Majsid Kampung Laut, Nilam Puri, Kota Bharu, Kelantan, Malaysia (wikipedia) |
Di Kampung Laut Negeri
Kelantan 'pernah' berdiri sebuah masjid tua
dari kayu sangat mirip dengan Masjid
Agung Demak, konon menurut salah satu versi sejarah, masjid tua
itu dibangun oleh tiga orang sunan dari tanah jawa salah satunya adalah sunan
Ampel dari Surabaya, Indonesia. Di masa lalu
Kelantan menjadi persinggahan ulama Indonesia
dan Champa (Pattani) yang sedang dalam perjalanan dari dan atau ke negeri
masing masing.
Meski tak ada sejarah tertulis otentik tentang sejarah
awal pembangunannya, Masjid Kampung Laut
Kelantan disebut sebut sebagai Masjid
tertua di Malaysia
dan masih eksis sejak pertama kali dibangun hingga kini, meski lokasinya telah dipindahkan dari lokasi aslinya. Masjid ini bertahan
dari dua banjir besar di
Kelantan dan ahirnya dipindahkan ke lokasinya sekarang
untuk mencegahnya tergerus habis oleh kikisan aliran sungai
Kelantan .
Arsitektural masjid Kampung Laut sangat mirip dengan Masjid
Agung Demak, Jawa Tengah, Indonesia. Tak salah bila disebut
sebagai replikanya Masjid
Agung Demak di Negeri
Kelantan. Masjid Kampung Laut bukan satu
satunya masjid di Malaysia yang memiliki kemiripan dengan Masjid
Agung Demak, masih ada masjid masjid Malaysia
lainnya yang mirip dengan Masjid
Agung Demak diantaranya adalah Masjid
Aceh di Pulau Pinang, Masjid Kampung Hulu Malaka, Masjid Kampung Keling
Malaka dan Masjid Tengkera Malaka.
Lokasi Masjid Kampung Laut
Majsid Kampung Laut berada di kawasan Universiti
Malaya Islamic Academy, Nilam Puri, lebih kurang 12 km barat-daya Kota Bharu ibukota
Kelantan . Aslinya Masjid tua ini berada di Kampung Laut,
Tumpak disebelah hilir Kota
Bharu. Namun kemudian dipindahkan ke lokasinya sekarang sejak
tahun 1968. Koordinat geografi masjid ini berada di 6° 1' 38.79" N 102° 14' 28.38" E.
Sejarah Awal Masjid Kampung Laut
Ada beberapa versi tentang sejarah awal Masjid Kampung
Laut. Banyaknya versi sejarah masjid ini
dikarenakan ketiadaan sejarah tertulis otentik tentang pembangunan masjid ini
seperti masjid Demak yang dilengkapi dengan sangkala bagi setiap proses
pembangunannya sehingga dengan mudah diketahui tarikh pembangunan masjid
tersebut.
Versi pertama, Masjid Kampung Laut berumur sekitar 1400
tahun ?
Disebutkan bahwa masjid ini dibangun sekitar 1400 tahun
lalu, umur masjid yang cukup mencengangkan mengingat usia itu seumur dengan
peradaban Islam, bila versi ini benar maknanya masjid ini sejaman dengan
sejarah awal Islam di Mekah dan Madinah, sejaman pula dengan Masjid Cheraman –
masjid pertama di India dan tentu saja jauh lebih dulu dibangun dari Masjid
Agung Demak.
Berdasarkan versi ini disebutkan bahwa 1400 tahun lalu
sekelompok pelaut dari Pattani, Jawa dan Brunei membangun masjid ini mengingat
kala itu Kelantan merupakan rute persinggahan perjalanan laut mereka. Bangunan
masjid ini dibangun dalam gaya arsitektural yang mencerminkan karakteristik
kebanyakan arsitektural setempat yang cocok dengan iklim disana sama halnya
dengan bangunan bangunan hunian di lingkungan tersebut.
Versi kedua, Masjid Kampung Laut dibangun oleh Pelaut Muslim
Versi lain yang paling populer dan menjadi sejarah tutur
tutun temurun ditengah masyarakat
Kelantan menyebutkan bahwa sekelompok pelaut muslim mengalami kecelakaan
laut dan berhasil menyelamatkan diri ke pantai
Kelantan, menetap dan kemudian mendirikan masjid disana dengan bantuan
masyarakat setempat. Lalu siapa pelaut pelaut muslim yang kandas di Kelantan tersebut ?.
Masyarakat setempat percaya bahwa pelaut pelaut yang terdampat di Kelantan kala itu adalah muslim Jawa dalam perjalanan mereka dari Campa. Itu sebabnya masjid yang dibangun mirip dengan Masjid Agung Demak (di Jawa Tengah) sebagai daerah asal dari muslim pembangun masjid ini. bahkan kosa kata bahasa setempat begitu banyak kata serapan dari bahasa Jawa.
Di era tersebut Kelantan dan kota kota bandar di semenanjung
memang menjadi persinggahan pelayaran dari Champa ke tanah Jawa atau
sebaliknya. Bila bersandar pada teori ini maka gugurlah versi pertama sejarah
awal Masjid Kampung Laut yang disebutkan berasal dari 1400 tahun lalu,
mengingat Masjid Agung Demak sendiri dibangun di tahun 1400-an bukan 1400 tahun
lalu.
Versi Kedua, Masjid Kampung Laut dibangun oleh Raja Iman
Sejarawan Nik Abdul Rahman Nik Mat mengatakan bahwa Masjid
tua kampung laut dibangun oleh Raja Iman yang merupakan moyang beliau. lalu
siapakah Raja Iman ?, adakah hubungannya dengan ulama jawa ?. Apakah Raja Iman yang dimaksud oleh Nik Abdul
Rahman adalah orang yang sama dengan Haji Abdullah Iman yang merupakan nama
lain dari Pangeran Cakrabuana dari Cirebon ?. Pangeran Cakrabuana merupakan
uwak dari Sunan Gunung Jati semasa hidupnya memang pernah berguru ke Mesir dan
tinggal di Kota Mekah dengan rute rute pelayaran melewati semenanjung Malaya.
Pangeran cakrabuana atau Haji Abdullah Iman belajar ilmu
agama di mesir lalu tinggal di mekah selama tiga bulan. dalam perjalanan
kembali ke cirebon melalui aceh, Malaka dan menuju Champa untuk berguru dengan
Maulana Ibrahim Akhbar atau Syeikh Maulana Jatiswara yang merupakan kerabat
raja champa. Pangeran Cakrabuana menikah dengan Retna Rasajati putri dari Maulana
Ibrahim Akhbar dan dikaruniai tujuh orang putri. saat tiba di cirebon beliau
mengajarkan ilmu agama bekerja sama dengan Ki Gadang gadang sampai kemudian
diangkat sebagai adipati cirebon oleh ayahandanya Prabu Siliwangi. lalu apakah
Raja Iman yang dimaksud oleh Nik Man adalah orang yang sama dengan Haji
Abdullah Iman alias Pangeran Cakrabuana ?.
Belum lagi ada versi lain yang menyebutkan bahwa Raja Iman pendiri masjid ini adalah keturunan raja Sriwijaya yang melarikan diri ke Kelantan setelah kalah dalam perebutan kekuasaan di Sriwijaya bersama saudaranya. Agak membingunkan versi yang ini mengingat Sriwijaya bukanlah kerajaan Islam, lagipula pangeran dari Sriwijaya yang melarikan diri ke semenanjung adalah Prameswara, pendiri Kerajaan Malaka, di era yang berbeda.
Versi Ketiga, Masjid Kampung Laut dibangun oleh Ulama dari
Champa
Sejarawan ahmad Abd Rahman Ahmadi mengaitkan sejah masjid
ini dengan ulama dari champa yaitu Malik Ibrahim dan Ali Rahmatullah yang
menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa, namun beliau tidak menlanjutkan kajian
tuntas atas kedua ulama tersebut untuk mempertegas informasinya.
Bila dikaji lebih jauh tentang pelayaran ulama Islam antara
Champa, Kelantan dan Tanah Jawa atau sebaliknya sejauh ini ada tiga nama ulama
besar yang telah melakukan pelayaran di era tersebut. Ulama pertama adalah
Sayyid Ali Rahmatullah atau Raden Rahmat atau Sunan Ampel (1401-1478). Beliau
datang ke pulau jawa pada tahun 1421 bersama sama dengan bapak dan abangnya
Sayyid Ali Murtala dan mendarat di pelabuhan Tuban (Jawa Timur).
Ulama kedua adalah Haji Abdullah Iman yang sudah disebutkan
tadi. Ulama ketiga adalah Radeh Makhdum Ibrahim atau Sunan Bonang (1465-1525),
beliau adalah anak dari Sunan Ampel dengan Istrinya yang bernama Cakrawulan
atau Nyai Ageng naila. Raden Makhdum dilahirkan pada tahun 1465 dan telah
menuntut ilmu agama di pasai bersama sama dengan raden paku dan syeikh Maulana
Ishak yang digelari Syeikh Awalul Islam (bapak dari raden Paku). setelah itu
mereka berangkat ke mekah untuk menunaikan ibadah haji. Raden makdum disebut
sebut pernah menyinggahi melaka yang kala itu merupakan wilayah yang mencakup
hampir keseluruhan semenanjung Malayisa termasuk Kelantan.
Masjid Kampung Laut di lokasi aslinya di tepian Sungai
Kelantan dengan kondisi yang sangat mengkhawatirkan. |
Masyarakat setempat percaya bahwa pelaut pelaut yang terdampat di Kelantan kala itu adalah muslim Jawa dalam perjalanan mereka dari Campa. Itu sebabnya masjid yang dibangun mirip dengan Masjid Agung Demak (di Jawa Tengah) sebagai daerah asal dari muslim pembangun masjid ini. bahkan kosa kata bahasa setempat begitu banyak kata serapan dari bahasa Jawa.
Kerusakan parah pada bangunan Masjid Kampung Laut setlah banjir tahun 1966. |
Belum lagi ada versi lain yang menyebutkan bahwa Raja Iman pendiri masjid ini adalah keturunan raja Sriwijaya yang melarikan diri ke Kelantan setelah kalah dalam perebutan kekuasaan di Sriwijaya bersama saudaranya. Agak membingunkan versi yang ini mengingat Sriwijaya bukanlah kerajaan Islam, lagipula pangeran dari Sriwijaya yang melarikan diri ke semenanjung adalah Prameswara, pendiri Kerajaan Malaka, di era yang berbeda.
Versi ke-empat, Masjid Kampung Laut dibangun oleh Sunan
Bonang dan Sunan Giri
Versi ini disampaikan oleh Ustadz Abdullah bin Muhammad yang
tinggal di Kampung Langgar Kota Bharu. Beliau mengatakan bahwa masjid ini
didirikan oleh dua orang wali songo yaitu Sunan Giri dan Sunan Bonang. Nama
asli Sunan Giri adalah Jaka Samudera atau Raden Paku atau Syaikh Maulana Ainul
Yaqin anak dari Syaikh Maulana Ishaq yang tinggal di gunung selangu. sedangkan
Sunan Bonang adalah Raden Makdum yang merupakan anak dari Sunan Ampel seperti
sudah disebutkan sebelumnya.
Masih ada infirmasi sejarah yang disampaikan oleh Abdul
Halim Nasir bahwa dahulunya di dekat lokasi asli masjid kampung laut di tepian
sungai Kelantan juga berdiri Istana Kota Kubang Labu yang dibangun oleh Tuan
Besar Long Bahar di tahun 1702. Istana ini kemudian menjadi pusat pemerintahan
Long Sulaiman pada tahun 1733, dan tahun 1756 Long Yunus telah menjadikannya
ibukota Kelantan, Kota Kubang Labu juga merupakan tempat bermulanya sistem
pengajian Islam yang dipelopori oleh Tuan Seikh Haji Halim di tahun 1780.
Di lokasi tersebut pernah ditemukan sekeping uang emas
bertuliskan aksara arab di kedua sisinya. di satu sisi bertulis "Al-Julus
Kelantan 577 (Hijriah)" dan sisi lainnya tertulis
"al-mutawakkil", tahun 577 Hijriah sama dengan tahun 1161 Masehi.
Dari fakta tersebut beliau berasumsi bahwa masjid Kampung Laut dibangun pada
era sebelum pemerintahan Long Yunus (1762-1794).
Namun sayangnya dari sekian banyak kajian sejarah yang
dilakukan terhadap sejarah awal Masjid Kampung Laut ini tak satupun yang dapat
memberikan tarikh pasti kapan dan oleh siapa Masjid Kampung Laut dibangun.
kajian sejarah yang telah dilakukan pada ahirnya berujung pada sebuah asumsi
dari temuan temuan yang di dapati.
Interior Masjid Kampung Laut. |
Sampai kini masyarakat setempat masih berpegang pada sejarah
tutur turun temurun yang menyebutkan bahwa masjid ini dibangun oleh Raja Iman
yang keturunannya kini masih eksis di Kelantan. Dan satu hal yang pasti bahwa
Masjid Kampung Laut Kelantan memang memilki kemiripan dengan Masjid Agung Demak
di Jawa Tengah dengan beberapa fitur perbedaan.
Perluasan Masjid Kampung Laut
Dari reka bentuknya masjid ini memang sangat mirip dengan
Masjid Agung Demak yang dibangun tahun 1401 saka atau 1479M (abad ke 15).
Masjid ini juga sangat mirip dengan Masjid Kuno Campa, Masjid Nat Tanjung dan
Masjid Wadi Hussein, dua masjid terahir berada di Thailand. Nama Kampung Laut
yang menjadi nama masjid ini diambil dari nama Kampung tempat dimana masjid ini
pertama kali berdiri sebelum dipindahkan ke lokasinya sekarang.
Dimasa pemerintahan Sultan Kelantan antara tahun 1859-1900
Masjid Kampung Laut menjadi tempat utama bagi Sultan dan para pemuka agama
Islam. Masjid ini juga menjadi pos perdagangan. Selama masa tersebut bangunan
masjid telah diperluas dan ditambahkan 20 pilar, bangunan menara dengan atap
limas bersusun tiga untuk muazin mengumandangkan azan, loteng, serambi, balai
balai dan tangki penampung air serta penggantian lantai masjid dengan kayu yang
berkualitas lebih baik.
Proses pembaharuan dan restorasi Masjid Kampung Laut kembali
dilaksanakan pada tahun 1988 – 1989 dengan memberikan sentuhan perbaikan pada
bagian bagian bangunan yang rusak termasuk penggantian dinding dinding kayu
yang lapuk, penggantian buah gutung (ornamen dekoratif di puncak tertinggi atap
limas masjid), pembangunan beberapa fasilitas pendukung termasuk beberapa saung
/ gazebo, toilet, tangki air dan pemasangan sambungan listrik dan air.
Keseluruhan proses restorasi tersebut menghabiskan dana RM 161.000 Ringgit
Malaysia.
Upacara serah terima Masjid Kampung Laut. Tuan Haji Hamdan sedang menyampaikan pidato di upacara serah terima masjid Kampung Laut kepada pemerintah Kelantan. |
Banjir Bandang dan Relokasi
Masjid Kampung Laut mampu bertahan dari dua banjir besar
yang melanda Negeri Kelantan di tahun 1926 yang terkenal dengan sebutan “bah
air merah” dan banjir besar di bulan Januari 1967. Banjir kedua di bulan
Januari 1967 telah merusak beberapa bagian masjid Kampung Laut yang berada
disisi sungai Kelantan.
Menyadari bahaya yang mengancam eksistensi masjid ini,
Persatuan Sejarah Malaysia bekerjasama dengan Pemerintah Kerajaan Negeri
Kelantan berencana memindahkan masjid ini ke tempat yang lebih aman dari
terpa’an banjir dan kondisinya yang sudah tidak memungkinkan untuk
mempertahankan masjid di lokasi aslinya dimana lahan tempatnya berdiri sudah
tergerus dan terus tergerus oleh arus sungai Kelantan.
Menindaklanjuti rencana tersebut di tahun 1968 Masjid
Kampung Laut di bongkar dengan hati hati bagian per bagian lalu dipindahkan ke
lokasinya yang sekarang di dalam kawasan kampus Yayasan Pengajian Tinggi Islam
Kelantan (Malaya Islamic University), Nilam Puri, di Kota Baru. Proses
pemindahan kemudian dilanjutkan dengan melakukan perbaikan terhadap keseluruhan
bangunan masjid.
Proses pemindahan dan pembangunan kembali masjid kampung
laut ini dimulai pada bulan November 1968 dipimpin langsung oleh Hamdan Sheikh
Tahir selaku ketua komunitas sejarah Malaysia (kini beliau menjabat
sebagai Tun dan Yang Dipertuan Negeri
Penang). Proses tersebut melibatkan kontraktor Hussein Bin Salleh dari Kampung
Bunut Payong, Kota Bharu. Dibawah supervisi Mohd Zain Awang Kechik.
Keseluruhan proses pemindahan dan pembangunan kembali tersebut selesai tahun 1970 menghabiskan dana sebesar RM 16.850 ringgit Malaysia. Dan pada tanggal 8 Mei 1970 diselenggarakan upacara serahterima Masjid Kampung Laut dari Ketua Persatuan Sejarah Malaysia, Hamdan bin Sheikh Tahir kepada pemerintah Kelantan dibawah pemerintahan Menteri Besar Kelantan saat itu, Datuk Asri Muda.
Menurut penuturan dari Salleh Muhammad Akib salah seorang
peneliti di museum Negara, ketika banjir atau bah air merah tahun 1926, mimbar
asli Masjid Kampung Laut ini telah dipindahkan ke Masjid Pasir Pekan yang juga
berada di Tumpat. Masih menurut beliau, kala itu dibutuhkan sebuah perahu
ukuran besar untuk mengangkut mimbar tersebut ke Masjid Pasir Pekan. Namun kini
ketika diminta kembali pengurus Masjid Pasir Pekan menolak untuk
mengembalikannya karena menurut mereka kala itu yang mereka lakukan justru
menyelamatkan mimbar tersebut.
Arsitektural Masjid Kampung Laut – Kelantan
Denah Masjid Kampung Laut nyaris berbentuk bujursangkar
sempurna dengan ukuran 74kaki X 71kaki ini memiliki dinding dengan pola yang
disebut pola “janda berhias” sementara ujung dari masing masing pilar kayu di
dalam masjid ini dihias dengan ukiran ukiran indah.
Masjid kampung laut dibangun dengan struktur atap limas bersusun tiga sama persis seperti struktur atap Masjid Agung Demak lengkap dengan empat sokoguru (empat tiang utama) di tengah masjid menopang struktur atap. bila sokoguru asli di Masjid Agung Demak bebentuk bundar, Empat tiang kayu di masjid Kampung Laut ini berbentuk tiang segi empat.
Bentuk atap limas seperti ini adalah arsitektural masa
sebelum Islam yang kemudian diserap ke dalam tradisi Islam dengan pemaknaan
yang berbeda. bila dalam ajaran leluhur menganggap bentuk atap limas sebagai gunungan,
sebagai tempat tertinggi, sebaliknya dalam tradisi Islam bentuk atap bersusun
tiga ini sebagai cerminan dari tiga unsur Islam yakni Iman, Islam, dan Ikhsan.
(baca warisan majapahit di masjid masjid kita).
Di ujung atap tertinggi Masjid Kampung laut juga di hias
dengan ornamen berukir, di pulau jawa biasa disebut sebagai mastaka, Masyarakat
melayu Kelantan menyebutnya dengan ornamen buah gutung. ornamen seperti ini
memang digunakan hampir dikeseluruhan masjid masjid tua Indonesia dengan
berbagai bentuk termasuk mastaka dalam bentuk daun simbar seperti yang dipakai
di puncak atap masjid Agung Sultan Palembang dan masjid masjid lainnya.
Masjid Kampung Laut di lokasi aslinya dulu dibangun
berbentuk rumah panggung dengan tiang yang cukup tinggi, mengingat lokasinya
yang berada di tepi sungai Kelantan,lagipula bentuk rumah panggung memang
bentuk bangunan tradisional khas melayu baik di semenanjung, pulau sumatera
hingga ke Kalimantan.
Bila Masjid Agung Demak kini berdinding batu bata, masjid Kampung laut masih mempertahankan dinding kayu berukir yang dalam tradisi melayu Kelantan disebut dengan corak dinding Janda Behias. Dinding corak janda berhias ini merupakan dinding berukir yang biasa dipakai di istana dan kediaman para sultan Kelantan.
Proses pembangunan masjid Kampung Laut mirip dengan
pembangunan Masjid Agung Demak dan Masjid Agung Kesepuhan Cirebon, dua masjid
tua pulau Jawa yang dibangun di era yang berdekatan. Pemasangan bahan kayu di
masjid masjid ini sama sekali tidak menggunakan paku tapi tapi menggunakan
pasak kayu untuk menyatukan setiap sambungan yang sudah dibentuk berpasangan
satu dan lainnya seperti kepingan puzzle.
Ukiran kayu di masjid ini memang indah dan merupakan ukiran
kayu yang dikerjakan dengan teliti oleh para pengukir yang memang ahli
dibidangnya. Menjadi lebih menarik karena kemudian arsitektural masjid Kampung
Laut ini diadopsi oleh bangunan bangunan pemerintah di Negeri Kelantan termasuk
gedung sektertariat pemerintahan Negeri Kelantan, kantor Menteri Besar Negeri
Kelantan dan kantor Departemen Agama Negeri Kelantan.
So, bila sedang ke Kelantan ada baiknya jangan lewatkan
kesempatan untuk singgah dan berkunjung ke masjid tua dan bersejarah bagi
perkembangan Islam di Negeri Kelantan, Malaysia dan Islam Nusantara ini.
Seperti halnya Masjid Agung Demak, Masjid Kampung Laut ini juga memiliki 'pendopo' disisi depan-nya. |
Keseluruhan proses pemindahan dan pembangunan kembali tersebut selesai tahun 1970 menghabiskan dana sebesar RM 16.850 ringgit Malaysia. Dan pada tanggal 8 Mei 1970 diselenggarakan upacara serahterima Masjid Kampung Laut dari Ketua Persatuan Sejarah Malaysia, Hamdan bin Sheikh Tahir kepada pemerintah Kelantan dibawah pemerintahan Menteri Besar Kelantan saat itu, Datuk Asri Muda.
Masjid kampung laut dibangun dengan struktur atap limas bersusun tiga sama persis seperti struktur atap Masjid Agung Demak lengkap dengan empat sokoguru (empat tiang utama) di tengah masjid menopang struktur atap. bila sokoguru asli di Masjid Agung Demak bebentuk bundar, Empat tiang kayu di masjid Kampung Laut ini berbentuk tiang segi empat.
Beberapa fitur khas di Masjid Kampung Laut. |
Bila Masjid Agung Demak kini berdinding batu bata, masjid Kampung laut masih mempertahankan dinding kayu berukir yang dalam tradisi melayu Kelantan disebut dengan corak dinding Janda Behias. Dinding corak janda berhias ini merupakan dinding berukir yang biasa dipakai di istana dan kediaman para sultan Kelantan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang berkomentar berbau SARA