Halaman

Senin, 09 Mei 2011

Masjid Luar Batang, Penjaringan, Jakarta

Komplek Masjid Luar Batang.

Wilayah Luar Batang tak terpisahkan dari sejarah kota Jakarta. Di tempat ini berdiri masjid yang berada di daerah Pasar Ikan, Jakarta Utara. Di masjid ini dimakamkan seorang ulama bernama Alhabib Husein bin Abubakar bin Abdillah Al 'Aydrus, ulama besar tanah Betawi yang wafat pada tanggal 24 Juni 1756. Nama masjid ini diberikan sesuai dengan julukan Habib Husein, yaitu Habib Luar Batang. Masyarakat sekitar dan para peziarah bahkan menyebut masjid ini sebagai masjid keramat Luar Batang. Lokasinya tidak jauh dari benteng  (kastil) VOC daerah pelabuhan.

Jalan Luar Batang V berada sekitar 300 meter dari jalan utama, berada dalam gang sempit yang hanya memuat 2 mobil yang harus berjalan pelan. Bus rombongan harus memutar agak menjauh lewat jalur belakang yang sepi dan becek terkena air pasang laut. Sementara pemukiman miskin dan super padat mengepung lokasi masjid. Salah satu akibatnya, saat banjir menerjang Jakarta 2007 dan gelombang laut pasang awal 2008, tim pemadam kebakaran kesulitan memompa air  yang sempat merendam masjid hingga sebatas dada orang dewasa. Dibutuhkan waktu sehari untuk menguras banjir tersebut.

Alamat dan Lokasi Masjid Luar Batang

Jalan Luar Batang V RT 4/3 No. 1
Kampung Luar Batang, Kelurahan Penjaringan
Kecamatan Penjaringan, Kota Jakarta Utara, DKI Jakarta 14440




Mengenal Habib Luar Batang

Sayid Husein Bin Abu Bakar Bin Abdillah Al-laydrus atau Habib Husein atau Habib Luar Batang merupakan seorang ulama yang berasal dari Hadramaut, Yaman. Ketika tiba di daerah Luar Batang yang kala itu masih berupa rawa-rawa, salah satu ujung Jakarta, di tepi laut Jakarta yang dekat dengan Pelabuhan Sunda Kelapa, pelabuhan Internasional tempat kapal saudagar dari seluruh penjuru dunia menambatkan perahu, gerbang Batavia waktu itu.

Suatu malam, Habib Husein dikejutkan dengan kedatangan seseorang yang basah kuyup. Ternyata, ia seorang Tionghoa yang sedang dalam pengejaran tentara VOC. Habib pun menampung orang ini dalam musholahnya. Siangnya, tentara VOC mendatangi musholah tersebut untuk menangkap sang pelarian. Tapi, Habib Husein mencegah. “Aku akan melindungi tawanan ini dan akulah sebagai jaminannya," tegas Habib begitu lantang.

Mendapati ketegasan dari seorang yang berpengaruh di daerah itu, tentara VOC pun mengalah. Haru dengan pembelaan Habib Husein, sang pelarian yang non muslim pun akhirnya masuk Islam. Dan ia menjadi pembantu Habib dalam menyiarkan agama Islam di daerah itu.

Luar Batang adalah Julukan Habib Husein

Luar Batang merupakan julukan yang diberikan kepada Alhabib Husein bin Abubakar bin Abdillah Al 'Aydrus. Cerita turur menyebutkan bahwa ketika Habib Husein wafat pada tanggal 29 Ramadhan 1169 (24 Juni 1756) pada usia sekitar 30-40 tahun, Belanda melarang melarang keras para pendatang dimakamkan di daerah itu. Mereka harus dimakamkan di Tanahabang.

Masjid Keramat Luar Batang sekitar tahun 1925

Ketika akan dimakamkan, pada saat digotong menggunakan "kurung batang" (keranda dari bambu) menuju ke Pemakaman di Tanah Abang, ketika tiba di pemakaman jenazahnya sudah tidak ada di dalam kurung batang, dan ketika para jemaah kembali ke kediaman Habib Husein mereka mendapati Jenazah beliau masih berada di kediamannya. Kala itu,

Hal tersebut berlangsung sampai tiga kali. Akhirnya para jama'ah kala itu bermufakat untuk memakamkan beliau di tempatnya sekarang ini dan Belanda lagi-lagi mengalah. Sejak itulah, tempat itu dinamakan musholah luar batang, yang kemudian dipugar menjadi Masjid Luar Batang.

Versi lain Luar Batang

Ada vesi lain tentang Luar Batang. Masjid Luar Batang termasuk masjid terkenal di Batavia karena keramat Sayid Husein bin Abubakar Alaydrus (w. 1756). Keramat ini banyak peziarah. Pada peta-peta abad ke-19 terkadang tertulis Heilig graf, artinya "makam keramat"di tempat Masjid Luar Batang sekarang. Masjid ini terletak disebelah utara tembok kota lama, di daerah yang sesudah pertengahan abad ke-17 diuruk dan baru boleh dihuni oleh orang Jawa dari Cirebon sejak 1730. Mereka bertugas membersihkan mulut kali Ciliwung dari lumpur, Supaya kapal bisa sampai ke Pasar Ikan yang letaknya tidak jauh dari masjid ini.

Daerah Luar Batang artinya daerah di luar batang besar (groote boom) yang menutup pelabuhan pada malam hari, merupakan tanah endapan dan ukuran yang semakin menjorok keutara. Pada peta-peta Batavia lama. daerah disebelah utara tembok kota dan kali yang menghubungkan kali besar dan Muara Baru, terbentuk perlahan-lahan antara tahun 1650 dan 1700. Sejak awal tahun 1730-an daerah ini sangat tidak sehat, karena nyamuk yang berkembang biak dalam tambak ikan di pantai utara, menyebarkan malaria.

Menara Masjid Luar Batang menjulang diantara bangunan disekitarnya.

Sejarah Masjid Luar Batang

Menurut situs pemerintah DKI Jakarta, masjid Luar Batang pertama kali dibangun tahun 1739. dibangun sendiri oleh Khatib Sayid Husein Bin Abu Bakar Bin Abdillah Al-laydrus atau Habib Husein atau Habib Luar Batang. Bentuknya mungil untuk ukuran masjid masa kini, sekitar 6x6 meter. Pada saat itu, lebih akrab disebut surau/langgar. Terbuat dari kayu dengan gaya bangunan khas Betawi. Hanya saja, kubah bawang sudah dikenalkan waktu itu.

Namun tahun pembangunan masjid sebagaimana disebut di situ pemerintah DKI itu berbeda dengan sumber sumber yang lain. Belum adanya sejarah resmi tentang sejarah masjid ini yang didasarkan pada penelitian dan data kompreshensif menimbulkan kesimpangsiuran sejarah.

Pada sebuah batu dalam Masjid Luar Batang ditulis, bahwa 'al Habib Husein bin Abubakar Bin Abdillah al-Alaydrus yang telah wafat pada hari kamis 27 Puasa 1169 berkebetulan 24 Juni 1756. Batu ini dibuat antara tahun 1886 dan 1916. sebab, L.W.C, Van Berg dalam buku yang termasyur tentang orang Hadhramaut, menyebut, bahwa Habib Husein baru wafat 1798 (!). sedangkan Ronkel sudah menyebut batu peringatan tersebut dalam karangannya yang diterbitkan pada tahun 1916. Batav Courant edisi 12 Mei 1827 menyebutkan, Habib Husein meninggal dalam rumah komandan Abdul Raup dan dimakamkan di samping masjid.

Masjid Keramat Luar Batang, saat ini sudah menjelma sebagai sebuah bangunan masjid megah dan modern.

Pada tahun 1916 telah dicatat diatas pintu masjid, bahwa gedung ini selesai dibangun pada 20 Muharam 1152 H yang sama dengan 29 April 1739. Qiblat masjid ini kurang tepat dan ditentukan lebih persis oleh Muh. Arshad al-Banjari (w. 1812) waktu singgah perjalanan pulang dari Hejaz ke Banjar pada tahun 1827. Masjid ini kurang berkiblat, sama seperti Masjid Kebon Sirih dan Cikini. Oleh karena itu, ada penulis (misalnya Abubakar Atjeh) yang beranggapan, bahwa semula ruang masjid ini adalah bekas rumah kediaman seseorang, yang kemudian digunakan sebagai mushola atau masjid.

Berita tertua berasal dari seorang turis Tionghoa, yang menulis bahwa pada tahun 1736 ia meninggalkan Batavia dari sheng mu gang, artinya 'pelabuhan makam keramat', pelabuhan Sunda Kelapa sekarang. Bukankah Habib Husein wafat pada tanggal 29 Ramadhan 1169 (24 Juni 1756). Maknanya bahwa pada tahun 1736 (dua puluh tahun sebelum Habib Luar Batang Wafat) sudah terdapat suatu makam yang dianggap keramat di daerah pelabuhan Batavia, lalu Itu keramat siapa ?.

Koran Bataviaasche Caurant, tanggal 12 Mei 1827, memuat suatu karangan tentang Masjid Luar Batang. Dicatat dalam tulisan ini, bahwa Habib Husein meninggal pada tahun 1796, setelah lama berkhotbah diantara surabaya dan Batavia. Pada tahun 1812 makamnya dikijing dengan batu dan masih terletak di luar gedung masjid sampai tahun 1827. Pada waktu ini rupanya derma tidak lagi diterima oleh komandan (semacam lurah) daerah Luar Batang, tetapi dinikmati oleh (pengurus) masjid sehingga gedung bisa diperluas. Di lain pihak suatu masjid (!) bukan surau telah dicatat pada peta yang dibuat C.F.Reimer pada tahun 1788.

Di dalam Masjid Keramat Luar Batang

Dengan merangkumkan segala data yang tersedia, dapat disimpulkan bahwa suatu makam yang dianggap keramat sudah terdapat di Luar Batang pada tahun 1736 Mushola atau masjid didirikan 1739, Habib Husein tinggal diadaerah itu dan meninggal tidak sebelum 1756 (mungkin baru pada tahun 1796 atau 1798), makam keramat Habib Huseinlah yang menarik banyak peziarah, sehingga Masjid Luar Batang menjadi Masjid terkenal di Batavia lama.

Masjid Luar Batang di Masa kini

Kini lebih dari 3 abad berlalu. Bekas-bekas masa lampau sudah hampir tidak ada lagi. Seluruh bangunan sudah dirombak total pada 1992. Kubah bawang diganti menjadi kubah joglo atau kubah limas tadisional Indonesia. Menara masjid dipancang tinggi-tinggi, menyembul ditengah pemukiman super padat tersebut. 12 tiang utama dari kayu dibongkar dan diganti pilar beton bergaya Romawi. Sementara lantai kayu dan ubin diganti dengan keramik dan batu granit.

Selain plafon kayu jati yang masih asli, penanda yang menunjukan masjid tersebut terbilang uzur adalah prasasti di makam Husein bin Ali Idrus. Di situ tertulis makam bertanggal 24 Juni 1756. Di dalam ruangan 6x7 meter tersebut menjadi pusara terakhir Husein bin Alaydrus. Meski telah mengalami perubahan bentuk secara total dari bangunan masjid yang pertama kali dibangun oleh Habib Husein namun masjid ini tetap terdaftar dalam bangunan bangunan bersejarah pemerintah DKI Jakarta, dan harus dilindungi dan dilestarikan karena faktor kesejarahan nya.

Masjid Keramat Ramai Peziarah

Masjid dan makam Husein bin Alaydrus menjadi magnet bagi ratusan bahkan ribuan ummat Muslim di Indonesia, pengurus masjid dan maqom terus berbenah. Berbagai fasilitas pendukung disiapkan seperti area parkir yang representatif, dan air bersih untuk berwudlu. Begitupula dengan berbagai kegiatan yang mempererat rasa persaudaraan (ukhuwah) umat Islam.

Makam Habib Luar Batang

Gema tentang ketokohan Habib Husein tak bisa diingkari memang luar biasa. Dalam bukunya yang terkenal tentang Hadramaut, LWC van den Berg pada 1886 menunjukkan betapa populernya Habib Husein. Ia menulis, "Tidak hanya golongan pribumi, namun juga orang-orang Tionghoa campuran, dan kaum Indo, berziarah memohon keberhasilan dalam usaha mereka memperoleh keturunan, dan sebagainya. Penjualan benda-benda keramatnya saat itu mencapai 8.000 gulden setahun."

kini menurut pengelola masjid, setiap malam Jumat kliwon, masjid ramai dikunjungi peziarah. Sebagian mereka datang dari Malaysia, Singapura, Brunei, Filipina, Irak, dan Iran. Untuk menyemarakkan suasana, pengelola masjid menggelar musik rebana biang atau rebana hadroh. Suasana masjid menjadi lebih ramai saat Ramadhan datang. Hidangan khas Betawi bercita rasa Arab (Hadramaut, Yaman) disajikan kepada seluruh peziarah. Nasi kebuli, kurma, minuman selasih, pacar cina, dan es kelapa muda menjadi hidangan pembuka puasa.


Puncak keramaian makan besar di masjid ini berlangsung setiap memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, serta hari kelahiran Habib Husein tanggal 25 Agustus. Setiap memperingati maulid dan hari kelahiran habib, pengurus memasak nasi kebuli sampai 40 kuali untuk 5.000 peziarah. Selain makan besar, setiap Ramadhan, pengelola masjid bersama sejumlah pengelola masjid tua lain menyelenggarakan tradisi khatam Quran secara bergantian.***

--------------------------------ooOOOoo--------------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA