|
Masjid Lama Negeri Sarawak (Old Sarawak State Mosque) kini dikenal sebagai Masjid Bandaraya Kuching (Kuching City Mosque). |
Sarawak memiliki dua Masjid
Negeri. Ini terjadi karena pemerintahan Negeri Sarawak membangun kawasan pusat
pemerintahan baru di Petra Jaya, termasuk membangun Masjid Negeri yang baru.
Fungsi sebagai masjid Negeri Sarawak telah dipindahkan ke Masjid Negeri Sarawak
(Sarawak State Mosque) yang baru di kawasan Petra Jaya tersebut.
Masjid Lama Negeri Sarawak kini
dikenal dengan nama Masjid Bandaraya Kuching (Kuching City Mosque) menjalankan
tugasnya sebagai Masjid Negeri Sarawak (Sarawak State Mosque) sejak diremikan
ditahun 1968 hingga tahun 1990.
Meski sudah tidak lagi berstatus
sebagai Masjid Negeri, Masjid lama ini masih menjadi tanggung jawab dari Lembaga
masjid negeri dan tentu saja masih menjalankan fungsinya sebagai masjid.
Istilah dan fungsi “Masjid Negeri” di Malaysia mirip dengan istilah dan fungsi “Masjid
Agung Provinsi” di Indonesia.
Masjid Lama Negeri Sarawak (Masjid
Bandaraya Kuching)
332, Jalan Datuk Ajibah Abol,
Kampung No3, 93400 Kuching, Sarawak, Malaysia
Sarawak atau Negeri Sarawak
adalah salah satu dari dua Negara bagian Malaysia yang terletak di bagian barat
pulau Kalimantan berbatasan langsung dengan Propinsi Kalimantan barat disebelah
selatan, Kalimantan Timur disebelah timur, sedangkan kawasan lautnya disebelah
barat berbatasan langsung dengan Propinsi Kepulauan Riau. Negeri Sarawak
beribukota di Bandaraya Kuching.
Sungai Sarawak yang membelah
Bandaraya Kuching sudah menjadi salah satu ikon bagi kota ini. Nama Kuching
sendiri menurut berbagai sumber memang diambil nama hewan kucing. Konon pada
masa lampau ketika kawasan itu masih berupa belantara ada banyak kucing hutan
yang berkeliaran di kawasan disekitar sungai tersebut.
Sejarah Masjid Lama Negeri
Sawarak
Di abad ke 19 Sarawak merupakan
bagian dari kesultanan Brunai namun kemudian dihadiahkan kepada seorang
pengembara Inggris James Brooke atas jasanya menumpas pemberontakan di kawasan
tersebut. James Brooke diangkat menjadi gubernur Sarawak pada 24 September 1841
dan diberi gelar Rajah oleh Sultan Brunei pada 18 Agustus 1842.
|
Kilasan sejarah Masjid Lama Negeri Sarawak, kini menjadi Masjid Bandaraya Kuching. |
Brooke hanya menguasai wilayah
Sarawak yang paling barat, di sekitar Kuching. Kenyataan berikutnya Brooke
menjadikan Sarawak sebagai kerajaan Pribadi dengan Kuching Sebagai ibukota pemerintahannya.
Ia berkuasa hingga kematiannya pada 1868. Dan diteruskan oleh anggota
keluarganya yang berkuasa hingga tahun 1946.
Pengganti James antara lain
sepupunya, Charles Anthony Johnson Brooke, dan anak Anthoni, Charles Vyner
Brooke. Wilayah yang dikuasai oleh keluarga Brooke semakin luas, dengan
menguasai wilayah yang tadinya milik Brunei hingga Brunei hanya menguasai
sungai strategis dan benteng di kawasan pesisir, Brookes sebenarnya telah
merampas tanah para pejuang Muslim dan suku lokal. Dinasti Brooke memerintah
Sarawak selama satu abad dan dijuluki "Rajah Putih",
Jepang menyerbu Sarawak pada 1941
dan menguasainya selama Perang Dunia II berlangsung hingga pasukan Australia
menguasainya pada 1945. Rajah secara resmi menyerahkan Sarawak kepada Britania Raya
pada 1946, di bawah tekanan istrinya dan kalangan lain-nya. Namun Anthony tidak
mengakui kedaulatan Sarawak di bawah Britania Raya. Kaum Melayu sangat menolak
upaya kekuasaan Britania terutama dengan membunuh gubernur Britania Raya pertama
di Sarawak.
|
Hamparan pekuburan tua kaum muslimin tampak di pekarangan masjid. |
Sudah menjadi catatan sejarah
bahwa Sarawak dan Sabah pernah menjadi pusat perseteruan antara Malaysia dan
Indonesia semasa kepemimpinan Bung Karno, ketika Bung Karno menggelorakan
semangat Ganyang Malaysia untuk memasukkan Sabah dan Sarawak ke dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesa. Sarawak menjadi lokasi utama saat Konfrontasi
berlangsung pada 1962 hingga 1966. Sarawak menjadi sebuah negara bagian
berstatus otonomi di bawah federasi Malaysia pada 16 September 1963 walaupun
sebelumnya sebagian penduduknya menolak rencana ini.
Bangunan masjid pertama
dibangun tahun 1847
Masjid Bandaraya Kuching merupakan
masjid pertama yang dibangun di Sarawak. Pertama kali dibangun tahun 1847 atau
6 tahun setelah pengangkatan James Brooke sebagai Gubernur Sarawak oleh Sultan
Brunai. Masjid pertama ini dibangun oleh tokoh masyarakat melayu Sarawak Datuk
Patinggi Ali dalam bentuk yang sangat sederhana, berbahan kayu, berdinding
papan dan beratap limas dari kayu bulian.
Imam pertama di Masjid Negeri
Sarawak ini sejak tahun 1847 hingga tahun 1890 adalah Datuk Patinggi Haji Abdul
Gafur yang merupakan menantu dari Datuk Patinggi Ali. Tugas sebagai imam
diteruskan oleh imam kedua, Datuk Bandar Haji Bolhassan, putra dari Datuk
Patinggi Ali. Imam ketiga masjid ini adalah Datuk Imam Abdul Karim dan
dilanjutkan oleh imam ke –empat, Abang Haji Mataim yang juga putra Datuk
Patinggi Ali.
|
Masjid Lama Negeri Sarawak (Masjid Bandaraya Kuching) dari arah Sungai Sarawak. Tampak beberapa kendaran konstruksi sedang beroperasi disana merapikan tepian sungai. |
Renovasi Tahun 1880
Seiring dengan pertumbuhan
penduduk di kawasan tersebut masjid yang ada sudah tak lagi mampu menampung
jemaah yang terus bertambah. Tahun 1880 masjid tersebut mengalami renovasi dan
mulai dibangun dengan tiang cor dan lantai semen. Bentuk masjid yang sudah di
beton ini masih dengan atap limas bersusun dari bahan kayu bulian. Atap limas
seperti layaknya masjid masjid di Indonesia itu bertahan hingga tahun 1920-an.
Renovasi tahun 1929 – 1930
Tahun 1929 para tokoh Islam, para
datuk dan masyarakat Muslim dengan bantuan dari Gubernur Brooke, melakukan
renovasi dan perbaikan terhadap masjid ini. Renovasi tahun 1929 ini menambahkan
kubah di atap masjid dengan sentuhan eropa menggantikan satu tingkat dari 3
atap limasnya. Renovasi tersebut juga mengganti pintu pintu masjid dengan pintu
pintu dan jendela jendela besar khas bangunan Eropa. Keseluruhan renovasi itu
selesai tahun 1930. Bangunan hasil renovasi tahun 1929-1930 ini bertahan hingga
tahun 1967
Pembangunan Masjid Tahun
1967-1968
Tahun 1958 Badan Lembaga Amanah
Kebajikan Masjid Besar Kuching yang kala itu jabatan presidennya dipegang oleh
Mufti Sarawak Tuan Haji Yusof Shibli, membentuk Jawatan Kuasa Tabung Derma
Lembaga Amanah Kebajikan Masjid Besar Kuching dengan setiausaha-nya
dipercayakan kepada Ustazd Haji Abdul Kadir Hassan untuk mengumpulkan dana bagi
perbaikan masjid. Lembaga amal ini berhasil mengumpulkan dana sebesar RM 30,000
Ringgit dari kaum muslimin Sarawak.
|
Ruang sholat utama Masjid Lama Negeri Sarawak (Masjid Bandaraya Kuching) |
Jumlah tersebut masih jauh dari
cukup untuk membangun sebuah bangunan masjid baru yang lebih besar. Tahun 1964
Yang Berbahagia.Datuk Abang Haji Sapuani, P.N.B.S dipilih menjadi Yang dipertuan
Lembaga Amanah Kebajikan Masjid Besar Kuching, beliau beserta para staf nya
bertekad melanjutkan usaha untuk membangun masjid ini. Beliau tidak saja
mengumpulkanan dana dari kaum muslimin tapi dari seluruh warga. Ketika itu
dibentuklah Jawatan Kuasa Kerja Tabung Derma Masjid yang diketuai oleh Yang
Berbahagia Datuk Abang Haji Maszuki Nor. P.N.B.S.
Bulan Februari 1966 Yang Teramat
Mulia Tunku Abdul Rahman Putra Al-Haj, Perdana Meteri pertama Malaysia di
undang untuk melakukan peletakan batu pertama proses renovasi Masjid Besar
Kuching. Ketika tiba di lokasi Tunku Abdul Rahman menganggap bahwa bangunan
masjid yang ada sudah tidak layak untuk jadi Masjid Negeri Sarawak dan beliau
mengusulkan untuk mengganti bangunan masjid tersebut dengan bangunan masjid
baru yang lebih reresentatif.
Rencana tersebut diterima dengan
baik oleh para tokoh muslim Sarawak meski untuk proses pembangunan tersebut
diperkitakan membutuhkan dana sekitar 1 juta ringgit Malaysia, dana yang cukup
besar kala itu. Setahun kemudian di tahun 1967 bangunan masjid yang lama
dirobohkan menggunakan bom. Dan proses pembangunan masjid baru pun dimulai.
|
Interior lantai kedua Masjid Lama Negeri Sarawak (Masjid Bandaraya Kuching) |
Diresmikan Sebagai Masjid
Negeri Sarawak
Tahun 1968 sebuah bangunan masjid
baru dengan arsitektur yang sama sekali berbeda dengan masjid sebelumnya sudah
berdiri megah di atas teratak bangunan lama. Bangunan masjid baru ini
diresmikan oleh Yang di-Pertuan Agung Malaysia pada tanggal 20 Oktober 1968
sebagai Masjid Negeri Serawak. Bangunan hasil pembangunan tahun 1967-1968
inilah yang kini masih berdiri kokoh hingga hari ini.
Masjid Besar Negeri Sarawak yang
baru ini mampu menampung jemaah hingga 4000 orang sekaligus. Kawasan masjid ini
seluas 4 hektar, bangunan nya berada satu kawasan dengan Prasasti peringatan
perang, Kantor Penerangan Malaysia, Rumah sakit dan kantor kantor pemerintahan
lain nya. Kala itu tak jauh dari masjid ini juga berdiri Hotel Arif milik
seorang pengusaha bumiputra, serta taman bermain. Masjid ini dilengkapi dengan
lapangan parkir yang cukup luas. Disekiling masjid ini merupakan pemakaman
muslim sejak pertama masjid ini berdiri di tahun 1847. Sedangkan di sisi
belakang masjid mengalir tenang sungai Sarawak.
Sumber pendanaan pembangunan
masjid ini sebagian besar berasal dari pemerintah pusat Malaysia di Kuala
Lumpur. Dana awal sebesar RM. 250,000. Sumbangan dari Perdana Menteri pertama
Malaysia Tunku Abdul Rahman sebesari RM. 100,000. Sumbangan dari Wakil Perdana
Menteri Malaysia Tun Abdul Razak sebesar RM. 150,000. Jumlah keseluruhan dana
dari pemerintah pusat Malaysia sebesar RM. 500,000. Ditambah dengan dana dari
masyarakat dan pemerintah negeri Sarawak.
|
Dari balik pohon pohon kelapa. |
Arsitektur Masjid Lama Negeri
Sarawak
Aroma arsitektur India sangat
terasa di masjid ini. menara menara kecil lansing, menyatu dengan bangunan
utama masjid, kubah bentuk bawang di puncak bangunan utama masjid, menghadirkan
suasana bangunan bangunan dinasti mughal Indida di tanah melayu Malaysia Timur.
Disamping kubah utama terdapat empat lagi kubah bawang dengan ukuran lebih kecil
di atap masjid ini mengitarai kubah utam. Empat menara ramping di kempat
penjuru bangunan utama masjid. Ditambah lagi empat menara di masing masing
mengapit dua pintu utama sisi kiri dan kanan masjid.
Sentuhan Eropa pada bangunan
masjid sebelumnya yang selesai dibangun tahun 1880 sama sekali menghilang dari
bangunan baru ini. Kesemua kubah yang ada di cat dengan warna ke emasan. Warna
ke emasan dalam tradisi melayu merupakan perlambang kemakmuran, kebesaran dan
kemegahan. Itu sebabnya kebanyakan kesultanan Melayu menggunakan warna emas
atau warna kuning sebagai warna kebesaran. Meski fungsi sebagai masjid negeri
sudah beralih ke Masjid Negeri di Petra Jaya namun masjid ini masih menjalankan
fungsinya sebagai tempat ibadah utama bagi muslim di kawasan tersebut.
|
Nisan nisan kuburan tua di pekarangan masjid. |
Pengelolaan Lama Negeri
Sarawak
Masjid Lama Negeri Sarawak
(Masjid Bandaraya Kuching) dikelola oleh Lembaga Amanah Kebajikan Masjid Negeri
Sarawak (LAKMNS), lembaga ini didirikan tahun 1958 dengan nama Lembaga Amanah
Kebajikan Masjid Besar Kuching. Lembaga ini dikukuhkan sebagai badan hukum
dengan nama The Masjid Besar (Kuching) Charitable Trust tahun 1960.
7 Januari 1981 lembaga tersebut
berubah menjadi Masjid Negeri Sarawak Charitable Trust atau Lembaga Amanah Kebajikan
Masjid Negeri Sarawak. 19 Mei 1994 permohonan untuk pengesahan dari parlemen
diajukan ke Parlemen Sarawak (Dewan Undangan Negeri) dan pada 3 Juni 1994 Dewan
Undangan Negeri mengesahkan peraturan baru tentang lembaga lembaga sosial di
Sarawak.
Peraturan baru itu memberikan
peluang bagi lembaga lembaga sosial termasuk LAKMNS untuk membentuk badan usaha
dan turut serta berkecipung dalam bidang ekonomi. Tentu saja hal ini memberikan
implikasi positif bagi perkembangan lembaga lembaga Islam yang sudah berbadan hukum
di seluruh Negeri Sarawak.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang berkomentar berbau SARA