Halaman

Minggu, 11 Desember 2011

Java Lane Mosque - Sri Lanka, dibangun oleh Tentara Resimen Melayu

Masjid Jalur Jawa. Java Lane Mosque Srilanka Colombo, kata Java disana merujuk kepada orang orang Jawa yang tinggal disana sejak masa penjajahan.

Masjid Melayu Java Lane atau resminya bernama Masjidul Jamiah, dikenal juga sebagai Java Lane Mosque atau Java Lane Military Mosque. Adalah masjid yang berdiri di ruas jalan Java Lane No. 1, Slave Island, jantung kota Kolombo. Kata “Java” pada nama jalan tersebut memang merujuk kepada etnis Jawa dan keturunannya yang banyak bermukim di daerah tersebut sejak masa penjajahan Belanda di Indonesia dan Sri Lanka. Java lane Mosque atau Masjidul Jamiah merupakan salah satu masjid milik muslim melayu di Sri Lanka.

Di kota Kolombo dan kota kota utama Sri Lanka lain nya memang terdapat muslim dari etnis melayu. Sebagian besar dari mereka adalah keturunan dari muslim melayu Indonesia dan sedikit dari Malaysia. Para leluhur mereka adalah para bangsawan Indonesia yang terdiri dari para Raja, Sultan, Hulu Balang, Ulama dan tokoh masyarakat di kerajaan kerajaan Indonesia yang menentang penjajahan Belanda di masa penjajahan, mereka kemudian ditangkap tentara Belanda lalu dibuang ke Sri Lanka bersama anggota keluarga mereka sebagai tahanan politik. Sementara muslim melayu dari Malaysia masuk ke Sri Lanka sebagai tentara dari resimen Melayu bentukan Belanda yang juga pernah menjajah Malaysia di Malaka dan sekitarnya.

Tahun berdirinya Masjid Java Lane ini ditulis dengan jelas di fasad depan masjid ini, 11 Februari 1921.

Muslim melayu Sri Lanka, kini telah menjadi bagian integral dari “etnis muslim” Sri Lanka bersama dengan muslim moor (arab) dan muslim India. Pemerintah Sri Lanka menggolongkan semua muslim Sri Lanka tanpa memandang latar belakangnya sebagai satu kesatuan etnis yang mereka sebut sebagai “etnis Muslim”. Muslim Moor adalah muslim keturunan arab menjadi muslim terbesar di Sri Lanka dengan rasio mencapai 92% dari sekitar 1.7 juta muslim di Sri Lanka. Disusul Muslim Melayu sekitar 5%, tersebar di berbagai kawasan di Sri Lanka dari Kota Kolombo Hingga ke semenanjung Jafna di Utara, ditambah muslim India dan etnis etnis lainnya termasuk muslim dari etnis Shinhala (etnis terbesar di Sri Lanka & mayoritas beragama Budha).

Kultur melayu masih dipertahankan secara turun temurun oleh muslim melayu di Sri Lanka, hingga kini mereka masih menggunakan bahasa melayu dalam kehidupan sehari hari diantara mereka. Nama nama tempat dalam bahasa melayu juga begitu banyak ditemui di Kolombo seperti “Melayu Street”, “Java Lane”, “Makam” (untuk menyebut pemakaman umum), “jalan Padang”, termasuk penggunaan kata Tuan untuk menyebut orang yang dihormati, dan lain lain.

Lokasi Masjid Melayu Java Lane – Kolombo, Sri Lanka

No. 1 Java Lane, Colombo 2, Colombo, SRI LANKA


Sejarah Masjid Melayu Java Lane – Kolombo, Sri Lanka

Masjid Melayu Java Lane dibangun tahun 1864 diatas lahan seluas kira kira 75 x 25 meter yang dibeli seharga Rs.2500 Ruppe Sri Lanka. Bangunan masjid nya sendiri seluas 89m2 dan di fungsikan sebagai masjid Jum’ah (masjid yang digunakan untuk sholat Jum’at, di Indonesia kita menyebutnya sebagai masjid jami’). Pembangunan masjid ini dilaksanakan oleh Anggota Resimen Melayu (disebut sebagai Orang Rejimen).

Pada mulanya anggota resimen melayu (orang regimen) merupakan jemaah Masjid Wekande di Kompannaveediya, mereka senantiasa melaksanakan sholat disana bergabung bersama masyarakat sipil melayu lainnya (orang priman). Namun di tahun 1869 terjadi perselihan antara orang regimen dengan orang priman. Perselihan ini memang tak jelas asal muasalnya. Kepengurusan masjid Wekande secara turun temurun dipegang oleh keluarga Latif, dan muslim dari resimen melayu (orang regimen) mendukung hal tersebut. Namun kemudian terjadi perpecahan ketika terpilihnya khatib baru bernama Taiban yang bukan dari keluarga Latif.

Mihrab dan mimbar Masjid Java Lane. Terlihat juga sokoguru masjid yang terbuat dari kayu.

Warga sipil (orang priman) jemaah masjid Wekande mendukung penuh khatib baru ini sementara orang regimen kemudian malah memboikot pelaksanaan sholat Jum’at di Masjid Wekande (mungkin sebagai bentuk protes). Tak sampai disitu, orang regimen kemudian mendirikan masjid sendiri di Java Lane bagi peribadatan mereka yang lokasinya tak seberapa jauh dari Masjid Wekande di Kompannaveediya. Perselihan tersebut kemudian berahir dengan sendirinya di tahun 1886 seiring wafatnya Khatib Taiban yang kontoversial tersebut. Dan ditahun tersebut itu pula terjadi rekonsiliasi antara orang regimen dan orang priman.

Sumber lain menyebutkan bahwa pada hari Jum’at dimana orang regimen disebut melakukan boikot tadi, sebenarnya bukanlah boikot yang sebenarnya, tapi pada hari tersebut Khatib Taiban menyelenggarakan sholat Jum’at tanpa kehadiran orang regimen yang datang terlambat ke masjid. Apapun penyebab perselisihan teresebut, yang pasti, sejak itu hingga kini Slave Island memiliki dua masjid Jami’ sekaligus di lokasi yang berdekatan.

Pengembangan Masjid Melayu Java Lane dilaksanakan oleh Abdul Hameed Bahar, Baba Ounus Saldin, Ahamat Bahar, Subedar Adjutant Jumat, Baba Deen Borham. Merela melakukan pertemuan dan kemudian membentuk Pensioners and General fund untuk mendanai perluasan Masjid kecil milik mereka. Masjid tersebut keudian juga dikenal sebagai “pensioners Mosque”, “masjid para pensiunan”

Mihrab dan Mimbar Masjid Java Lane dari sudut depan.

Masjid tersebut kemudian menjalani fungsi nya seara penuh sebagai masjid jami’ untuk penyelenggaraan sholat Jum’at dan kemudian dikenal dengan nama Masjidul Jamiah. Hal yang menarik dari masjid ini pada awalnya adalah ketika anggota resimen melayu (orang regimen) yang hendak sholat Jum’at di masjid ini mengenakan seragam kebesaran ketentaraan resimen melayu mereka, lengkap dengan segala asesorisnya, tak sampai disitu mereka juga mengadakan seremonial ala militer diiringi band militer sebelum semua ritual sholat Jum’at diselenggarakan, dari tradisi itu kemdian lahir sebutan “Malay Military Mosque “ (Masjid Militer Melayu) untuk masjid ini.

Arsitektural Masjid Melayu Java Lane – Kolombo, Sri Lanka

Ukuran masjid ini terbilang tidak terlalu besar untuk sebuah masjid Jami’. Bangunanya sederhana namun elegan dalam sentuhan elemen arsitektural era colonial. Fasad masjid ini merupakan bagian paling asli dari masjid yang diperbaiki tahun 1921. Di bagian atap masjid dilengkapi dengan bentuk kubah sebagai simbol universal bangunan masjid. Pada awalnya masjid ini hanya berupa bangunan masjid satu lantai dengan daya tampung tak lebih dari 100 jemaah saja. Baru pada tahun 1921 dibangun lantai dua masjid ini.

Mimbar dan mihrab di dalam masjid sudah ada sejak pertama kali masjid dibangun. Disisi atas mihrab masjid ini dihias dengan kaligrafi Al-Qur’an. Untuk keperluan bersuci, masjid Melayu Java Lane juga dilengkapi dengan area tempat wudhu, tempat wudhu yang ada sekarang sudah diperluas dari aslinya. Dari sisi sejarah bangunan masjid ini jelas memilki nilai sejarah yang sangat tinggi karena nya perlu untuk dilestarikan keberadaannya sebagai sebuah warisan bersama, sebagai salah satu keanekaragaman warisan sejarah daerah Slave Island, Kolombo dan Sri Lanka secara keseluruhan.

Nama resmi masjid ini adalah Masjidul Jamiah, namun lebih dikenal sebagai Java Lane Mosque karena lokasinya yang berada di Java Lane nomor 1, kota Kolombo.

Tokoh tokoh Muslim Melayu Sri Lanka terkemuka

Beberapa dari muslim Melayu Sri Lanka sudah masuk dalam jajaran pemerintahan sejak masa penjajahan inggris. ‘Etnis Muslim’ Sri Lanka yang pertama kali masuk ke dalam jenjang tertinggi di kehakiman berasal dari muslim melayu bernama Almarhum (Hakim) M.T. Akbar. Beliau juga merupakan melayu muslim pertama yang menduduki jabatan di dewan perwakilan Sri Lanka. Beliau juga yang pertama kali memperkenalkan peraturan pernikahan dan perceraian serta peraturan tentang wakaf di Sri Lanka.

‘Etnis muslim” pertama yang masuk ke dalam jajaran kabinet di era kemerdekaan Sri Lanka, juga berasal dari Muslim Melayu, beliau adalah Almarhum Dr. Tuan Burhanudin Jayah. Beliau wafat di Madinah (Saudi Arabia) dalam perjalanan dinas guna mempersiapkan tempat tinggal bagi calon jemaah haji Sri Lanka. Jenazah beliau kemudian di makamkan di Jannathul Bakki di Madinah. Jenazahnya di sholatkan di dua Masjid suci sekaligus : Masjid Nabawi di Madinah dan juga di Masjidil Harram di Mekah atas permintaan langsung dari Raja Saudi Arabia selaku penjaga dua masjid suci.

Almarhum Dr. Tuan Burhanudin Jayah semasa hidupnya juga dikenal sebagai seorang diplomat ulung dan pionir pendidikan bagi muslim Sri Lanka. Beliau juga merupakan tokoh utama yayasan pendidikan Islam Zahira College di Kolombo selama bertahun tahun. Selama masa itu juga begitu banyak berdiri lembaga pendidikan Islam diberbagai kota utama Sri Lanka dimana terdapat komunitas muslim-nya. Zahira College masih eksis hingga kini sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Sri Lanka dan menjadi salah satu sekolah paling bergengsi di negeri itu. Selain Masjid Java Lane dan Masjid Wekande di Kompannaveediya, Muslim melayu Sri Lanka juga mendirikan masjid masjid di berbagai tempat termasuk di dalamnya adalah Masjid melayu Bogambara di Kandy, Masjid Akbar, Masjid Melayu di Kurunegala, Masjid Maradana dan lain lain.***

Foto Foto Java Lane Mosque

Ukuran masjid ini memang tak terlalu luas, untuk sarana lainnya bersebelahan dengan ruang utama.
Wujud asli masjid ini sulit untuk difoto karena lokasinya yang terhimpit diantara bangunan disekitarnya.
Gerbang masuk masjid dari jalan raya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA