand. Nama Kampung Laut yang menjadi nama masjid ini diambil dari nama Kampung tempat dimana masjid ini pertama kali berdiri sebelum dipindahkan ke lokasinya sekarang.
 
Dimasa pemerintahan Sultan Kelantan antara tahun 1859-1900 Masjid Kampung Laut menjadi tempat utama bagi Sultan dan para pemuka agama Islam. Masjid ini juga menjadi pos perdagangan. Selama masa tersebut bangunan masjid telah diperluas dan ditambahkan 20 pilar, bangunan menara dengan atap limas bersusun tiga untuk muazin mengumandangkan azan, loteng, serambi, balai balai dan tangki penampung air serta penggantian lantai masjid dengan kayu yang berkualitas lebih baik.
 
Proses pembaharuan dan restorasi Masjid Kampung Laut kembali dilaksanakan pada tahun 1988 – 1989 dengan memberikan sentuhan perbaikan pada bagian bagian bangunan yang rusak termasuk penggantian dinding dinding kayu yang lapuk, penggantian buah gutung (ornamen dekoratif di puncak tertinggi atap limas masjid), pembangunan beberapa fasilitas pendukung termasuk beberapa saung / gazebo, toilet, tangki air dan pemasangan sambungan listrik dan air. Keseluruhan proses restorasi tersebut menghabiskan dana RM 161.000 Ringgit Malaysia.

Upacara serah terima Masjid Kampung Laut. Tuan Haji Hamdan sedang menyampaikan pidato di upacara serah terima masjid Kampung Laut kepada pemerintah Kelantan.
 
Banjir Bandang dan Relokasi
 
Masjid Kampung Laut mampu bertahan dari dua banjir besar yang melanda Negeri Kelantan di tahun 1926 yang terkenal dengan sebutan “bah air merah” dan banjir besar di bulan Januari 1967. Banjir kedua di bulan Januari 1967 telah merusak beberapa bagian masjid Kampung Laut yang berada disisi sungai Kelantan.
 
Menyadari bahaya yang mengancam eksistensi masjid ini, Persatuan Sejarah Malaysia bekerjasama dengan Pemerintah Kerajaan Negeri Kelantan berencana memindahkan masjid ini ke tempat yang lebih aman dari terpa’an banjir dan kondisinya yang sudah tidak memungkinkan untuk mempertahankan masjid di lokasi aslinya dimana lahan tempatnya berdiri sudah tergerus dan terus tergerus oleh arus sungai Kelantan.
 
Menindaklanjuti rencana tersebut di tahun 1968 Masjid Kampung Laut di bongkar dengan hati hati bagian per bagian lalu dipindahkan ke lokasinya yang sekarang di dalam kawasan kampus Yayasan Pengajian Tinggi Islam Kelantan (Malaya Islamic University), Nilam Puri, di Kota Baru. Proses pemindahan kemudian dilanjutkan dengan melakukan perbaikan terhadap keseluruhan bangunan masjid.
 
Proses pemindahan dan pembangunan kembali masjid kampung laut ini dimulai pada bulan November 1968 dipimpin langsung oleh Hamdan Sheikh Tahir selaku ketua komunitas sejarah Malaysia (kini beliau menjabat sebagai  Tun dan Yang Dipertuan Negeri Penang). Proses tersebut melibatkan kontraktor Hussein Bin Salleh dari Kampung Bunut Payong, Kota Bharu. Dibawah supervisi Mohd Zain Awang Kechik.
 
Seperti halnya Masjid Agung Demak, Masjid Kampung Laut ini juga memiliki 'pendopo' disisi depan-nya.

Keseluruhan proses pemindahan dan pembangunan kembali tersebut selesai tahun 1970 menghabiskan dana sebesar RM 16.850 ringgit Malaysia. Dan pada tanggal 8 Mei 1970 diselenggarakan upacara serahterima Masjid Kampung Laut dari Ketua Persatuan Sejarah Malaysia, Hamdan bin Sheikh Tahir kepada pemerintah Kelantan dibawah pemerintahan Menteri Besar Kelantan saat itu, Datuk Asri Muda.
 
Menurut penuturan dari Salleh Muhammad Akib salah seorang peneliti di museum Negara, ketika banjir atau bah air merah tahun 1926, mimbar asli Masjid Kampung Laut ini telah dipindahkan ke Masjid Pasir Pekan yang juga berada di Tumpat. Masih menurut beliau, kala itu dibutuhkan sebuah perahu ukuran besar untuk mengangkut mimbar tersebut ke Masjid Pasir Pekan. Namun kini ketika diminta kembali pengurus Masjid Pasir Pekan menolak untuk mengembalikannya karena menurut mereka kala itu yang mereka lakukan justru menyelamatkan mimbar tersebut.
 
Arsitektural Masjid Kampung Laut – Kelantan
 
Denah Masjid Kampung Laut nyaris berbentuk bujursangkar sempurna dengan ukuran 74kaki X 71kaki ini memiliki dinding dengan pola yang disebut pola “janda berhias” sementara ujung dari masing masing pilar kayu di dalam masjid ini dihias dengan ukiran ukiran indah.
 
Dari foto ini terlihat tiang tiang masjid Kampung Laut yang cukup tinggi pada masa masih berada di lokasi asli-nya di tepian Sungai Kelantan. sebagian dinding bangunannya roboh setelah dihantam banjir.

Masjid kampung laut dibangun dengan struktur atap limas bersusun tiga sama persis seperti struktur atap Masjid Agung Demak lengkap dengan empat sokoguru (empat tiang utama) di tengah masjid menopang struktur atap. bila sokoguru asli di Masjid Agung Demak bebentuk bundar, Empat tiang kayu di masjid Kampung Laut ini berbentuk tiang segi empat.
 
Bentuk atap limas seperti ini adalah arsitektural masa sebelum Islam yang kemudian diserap ke dalam tradisi Islam dengan pemaknaan yang berbeda. bila dalam ajaran leluhur menganggap bentuk atap limas sebagai gunungan, sebagai tempat tertinggi, sebaliknya dalam tradisi Islam bentuk atap bersusun tiga ini sebagai cerminan dari tiga unsur Islam yakni Iman, Islam, dan Ikhsan. (baca warisan majapahit di masjid masjid kita).
 
Di ujung atap tertinggi Masjid Kampung laut juga di hias dengan ornamen berukir, di pulau jawa biasa disebut sebagai mastaka, Masyarakat melayu Kelantan menyebutnya dengan ornamen buah gutung. ornamen seperti ini memang digunakan hampir dikeseluruhan masjid masjid tua Indonesia dengan berbagai bentuk termasuk mastaka dalam bentuk daun simbar seperti yang dipakai di puncak atap masjid Agung Sultan Palembang dan masjid masjid lainnya.
 
Masjid Kampung Laut di lokasi aslinya dulu dibangun berbentuk rumah panggung dengan tiang yang cukup tinggi, mengingat lokasinya yang berada di tepi sungai Kelantan,lagipula bentuk rumah panggung memang bentuk bangunan tradisional khas melayu baik di semenanjung, pulau sumatera hingga ke Kalimantan.
 
Beberapa fitur khas di Masjid Kampung Laut.

Bila Masjid Agung Demak kini berdinding batu bata, masjid Kampung laut masih mempertahankan dinding kayu berukir yang dalam tradisi melayu Kelantan disebut dengan corak dinding Janda Behias. Dinding corak janda berhias ini merupakan dinding berukir yang biasa dipakai di istana dan kediaman para sultan Kelantan.
 
Proses pembangunan masjid Kampung Laut mirip dengan pembangunan Masjid Agung Demak dan Masjid Agung Kesepuhan Cirebon, dua masjid tua pulau Jawa yang dibangun di era yang berdekatan. Pemasangan bahan kayu di masjid masjid ini sama sekali tidak menggunakan paku tapi tapi menggunakan pasak kayu untuk menyatukan setiap sambungan yang sudah dibentuk berpasangan satu dan lainnya seperti kepingan puzzle.
 
Ukiran kayu di masjid ini memang indah dan merupakan ukiran kayu yang dikerjakan dengan teliti oleh para pengukir yang memang ahli dibidangnya. Menjadi lebih menarik karena kemudian arsitektural masjid Kampung Laut ini diadopsi oleh bangunan bangunan pemerintah di Negeri Kelantan termasuk gedung sektertariat pemerintahan Negeri Kelantan, kantor Menteri Besar Negeri Kelantan dan kantor Departemen Agama Negeri Kelantan.
 
So, bila sedang ke Kelantan ada baiknya jangan lewatkan kesempatan untuk singgah dan berkunjung ke masjid tua dan bersejarah bagi perkembangan Islam di Negeri Kelantan, Malaysia dan Islam Nusantara ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA