Halaman

Minggu, 30 Oktober 2011

Masjid Agung Sumenep, Pulau Madura – Jawa Timur

Masjid Agung Sumenep dengan  gapuranya yang melegenda.

Masjid Agung Sumenep, dulunya disebut masjid Jami’ Sumenep, berada di tengah tengah kota Sumenep, menghadap ke taman Kota, dengan gerbang besar yang unik, pintu kayu kuno, berdiri kokoh menghadap matahari terbit. Masjid yang sudah berusia ratusan tahun masih berdiri kokoh, menjalankan fungsingya dengan baik dan menjadi salah satu penanda kota Sumenep.

Tentang Sumenep - Madura

Sumenep merupakan salah satu kabupaten di provinsi Jawa Timur, Lokasinya berada di ujung timur pulau Madura. Kabupaten Sumenep memiliki luas wilayah 2.093,45 km² dan populasi ±1 juta jiwa. Beribukota kota di Kota Sumenep. Kabupaten Sumenep selain terdiri wilayah daratan di pulau Madura juga terdiri dari berbagai pulau di Laut Jawa, keseluruhan pulaunya berjumlah 126 pulau.

Peta wisata kabupaten SUmenep klik untuk memperbesar
Sejarah Sumenep dimulai sejak dilantiknya Arya Wiraraja sebagai Adipati pertama Kadipaten Sumenep dibawah kekuasaan Kertanagara dari kerajaan Singosari pada tanggal 31 Oktober 1269. Arya Wiraraja merupakan sosok dibalik jatuh bangunnya beberapa kerajaan di tanah jawa termasuk Singosari, Gelang Gelang, Kediri dan Sumenep sebelum kemudian mendirikan kerajaan Majapahit bersama dengan Raden Wijaya.

Sejak dilantiknya Arya Wiraraja sebagai adipati pertama Sumenep, ada 35 Adipati yang telah memimpin kerajaan Sumenep. Dan di era NKRI  ini telah dipimpin oleh 14 Bupati yang pernah memerintah Kabupaten Sumenep. Tanggal 31 Oktober kemudian diperingati setiap tahun sebagai hari jadi kabupaten Sumenep.  

Islam di Sumenep

Merujuk kepada mediamadura.wordpress.com, penyebar  agama Islam di Sumenep adalah Syayyid Ahmadul Baidhawi atau yang dikenal dengan Pangeran Katandur sekitar pemerintahan Pangeran Lor dan Pangeran Wetan atau sekitar tahun 1550-an. Jauh sebelumnya atau sekitar tahun 1400-an ada juga ulama penyebar agama Islam yang bernama Raden Bindara Dwiryopodho dikenal dengan nama Sunan Paddusan, namun menurut cerita para pengamat sejarah masih ada penyiar agama Islam yang lebih awal di Sumenep, yakni sekitar pemerintahan Panembahan Joharsari  (Adipati Sumenep kelima, memerintah 1319-1331). Masih menurut sumber yang sama, Panebahan Joharsari merupakan Raja Sumenep pertama yang memeluk Islam. (lihat bagan hubungan antara Pangeran Katandur dengan Adipati Sumenep).

Masjid Agung Sumenep dipotret antara tahun 1890-1917.

Namun bila merunut perjalanan Islam di Sumenep, ada jeda waktu cukup lama antara masa pemerintahan Panebahan Joharsari (Adipati Sumenep ke lima, 1319-1331) hingga berdirinya masjid Laju di masa pemerintahan Pangeran Anggadipa (Adipati Sumenep ke 21, 1626-1644 M). apakah di kurun waktu tersebut belum ada masjid ? atau pelaksanaan ibadah sholat berjamaah dilaksanakan di kraton ?. Wallohua’lam bisshawab.

Masjid Agung Sumenep - Madura

Berdiri menghadap alun alun kota Sumenep Masjid Agung Sumenep yang dulunya disebut masjid Jami, menjadi salah satu penanda kota Sumenep. Usianya yang sudah ratusan tahun namun masih berdiri megah menjadikannya sebagai salah satu warisan sejarah masa lalu sekaligus memberikan kebanggaan tersendiri bagi warga Sumenep.

Secara administrative Masjid Agung Sumenep masuk dalam desa Bangselok, Kecamatan Kota Sumenep, Kabupaten Sumenep, Propinsi Jawa Timur. Masjid ini seluas 100m x 100m dilengkapi dengan bangunan sekretariat, bangunan pesanggrahan kiri dan kanan, bangunan toilet dan tempat wudhu serta tempat parkir.


Sejarah Masjid Agung Sumenep - Madura

Masjid Agung Sumenep dibangun setelah selesainya pembangunan Kraton Sumenep, pembangunan masjid ini digagas oleh Adipati Sumenep ke 31, Pangeran Natakusuma I alias Panembahan Somala (berkuasa tahun 1762-1811 M). Adipati yang memiliki nama asli Aria Asirudin Natakusuma ini, sengaja mendirikan masjid yang lebih besar, untuk menampung jemaah yang semakin bertambah. Bangunan masjid yang ada saat itu dikenal dengan nama Masjid Laju, dibangun oleh adipati Sumenep ke 21 Pangeran Anggadipa (berkuasa tahun 1626-1644 M) sudah tak lagi memadai kapasitasnya untuk menampung jemaah.

Pembangunan masjid Agung Sumenep di arsiteki oleh Lauw Piango, arsitek yang sama yang menangani pembangunan kraton Sumenep. Lauw Piango adalah cucu dari Lauw Khun Thing yang merupakan satu dari enam orang China yang mula-mula datang dan menetap di Sumenep. Ia diperkirakan pelarian dari Semarang akibat adanya perang yang disebut ‘Huru-hara Tionghwa’ (1740 M). proses pembangunan masjid dimulai tahun 1198 H (1779M) dan keseluruhan proses pembangunannya selesai pada tahun 1206H (1787M). Terhadap masjid ini Pangeran Natakusuma berwasiat yang ditulis pada tahun 1806 M, bunyinya sebagai berikut;

“Masjid ini adalah Baitullah, berwasiat Pangeran Natakusuma penguasa di negeri/keraton Sumenep. Sesungguhnya wasiatku kepada orang yang memerintah (selaku penguasa) dan menegakkan kebaikan. Jika terdapat Masjid ini sesudahku (keadaan) aib, maka perbaiki. Karena sesungguhnya Masjid ini wakaf, tidak boleh diwariskan, dan tidak boleh dijual, dan tidak boleh dirusak.”

Masjid Agung Sumenep.

Arsitektural Masjid Agung Sumenep - Madura

Arsitektural masjid Agung Sumenep sepertinya memang sengaja dirancang oleh Arsiteknya waktu itu dengan menggabungkan berbagai unsur budaya. Arsiteknya yang ber-etnis Tionghoa turut menorehkan unsur budaya China pada seni bina bangunan masjid ini. Seni Arab, Persia, Jawa, India dan China menjadi satu kesatuan utuh pada bangunan masjid Agung Sumenep ini.

Bangunan utama masjid di tutup dengan atap limas bersusun. Atap limas bersusun atau berundak, susunan atap seperti ini selain merupakan ciri khas bangunan di tanah jawa yang menggunakan atap joglo tapi juga merupakan bentuk atap yang banyak dipakai pada bangunan klenteng yang biasa menggunakan atap bersusun. Di ujung tertinggi atap bangunan dipasang mastaka berbentuk tiga bulatan.

Interior Masjid Agung Sumenep.

Gerbang utama yang dibangun di masjid ini banyak di pakai di bangunan bangunan penting negeri China dan India, di dua negeri itu bangunan gerbang tidak semata mata sebagai pintu masuk utama tapi juga merupakan pos penjagaan. Bangunan ini cukup besar dan megah, dengan ruangan di atasnya, bisa jadi pada jamannya ruang ini merupakan tempat menyimpan beduk dan kentongan serta tempat muazin mengumandangkan azan. Sehingga wajar bila kemudian ruang di atas gerbang ini yang difungsikan layaknya menara. Gerbang masjid Agung Sumenep ini benar benar menyita perhatian karena bentuknya yang begitu besar dan megah. Jangan lupa bahwa masjid masjid awal di tanah air memang tidak dilengkapi dengan menara.

Ukiran jawa dalam pengaruh berbagai budaya menghiasai 10 jendela dan 9 pintu besarnya. Bila diperhatikan dengan seksama, ukiran ukiran yang ada di pintu utama masjid ini sangat kental pengarus budaya China, dengan penggunaan warna warna cerah. Ukiran dengan nada yang serupa akan banyak di jumpai di daerah Palembang yang seni arsitekturalnya juga dipengaruhi cukup kuat oleh budaya China. Disamping pintu depan mesjid sumenep terdapat jam duduk ukuran besar bermerk Jonghans, diatas pintu tersebut terdapat prasasti beraksara arab dan jawa.

Mimbar dan Mihrab Masjid Agung Sumenep.

Sentuhan budaya China terasa lebih kental pada mihrab masjid. Uniknya masjid ini memiliki dua mimbar disisi kiri dan kanan mihrabnya. Hiasan keramik porselen warna biru cerah dengan corak floral mendominasi dua mimbar dan mihrab di masjid ini. Dilihat dari coraknya kemungkinan besar keramik porselen tersebut di import dari daratan China. Bangunan bersusun dengan puncak bagian atas menjulang tinggi mengingatkan bentuk-bentuk candi yang menjadi warisan masyarakat Jawa. Kubah berbentuk tajuk juga merupakan kekayaan alami pada desain masyarakat Jawa.

Sekitar tahun 90-an masjid ini mengalami pengembangan, dengan renovasi pada pelataran depan, kanan dan kirinya, dengan sama sekali tidak mengubah bangunan aslinya.  Didalam mesjid terdapat 13 pilar yang begitu besar yang mengartikan rukun solat. Bagian luar terdapat 20 pilar. Dan 2 tempat khotbah yang begitu indah dan diatas tempat Khotbah tersebut terdapat sebuah pedang yang berasal dari Irak. Awalnya pedang tersebut terdapat 2 buah namun salah satunya hilang dan tidak pernah kembali.***

5 komentar:

  1. Sangat penting dikembangkan info masjid di seluruh Indonesia, apalagi spicifik menampilkan masjid-masjid bersejarah, baik yang dikenal maupun yang belum dikenal.

    BalasHapus
  2. Masjid agung ini sangat bagus arsitekturnya, beberapa kali saya pernah kesana dan melihat langsung bangunan peninggalan sejarah ini..

    BalasHapus
  3. bagus ya masjid nya,semoga dengan bagus masjidnya banyak yang sholat berjamaah di masjid.

    BalasHapus

Dilarang berkomentar berbau SARA