Senin, 09 Mei 2011

Masjid Luar Batang, Penjaringan, Jakarta

Komplek Masjid Luar Batang.

Wilayah Luar Batang tak terpisahkan dari sejarah kota Jakarta. Di tempat ini berdiri masjid yang berada di daerah Pasar Ikan, Jakarta Utara. Di masjid ini dimakamkan seorang ulama bernama Alhabib Husein bin Abubakar bin Abdillah Al 'Aydrus, ulama besar tanah Betawi yang wafat pada tanggal 24 Juni 1756. Nama masjid ini diberikan sesuai dengan julukan Habib Husein, yaitu Habib Luar Batang. Masyarakat sekitar dan para peziarah bahkan menyebut masjid ini sebagai masjid keramat Luar Batang. Lokasinya tidak jauh dari benteng  (kastil) VOC daerah pelabuhan.

Jalan Luar Batang V berada sekitar 300 meter dari jalan utama, berada dalam gang sempit yang hanya memuat 2 mobil yang harus berjalan pelan. Bus rombongan harus memutar agak menjauh lewat jalur belakang yang sepi dan becek terkena air pasang laut. Sementara pemukiman miskin dan super padat mengepung lokasi masjid. Salah satu akibatnya, saat banjir menerjang Jakarta 2007 dan gelombang laut pasang awal 2008, tim pemadam kebakaran kesulitan memompa air  yang sempat merendam masjid hingga sebatas dada orang dewasa. Dibutuhkan waktu sehari untuk menguras banjir tersebut.

Alamat dan Lokasi Masjid Luar Batang

Jalan Luar Batang V RT 4/3 No. 1
Kampung Luar Batang, Kelurahan Penjaringan
Kecamatan Penjaringan, Kota Jakarta Utara, DKI Jakarta 14440




Mengenal Habib Luar Batang

Sayid Husein Bin Abu Bakar Bin Abdillah Al-laydrus atau Habib Husein atau Habib Luar Batang merupakan seorang ulama yang berasal dari Hadramaut, Yaman. Ketika tiba di daerah Luar Batang yang kala itu masih berupa rawa-rawa, salah satu ujung Jakarta, di tepi laut Jakarta yang dekat dengan Pelabuhan Sunda Kelapa, pelabuhan Internasional tempat kapal saudagar dari seluruh penjuru dunia menambatkan perahu, gerbang Batavia waktu itu.

Suatu malam, Habib Husein dikejutkan dengan kedatangan seseorang yang basah kuyup. Ternyata, ia seorang Tionghoa yang sedang dalam pengejaran tentara VOC. Habib pun menampung orang ini dalam musholahnya. Siangnya, tentara VOC mendatangi musholah tersebut untuk menangkap sang pelarian. Tapi, Habib Husein mencegah. “Aku akan melindungi tawanan ini dan akulah sebagai jaminannya," tegas Habib begitu lantang.

Mendapati ketegasan dari seorang yang berpengaruh di daerah itu, tentara VOC pun mengalah. Haru dengan pembelaan Habib Husein, sang pelarian yang non muslim pun akhirnya masuk Islam. Dan ia menjadi pembantu Habib dalam menyiarkan agama Islam di daerah itu.

Luar Batang adalah Julukan Habib Husein

Luar Batang merupakan julukan yang diberikan kepada Alhabib Husein bin Abubakar bin Abdillah Al 'Aydrus. Cerita turur menyebutkan bahwa ketika Habib Husein wafat pada tanggal 29 Ramadhan 1169 (24 Juni 1756) pada usia sekitar 30-40 tahun, Belanda melarang melarang keras para pendatang dimakamkan di daerah itu. Mereka harus dimakamkan di Tanahabang.

Masjid Keramat Luar Batang sekitar tahun 1925

Ketika akan dimakamkan, pada saat digotong menggunakan "kurung batang" (keranda dari bambu) menuju ke Pemakaman di Tanah Abang, ketika tiba di pemakaman jenazahnya sudah tidak ada di dalam kurung batang, dan ketika para jemaah kembali ke kediaman Habib Husein mereka mendapati Jenazah beliau masih berada di kediamannya. Kala itu,

Hal tersebut berlangsung sampai tiga kali. Akhirnya para jama'ah kala itu bermufakat untuk memakamkan beliau di tempatnya sekarang ini dan Belanda lagi-lagi mengalah. Sejak itulah, tempat itu dinamakan musholah luar batang, yang kemudian dipugar menjadi Masjid Luar Batang.

Versi lain Luar Batang

Ada vesi lain tentang Luar Batang. Masjid Luar Batang termasuk masjid terkenal di Batavia karena keramat Sayid Husein bin Abubakar Alaydrus (w. 1756). Keramat ini banyak peziarah. Pada peta-peta abad ke-19 terkadang tertulis Heilig graf, artinya "makam keramat"di tempat Masjid Luar Batang sekarang. Masjid ini terletak disebelah utara tembok kota lama, di daerah yang sesudah pertengahan abad ke-17 diuruk dan baru boleh dihuni oleh orang Jawa dari Cirebon sejak 1730. Mereka bertugas membersihkan mulut kali Ciliwung dari lumpur, Supaya kapal bisa sampai ke Pasar Ikan yang letaknya tidak jauh dari masjid ini.

Daerah Luar Batang artinya daerah di luar batang besar (groote boom) yang menutup pelabuhan pada malam hari, merupakan tanah endapan dan ukuran yang semakin menjorok keutara. Pada peta-peta Batavia lama. daerah disebelah utara tembok kota dan kali yang menghubungkan kali besar dan Muara Baru, terbentuk perlahan-lahan antara tahun 1650 dan 1700. Sejak awal tahun 1730-an daerah ini sangat tidak sehat, karena nyamuk yang berkembang biak dalam tambak ikan di pantai utara, menyebarkan malaria.

Menara Masjid Luar Batang menjulang diantara bangunan disekitarnya.

Sejarah Masjid Luar Batang

Menurut situs pemerintah DKI Jakarta, masjid Luar Batang pertama kali dibangun tahun 1739. dibangun sendiri oleh Khatib Sayid Husein Bin Abu Bakar Bin Abdillah Al-laydrus atau Habib Husein atau Habib Luar Batang. Bentuknya mungil untuk ukuran masjid masa kini, sekitar 6x6 meter. Pada saat itu, lebih akrab disebut surau/langgar. Terbuat dari kayu dengan gaya bangunan khas Betawi. Hanya saja, kubah bawang sudah dikenalkan waktu itu.

Namun tahun pembangunan masjid sebagaimana disebut di situ pemerintah DKI itu berbeda dengan sumber sumber yang lain. Belum adanya sejarah resmi tentang sejarah masjid ini yang didasarkan pada penelitian dan data kompreshensif menimbulkan kesimpangsiuran sejarah.

Pada sebuah batu dalam Masjid Luar Batang ditulis, bahwa 'al Habib Husein bin Abubakar Bin Abdillah al-Alaydrus yang telah wafat pada hari kamis 27 Puasa 1169 berkebetulan 24 Juni 1756. Batu ini dibuat antara tahun 1886 dan 1916. sebab, L.W.C, Van Berg dalam buku yang termasyur tentang orang Hadhramaut, menyebut, bahwa Habib Husein baru wafat 1798 (!). sedangkan Ronkel sudah menyebut batu peringatan tersebut dalam karangannya yang diterbitkan pada tahun 1916. Batav Courant edisi 12 Mei 1827 menyebutkan, Habib Husein meninggal dalam rumah komandan Abdul Raup dan dimakamkan di samping masjid.

Masjid Keramat Luar Batang, saat ini sudah menjelma sebagai sebuah bangunan masjid megah dan modern.

Pada tahun 1916 telah dicatat diatas pintu masjid, bahwa gedung ini selesai dibangun pada 20 Muharam 1152 H yang sama dengan 29 April 1739. Qiblat masjid ini kurang tepat dan ditentukan lebih persis oleh Muh. Arshad al-Banjari (w. 1812) waktu singgah perjalanan pulang dari Hejaz ke Banjar pada tahun 1827. Masjid ini kurang berkiblat, sama seperti Masjid Kebon Sirih dan Cikini. Oleh karena itu, ada penulis (misalnya Abubakar Atjeh) yang beranggapan, bahwa semula ruang masjid ini adalah bekas rumah kediaman seseorang, yang kemudian digunakan sebagai mushola atau masjid.

Berita tertua berasal dari seorang turis Tionghoa, yang menulis bahwa pada tahun 1736 ia meninggalkan Batavia dari sheng mu gang, artinya 'pelabuhan makam keramat', pelabuhan Sunda Kelapa sekarang. Bukankah Habib Husein wafat pada tanggal 29 Ramadhan 1169 (24 Juni 1756). Maknanya bahwa pada tahun 1736 (dua puluh tahun sebelum Habib Luar Batang Wafat) sudah terdapat suatu makam yang dianggap keramat di daerah pelabuhan Batavia, lalu Itu keramat siapa ?.

Koran Bataviaasche Caurant, tanggal 12 Mei 1827, memuat suatu karangan tentang Masjid Luar Batang. Dicatat dalam tulisan ini, bahwa Habib Husein meninggal pada tahun 1796, setelah lama berkhotbah diantara surabaya dan Batavia. Pada tahun 1812 makamnya dikijing dengan batu dan masih terletak di luar gedung masjid sampai tahun 1827. Pada waktu ini rupanya derma tidak lagi diterima oleh komandan (semacam lurah) daerah Luar Batang, tetapi dinikmati oleh (pengurus) masjid sehingga gedung bisa diperluas. Di lain pihak suatu masjid (!) bukan surau telah dicatat pada peta yang dibuat C.F.Reimer pada tahun 1788.

Di dalam Masjid Keramat Luar Batang

Dengan merangkumkan segala data yang tersedia, dapat disimpulkan bahwa suatu makam yang dianggap keramat sudah terdapat di Luar Batang pada tahun 1736 Mushola atau masjid didirikan 1739, Habib Husein tinggal diadaerah itu dan meninggal tidak sebelum 1756 (mungkin baru pada tahun 1796 atau 1798), makam keramat Habib Huseinlah yang menarik banyak peziarah, sehingga Masjid Luar Batang menjadi Masjid terkenal di Batavia lama.

Masjid Luar Batang di Masa kini

Kini lebih dari 3 abad berlalu. Bekas-bekas masa lampau sudah hampir tidak ada lagi. Seluruh bangunan sudah dirombak total pada 1992. Kubah bawang diganti menjadi kubah joglo atau kubah limas tadisional Indonesia. Menara masjid dipancang tinggi-tinggi, menyembul ditengah pemukiman super padat tersebut. 12 tiang utama dari kayu dibongkar dan diganti pilar beton bergaya Romawi. Sementara lantai kayu dan ubin diganti dengan keramik dan batu granit.

Selain plafon kayu jati yang masih asli, penanda yang menunjukan masjid tersebut terbilang uzur adalah prasasti di makam Husein bin Ali Idrus. Di situ tertulis makam bertanggal 24 Juni 1756. Di dalam ruangan 6x7 meter tersebut menjadi pusara terakhir Husein bin Alaydrus. Meski telah mengalami perubahan bentuk secara total dari bangunan masjid yang pertama kali dibangun oleh Habib Husein namun masjid ini tetap terdaftar dalam bangunan bangunan bersejarah pemerintah DKI Jakarta, dan harus dilindungi dan dilestarikan karena faktor kesejarahan nya.

Masjid Keramat Ramai Peziarah

Masjid dan makam Husein bin Alaydrus menjadi magnet bagi ratusan bahkan ribuan ummat Muslim di Indonesia, pengurus masjid dan maqom terus berbenah. Berbagai fasilitas pendukung disiapkan seperti area parkir yang representatif, dan air bersih untuk berwudlu. Begitupula dengan berbagai kegiatan yang mempererat rasa persaudaraan (ukhuwah) umat Islam.

Makam Habib Luar Batang

Gema tentang ketokohan Habib Husein tak bisa diingkari memang luar biasa. Dalam bukunya yang terkenal tentang Hadramaut, LWC van den Berg pada 1886 menunjukkan betapa populernya Habib Husein. Ia menulis, "Tidak hanya golongan pribumi, namun juga orang-orang Tionghoa campuran, dan kaum Indo, berziarah memohon keberhasilan dalam usaha mereka memperoleh keturunan, dan sebagainya. Penjualan benda-benda keramatnya saat itu mencapai 8.000 gulden setahun."

kini menurut pengelola masjid, setiap malam Jumat kliwon, masjid ramai dikunjungi peziarah. Sebagian mereka datang dari Malaysia, Singapura, Brunei, Filipina, Irak, dan Iran. Untuk menyemarakkan suasana, pengelola masjid menggelar musik rebana biang atau rebana hadroh. Suasana masjid menjadi lebih ramai saat Ramadhan datang. Hidangan khas Betawi bercita rasa Arab (Hadramaut, Yaman) disajikan kepada seluruh peziarah. Nasi kebuli, kurma, minuman selasih, pacar cina, dan es kelapa muda menjadi hidangan pembuka puasa.


Puncak keramaian makan besar di masjid ini berlangsung setiap memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, serta hari kelahiran Habib Husein tanggal 25 Agustus. Setiap memperingati maulid dan hari kelahiran habib, pengurus memasak nasi kebuli sampai 40 kuali untuk 5.000 peziarah. Selain makan besar, setiap Ramadhan, pengelola masjid bersama sejumlah pengelola masjid tua lain menyelenggarakan tradisi khatam Quran secara bergantian.***

--------------------------------ooOOOoo--------------------------------

Minggu, 08 Mei 2011

Masjid Raya Makassar

Masjid Raya Makassar.

Mari kita ke Makassar, Ibukota propinsi Sulawesi Selatan, markas nya klub sepak bola PSM, sang ayam jantan dari timur yang kini hijrah bertarung di Liga Primer Indonesia (LPI) meninggalkan gelanggang lamanya di Liga Super Indonesia. Seperti halnya Klub Bola PSM, Kota Makassar tempat klub ini bersarang memang memiliki sejarah yang teramat panjang dan telah melahirkan begitu banyak tokoh nasional dan iternasional. Bahkan nama Makassar sendiri tak hanya kita temukan di Sulawesi Selatan tapi sudah menjadi nama beberapa tempat di tanah air hingga manca negara, menjadi penanda bahwa pelaut pelaut Makassar pernah berjaya di daerah tersebut. Sebut saja Kampong Macassar di Afrika Selatan yang begitu identik dengan Sheikh Yusuf, Pahlawan Nasional Indonesia yang juga sekaligus menjadi Pahlawan Nasional Afrika Selatan.

Di Metropolitan Makassar ini berdiri Masjid megah yang juga menyimpan sejarah bagi Masyarakat Makassar dan bagi negeri ini, yakni Masjid Raya Makassar yang akan kita ulas dalam artikel kali ini, satu dari dua masjid penting di kota Makassar. Membaca sejarah pembangunan masjid ini mungkin akan membuat tercengang sebagian orang ketika tahu biaya yang dulu dikeluarkan untuk membangunnya. Hanya 1,2 juta rupiah saja untuk sebuah masjid besar nan megah itu. Murah bukan ?. Tunggu dulu. Sepertinya anda membutuhkan kalkulator untuk mengkonversi angka tersebut ke nilai rupiah saat ini, agar dapat memahami betapa besarnya biaya 1.2 juta rupiah di masa tersebut.

Alamat dan Lokasi Masjid Raya Makassar

Jalan Masjid Raya, Bontoala, Andalas  
Makassar, Sulawesi Selatan 90111


Sejarah Masjid Raya Makassar

Masjid Raya Makassar, dibangun di atas lahan lapangan sepakbola Exelsior Makassar seluas 13.912 meter persegi yang dihibahkan untuk pembangunan masjid tersebut. Bangunan awal Masjid Raya Makassar dirancang oleh M Soebardjo dan dibangun pada tanggal 25 Mei 1949.

Masjid raya kebanggaan muslim Makassar ini menjadi tempat dilaksanakannya untuk pertama kali perhelatan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ)  pada tahun pada 1955 silam. Presiden pertama RI, Ir. Soekarno pernah singgah dan melaksanakan sholat Jumat di masjid ini di tahun 1957. Sedangkan mantan Presiden Soeharto juga berkunjung dan sholat Jumat di masjid perjuangan ini pada tahun 1967.

Masjid Raya Makassar di siang hari.

Dana awal pembangunan masjid hanya Rp. 60.000 (enam puluh ribu rupiah) yang diprakarsai K H Ahmad Bone, seorang ulama asal Kabupaten Bone tahun 1947 dengan menunjuk ketua panitia KH Muchtar Lutfi, dua tahun kemudian diresmikan dengan menghabiskan biaya Rp1,2 juta rupiah.

Bangunan induk masjid ini memuat 10 ribu jemaah, jika digabung dengan halaman masjid dapat menampung hingga 50 ribu jemaah. Ketika pertama kalinya ditempati salat Jumat pada Agustus 1949, sekalipun bangunannya belum rampung namun seluruh ruangan penuh sesak hingga melimpah ke jalan umum.

Pada masa itu, pemerintah menganjurkan semua masjid di kota ini ditutup dan bersatu di Masjid Raya guna melaksanakan salat Jumat berjemaah. Kegiatan tersebut membuat tentara KNIL yang masih berkuasa di Makassar, merasa gusar dan menyesali pemberian izin membangun masjid. Sebab, Masjid Raya tidak hanya sebagai tempat ibadah saja tapi juga digunakan sebagai markas pertemuan dan kegiatan pejuang kemerdekaan.

Renovasi Total Masjid Raya Makassar

Seiring perjalanan waktu, Masjid Raya Makassar dirombak total dari bentuk aslinya pada Februari 1999. Saat itu, Ketika Jusuf Kalla melontarkan ide perombakan besar-besaran masjid tersebut, muncul reaksi dengan tudingan sebagai kapitalis murni, dengan tuduhan akan mendirikan plaza di atas lokasi bekas bangunan masjid itu. Namun, seiring dengan perkembangan dan kemajuan pembangunan masjid sejak peletakan batu pertama oleh Gubernur HZB Palaguna 9 Oktober 1999, maka Jusuf Kalla sebagai pebisnis membuktikan tekadnya untuk memperbarui bangunan dan model masjid tersebut.

Di balik kontroversi pembangunan kembali masjid kebanggaan masyarakat Makassar itu, masjid itu menjelma menjadi rumah ibadah yang berdiri megah mirip dengan masjid di Timur Tengah dengan sentuhan arsitektural meditaria.

Menurut Pak JK (Yusuf Kalla, Mantan Wapres), renovasi pertama Masjid Raya Makassar sejak dibangun tahun 1949, dilakukan pada tahun 1978 oleh Gubernur Ahmad Lamo. Namun, 29 tahun kemudian atap masjid bocor-bocor sehingga sangat sulit dipertahankan. Karena itu, masjid ini dibangun kembali dengan struktur dan arsitektur baru mengadopsi Masjid Cordoba Spanyol, sementara bangunan lama hanya menyisahkan menara disamping kiri masjid.

Bangunan Masjid Raya Makassar yang baru ini dibangun menggunakan bahan bangunan dari bahan baku lokal sekitar 80 persen, memiliki dua menara setinggi 66,66 meter, berdaya tampung 10.000 jamaah dan fasilitas berupa perpustakaan, kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulsel.

Interior Masjid Raya Makassar.

Sumbangan Pak JK  (Jusuf Kalla)

Dana pembangunan masjid masing-masing bersumber dari Jusuf Kalla (JK) sebesar Rp18,5 miliar, Aksa Mahmud (Bosowa Coorporation) Rp1,5 miliar, Pemkot Makassar Rp3 miliar, Pemprov Sulsel Rp1 miliar, jamaah masjid Rp1 miliar dan Andi Sose Rp500 juta. Pada hari jumat 27 Mei 2005 bertepatan dengan 18 Rabiul Akhir 1426 H, Masjid Raya Makassar diresmikan pemakaiannya oleh Wakil Presiden RI, Drs H Muhammad Jusuf Kalla.

Cerita para penjaga sepatu

Ada berkah tersendiri bagi beberapa remaja tiap hari Jumat tiba. Mereka mencari rezeki dengan menjadi penjaga alas kaki di Masjid Raya Makassar. Hanya berbekal pengalas (terpal atau koran) dan kartu bernomor, mereka siap beraksi. Setiap Jumat selalu menjadi penjaga alas kaki di Masjid Raya. Beroperasi di pintu masuk lantai bawah menuju tempat wudhu. Penghasilannya Bisa sampai seratus ribu, dan dibagi dua sama pengurus Masjid. Di Masjid Raya, banyak titik tempat penitipan sendal, kita tinggal memilih sesuai posisi ideal kita, mau di lantai bawah, lantai atas, samping kiri, dan samping kanan. Semua terbukti mampu menjaga alas kaki dengan aman.

Al-Qur'an raksasa di Masjid Raya Makassar.

Al-qur’an Raksasa di Masjid Raya Makassar

Masjid Raya Makassar memiliki koleksi sebuah Al-Qur’an besar berukuran 1 x 1,5 meter yang dipajang secara tetap di lantai 2 Masjid. Alqur’an ini senantiasa mendapat perhatian jamaah yang datang beribadah. Bahkan hampir setiap saat tampak ada jamaah masjid yang berphose di samping Al-Qur’an yang dipajang dalam kotak kayu jati tertutupi kaca tembus pandang tersebut.

Al-Qur’an besar ini merupakan produk ke-6 dari Yayasan Al-Asy’ariah Kalibeber, Wonosobo, Jawa Tengah. Penulis utama Al-Qur’an ini adalah KH.Ahmad Faqih Muntaha, anak dari penghafal dan penulis kaligrafi terkenal KH.Muntaha Al-Hafidz, pendiri Yayasan Al-Asy’ariah yang mengelola berbagai pendidikan formal, seperti Pondok Pesantren Al-Asy’ariah. Juga pendiri Padepokan Agung tertua di Wonosobo, lembah Pegunungan Dieng.

Masjid Raya Makassar.

Produk pertama Al-Qur’an besar seperti ini, menurut catatan pihak pengelola Masjid Raya Makassar, diserahkan ke Presiden RI pada 5 Juli 1994. Produk serupa yang kedua disimpan di Istana Negara, Jakarta. Produk ketiga dibuat atas pesanan Gubernur DKI Jakarta, H.Sutioso. Kemudian, keempat, dibuat atas pesanan dari Gubernur Provinsi Jawa Tengah, H.Murdianto. Produk kelima dibuat atas pesanan Sultan Hasanah Bolkia dari Brunai Darussalam.

Produk Al-Qur’an besar yang dipajang di Masjid Raya Kota Makassar merupakan pesanan dari Pembina Masjid Raya Makassar yang juga pendiri Bosowa Coorporation, Drs.H.M.Aksa Mahmud. Al-Qur’an besar dengan 6666 ayat, 114 surah, dan 30 juz tersebut terdiri atas 605 lembar. Menggunakan kertas berkualitas produksi Perum Peruri. Penulisan menggunakan campuran Tinta Cina dan Air Teh kental agar tahan tidak meluntur. Al-Qur’an besar yang pembuatannya hingga selesai memakan waktu satu tahun (12 bulan), berat total termasuk tempatnya 584 kg.***

Selasa, 03 Mei 2011

Masjid Putra, Putrajaya, Malaysia

Masjid Putra di Putrajaya, Malaysia.

Satu lagi masjid megah yang berada di pusat pemerintahan federal Malaysia di Putrajaya. Yakni Majid Putra. Majid Putra hanya terpisah lebih kurang 2,2 kilometer dari Masjid Besi / Masjid Tuanku Mizan Zainal Abidin. Sama seperti masjid Besi, Masjid Putra ini juga dibangun bagi pegawai pemerintah, pegawai kantor perwakilan negara sahabat di Putrajyaya, duta besar dan korp diplomatik serta masyarakat muslim yang tinggal tak jauh dari lokasi tersebut.

Masjid megah ini merupakan salah satu fasilitas yang disediakan oleh pemerintah federal Malaysia bagi kota pusat pemerintahan baru Malaysia di Putrajya, dan tentu saja menjadi salah satu ikon dari sederetan gedung gedung indah di Putrajaya. Nama Masjid Putra diambil dari nama Mantan Perdana Menteri Malaysia pertama, Almarhum Tunku Abdul Rahman Putra Al Haj, merupakan salah satu bentuk penghormatan rakyat dan pemerintah Malaysia kepada beliau.

Lokasi Masjid Putra


Sama seperti Masjid Besi / Tuanku Mizan Zainal Abidin, Masjid Putra juga berada di tepian danau buatan yang dibangun mengelilingi Putrajaya. Membuatnya tampak seperti masjid terapung bila dilihat dari kejauhan seberang danau.

Sejarah Pembangunan Masjid Putra, Putrajaya

Kebijakan pemerintah Malaysia yang menjadikan Islam sebagai agama resmi negara, menjadikan ciri ciri dan simbol simbol Islam begitu kental di negeri tetangga yang satu ini. Wajar bila ketika pemerintah Malaysia memutuskan memindahkan ibukota pemerintahan federal, dua masjid megah pun dibangun di kawasan pemerintahan baru tersebut.

Masjid Putra dari seberang danau.

Masjid putra mulai dibangun pada bulan Juni 1997, ketika selesai dikerjakan, dua tahun kemudian diserahterimakan kepada JAKIM pada tanggal 1 September 1999, untuk mengangani pengelolaan Masjid tersebut. Masjid Putra dirancang oleh Y. Bhg. Dato’ Dr. Nik Mohamad Bin Mahmood dari Kumpulan Senireka Sdn. Bhd. Pembangunan masjid ini menghabiskan biaya sebesar RM 250 juta (dua ratus lima puluh juta Ringgit Malaysia) sedangkan biaya perawatannya menghabiskan dana RM 100 ribu Ringgit Malaysia.

Arsitektur dan Fasilitas Masjid Putra, Putrajaya

Ruang sholat utama

Ruang sholat utama masjid putra
Masjid putra dibangun dengan memadukan arsitektur timur tengah dan arsitektur tradisional Melayu dibangun di dengan luas mencapai seluas 1.37 hektar, dihitung dari sejak pintu masuk utama masjid hingga bangunan masjid nya sendiri. Bangunan masjid ini begitu indah. Dipandang dari kejauhan tampak jelas masjid dengan arsitektural masjid universal lengkap dengan kubah dan menara yang terpisah dari bangunan utama masjid. oranmen bernuansa melayu menghias exterior maupun interior masjid ini.

Ruang sholat utama Masjid Putra berciri minimalis dan menarik, luas dan tanpa sekat sama sekali. Bangunan masjid ditopang 12 tiang utama. Ruang sholat utama ini berada di lantai G dan mampu menampung 8000 jemaah laki laki sedangkan jemaah wanita ditempatkan di ruang sholat lantai 1 dengan kapasitas 2000 jemaah.

Ruang Legar masjdi Putra 
Selain untuk sholat wajib lima waktu, ruang sholat utama ini juga dipakai untuk aktivitas aktivitas yang diselenggarakan oleh Masjid Putra ataupun pihak lain untuk penyelenggaraan sholat sunat hajat, pembacaan Yasinm tahlil dan doa selamat, taskirah (kuliah agama), upacara akad nikah dan acara acara lain yang layak diselenggarakan di dalam masjid.

Masjid Putra juga dilengkapi dengan sebuah ruang yang mereka sebut sebagai Ruang Legar (Ruang Serbaguna) yang berkapasitas 400 orang. Ruang ini biasa digunakan untuk urusan pendaftaran program program yang diadakan di Masjid Putra, terutama bila program tersebut menggunakan Auditorium. Mengingat letaknya yang berada di antara ruang jamuan dan auditorium, ruang ini biasa digunakan sebagai tempat jamuan makan bilamana ruang jamuan yang tersedia tidak dapat menampung jumlah tamu yang hadir.

Ruang perpustakaan masjdi Putra 
Perpustakaan

Masjid Putra dilengkanpi dengan sebuah perpustakaan yang memiliki koleksi hingga 10,193 naskhah buku yang sesuai untuk tiap tingkatan usia mulai dari kanak kanak pra-sekolah, pelajar & mahasiswa, pegawai dan karyawan hingga masyarakat umum. Sejauh ini koleksi perpustakaan Masjid Putra hanya boleh dibaca di perpustakaan belum untuk dipinjamkan dan dibawa keluar area perpustakaan, kecuali bagi pegawai Masjid Putra dengan melalui prosedur tertentu.

Buku buku yang tersedia pun cukup beragam mulai dari kitab-kitab Fikih, Hadis, Tafsir Al-Quran, Sirah, Undang-undang, Akidah, Tasauf Khutbah, kamus, ensiklopedia, buku motivasi, majalah bercorak kekeluargaan, novel, buku cerita kanak-kanak, majalah PC dan sebagainya.

Ruang Kuliah masjdi Putra 
Ruang kuliah

Masjid Putra juga dilengkapi dengan dua ruang kuliah berkapasitas masing masing 70 - 80 orang. Biasa digunakan untuk program-program pengajian Masjid Putra sepanjang tahun yang berjalan pada waktu siang ataupun malam setiap hari termasuk ahir pekan. Selain itu, ruang ini juga digunakan untuk aktivitas diskusi dan rapat formal ataupun informal terutama yang menggunakan LCD kanrea ruang kuliah tersebut dilengkapi dengan fasilitas LCD.

Ruang pengurusan Jenazah masjdi Putra 
Ruang penyelenggaraan jenazah

Laytanan pengurusan jenazah Masjid Putra dibuka 24 jam sehari dan siap untuk beroperasi setiap saat. Dilengkapi dengan peralatan pengurusan jenazah seperti tempat untuk memandikan jenazah yang lega dan peralatan mengkapani jenazah. Juga disediakan ruang tunggu bagi anggota keluarga jenazah yang menunggu proses pengurusan jenazah selesai. Layanan ini termasuk penyelenggaraan sholat jenazah hingga kereta jenazah, pemakaman hingga talqin kubur.

Ruang  Auditorium masjdi Putra
Fungsi dan Aktifitas Masjid Putra

Pembangunan masjid putra memang bervisi untuk menjadikannya sebagai institusi ibadah, perkembangan Ilmu pengetahuan dan pembangunan persatuan ummat Islam menjelang tahun 2014. Pengelola masjid Putra juga berkomitmen untuk menjadikan masjid Putra sebagai instusi yang unggul dalam berbagai bidang melalai beberapa aktivitas termasuk di dalamnya adalah : memastikan sholat berjamaah diselenggarakan pada awal waktu, menyelenggarakan program pendidikan bagi kanak kanak, remaja hingga dewasa, senantiasa menjadikan masjid Putra sebagai masjid yang nyaman untuk beribadah termasuk menjaga kebersihan, keamanan dan ketenangan jamaah, serta menyelenggarakan kegiatan kegiatan hari besar Islam dan hari besar nasional.

Masjid putra juga memiliki tujuan untuk menjadi standar permodelan dalam aspek pengurusan dan penyelenggaraan Masjid, bagi masjid masjid lain di seluruh Malaysia. Masjid putra juga memiliki tanggung jawab dalam merancang dan mengurus aktivitas sosial kemasyarakatan, pengurusan jenaah hingga aktivitas aktivitas sosial lainnya termasuk kursus kursus dan penyelenggaraan pelatihan pelatihan.

Kubah Masjid Putra, Putrajaya.

Beberapa aktivitas masjid Putra adalah : kursus penyelenggaraan Jenazah, pendidikan pra nikah, pengajian khusus bagi mualaf, seminar seminat sosial, penyelenggaraan dakwan, konseling agama Islam dan masalah rumah tangga, pengelolaan zakat, serta penyelenggaaan jenazah.
 
Selain itu masjid Putra juga menyelenggarakan aktivitas peribadatan rutin yang juga ditangani oleh seorang ustadz yang secara khusus bertanggung jawab atas kegiatan tersebut. Termasuk di dalamnya adalah kegiatan kegiatan Yasinan dan Doa Mingguan, Kuliah Subuh, Program Qiamullail, Program Iktikaf Ramadhan, Solat Sunat Hari Raya Aidilfitri & Aidil Adha, Bengkel Khutbah, Kursus Tahsin Qiraah Imam dan Bilal Masjid-masjid Utama, Kursus Asas Imam dan Bilal Masjid/Surau Putrajaya. 

Imam Besar Masjid Putra

1. Tan Sri Dato’ Abdul Kader Bin Talip (16 Juli 1999~ 15 Juli 2001)
2. Tan Sri Syaikh Haji Ismail Bin Muhammad ( 1 Desember 2001 ~ 14 Januari 2007)
3. Tuan Haji Abd. Manaf Bin Haji Mat (3 September 2007 ~ Sekarang)

Foto foto Masjid Putra, Putrajaya

Masjid Putra dengan latar belakang gedung kantor pemerintahan Malaysia.

Langit senja.

Dibawah kubah Masjid Putra.

Dengan kibaran bendera kebangsaan Malaysia.

Cahaya malam Masjid Putra.