Halaman

Sabtu, 01 Januari 2011

Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh (Bagian I)

Masjid Raya Baiturrahman yang kini berdiri adalah masjid buatan Belanda tahun 1879 dan diresmikan pada tanggal 27 Desember 1883, sebagai pengganti masjid asli kesultanan Aceh yang dibakar Belanda tahun 1873.

Masjid Raya Baiturrahman di Kutaraja, pusat kota Banda Aceh, sejak lama menjadi ikon provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Menelusuri sejarah masjid yang berada di jantung kota Banda Aceh ini, ibarat melihat perjalanan panjang bumi Serambi Mekah. Mulai masa Kesultanan Aceh, penjajahan Belanda hingga pahit manis nya bergabung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Masjid yang tetap berdiri kokoh dari hantaman dua bencana kemanusiaan yang maha dahsyat pernah terjadi di muka bumi ini, Bencana letusan Gunung Krakatau tua yang meggetarkan Nusantara dan abunya menutupi angkasa nusantara dengan dampak nya menyebar ke seantero bumi, hingga bencana Tsunami yang meninggalkan nestapa yang luar biasa bagi negeri ini terutama bagi keluarga korban yang selamat dari bencana dahsyat tersebut.

Lokasi Masjid Raya Banda Aceh


Saksi Perjalanan Sejarah

Masjid Raya Baiturrahman sejak berdirinya hingga kini pernah mengalami sekaligus menjadi saksi bisu sejarah yang teramat panjang bagi kegigihan rakyat Aceh. Sejak didirikan oleh Sultan Iskandar Muda lalu dihancurkan oleh Pasukan “kafe” Belanda namun kemudian Belanda harus membayar teramat mahal atas tindakan brutal itu dengan tewasnya Jendral Kohler di halaman Masjid ini oleh seorang penembak jitu Aceh.  Rakyat Aceh pun kemudian mengharamkan jazad Jenderal Kohlel dimakamkan di tanah Aceh. Ribuan tentara Belanda berkalang tanah dan sampai Republik ini merdeka di tanggal 17 Agustus 1945, Belanda tak pernah benar benar berkuasa di tanah Aceh.

Masjid ini juga menjadi saksi kerelaan dan ketulusan rakyat, ulama dan umara Aceh mendukung perjuangan Kemerdekaan Indonesia ketika rakyat Aceh bahu membahu menyumbangkan harta mereka berupa emas, perhiasan, uang dan benda berharga mereka demi menyokong pemerintahan RI yang baru berdiri. Amal yang tulus itu yang kemudian menjadi cikal bakal pendirian Maskapai penerbangan Garuda Indonesia dengan pesawat Seulawah (RI-1) sebagai pesawat pertama yang dibeli dari sumbangan rakyat Aceh bagi negeri ini.

Disini tempat terkaparnya jasad Jendral Kohler yang tewas terbunuh oleh pasukan Aceh pada tanggal 14 April 1873 saat dia memimpin penyerangan di Masjid Raya Baiturrahman.

Pemberontakan Daud Berueh terhadap pemerintah RI berahir damai juga di masjid ini. Proklamator dan Presiden pertama RI, Bung Karno, tak sekali dua datang berkunjung ke Masjid ini dimasa beliau berkuasa. Presiden presiden penerus beliau pun tak absen datang dan bersilaturrahmi dengan rakyat Aceh di masjid ini. 

Masjid ini juga menjadi saksi betapa getirnya penderitaan rakyat Aceh sebagai dampak “Daerah Operasi Militer (DOM)” yang dilancarkan rezim Order Baru selama betahun tahun untuk meredam pemberontakan “Gerakan Aceh Merdeka (GAM)”. Kala itu Masjid ini menjadi tempat warga Aceh mengadukan penderitaan mereka yang teramat perih akibat konflik berkepanjangan itu kepada Tuhan semesta alam.

Masjid Raya Baiturrahman di abadikan di perangko Republik Indonesia tahun 1990

Ketika bencana dahsyat tsunami meluluhlantakkan Aceh Desember 2004, kita semua seakan di tampar dengan keras untuk sebuah kesadaran bahwa seluruh rakyat Aceh adalah saudara kita sendiri. Bencana dahsyat ini juga yang membungkam para pakar yang sama sekali tak mampu memberikan penjelasan logis bagaimana dan mengapa air bah tsunami tersibak ketika berhadapan dengan masjid ini dan menyelamatkan begitu banyak nyawa yang berlindung dan menyelamatkan diri di masjid ini. 

Paska penandatanganan penjanjian damai antara pemerintah RI dengan GAM di Helsinki (Finlandia) Masjid ini pula yang menjadi saksi ketika Aceh menggelar pemilihan kepala daerah secara langsung untuk perama kalinya. Uji membaca Al Quran bagi para calon Gubernur digelar di masjid ini.

Kokoh berdiri diantara puing puing kota Banda Aceh yang luluh lantak karena tsunami 2004

Peristiwa penting terahir yang terjadi di masjid tua ini ketika Tengku Hasan Tiro, Wali Nangroe Aceh yang selama puluhan tahun hidup di Swedia kembali ke pangkuan bumi pertiwi dan langsung menuju ke masjid bersejarah ini. 3 Juni 2010 yang lalu ketika beliau wafat, Masjid Raya Baiturrahman yang menjadi tempat jenazah beliau disholatkan oleh ribuan rakyat Aceh sebelum dimakamkan bersebelahan dengan pusara kakek beliau yang tak lain adalah Pahlawan Nasional Tengku Cik Di Tiro.

Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh ini juga menjadi tempat rakyat Aceh berkumpul memaknai malam pergantian tahun syamsiah dengan berzikir bersama para ulama dan umara. Seperti yang terjadi pada malam pergantian tahun dari 2010 ke tahun 2011 yang baru lalu. Masjid ini dipadati jemaah yang bersama sama berzikir memanjatkan syukur dan doa kepada Allah Subhanuwata’ala.

Rakyat Aceh tumpah ruah ke masjid Raya Baiturrahman menyambung kembalinya Tengku Hasan Tiro ke tanah air setelah begitu lama tinggal di Swedia.

Sejarah Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh  

Ada dua versi sejarah Masjid Raya Baiturrahman. Ada yang menyebut Sultan Alauddin Johan Mahmud Syah membangun masjid ini pada abad ke 13. Namun versi lain menyatakan Masjid Baiturahman didirikan pada abad 17, pada masa kejayaan pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Namun yang pasti bahwa nama Baiturahman, diberikan oleh Sultan Iskandar Muda. Pada masa itu masjid ini menjadi salah satu pusat pengembangan ajaran Islam di wilayah kesultanan Aceh Darussalam.

Masa Penjajahan Belanda

Bangunan sekarang bukan lagi bangunan zaman kesultanan. Pada masa kesultanan, gaya arsitektur Baiturahman mirip masjid-masjid tua di Pulau Jawa. Bangunan kayu dengan atap segi empat dan bertingkat. Masjid pertama itu dibakar Belanda tahun 1873 ketika masjid tersebut dijadikan pusat kekuatan tentara Aceh melawan Belanda. Dan pada tahun 1873 itu terjadi pertempuran besar antara tentara Aceh dengan tentara Belanda yang menewaskan perwira tinggi Belanda, Mayor Jenderal Kohler. Pertempuran di masjid ini dikenang lewat pembangunan prasasti Kohler di bawah pohon Geulempang di halaman masjid, di dekat salah satu gerbang masjid. Pembakaran itu menambah kemarahan rakyat dan tentara Aceh kepada Belanda. Kemudian menuntut dibikin baru. Empat tahun kemudian, mesjid yang baru dibangun dengan satu kubah, berkonstruksi beton.

Maket bentuk asli Masjid Raya Baiturrahman. Beginilah reka bentuk Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh sebelum dibakar Belanda. 

Peletakan batu pertama pembangunan kembali masjid dilakukan tahun 1879 oleh Tengku Malikul Adil, disaksikan oleh Gubernur Militer Hindia Belanda di Aceh saat itu, G. J. van der Heijden. Pembangunan mesjid ini dirancang arsitek Belanda keturunan Italia, De Brun. 

Bahan bangunan masjid sebagian didatangkan dari Penang - Malaysia, batu marmer dari Negeri Belanda, batu pualam untuk tangga dan lantai dari Cina, besi untuk jendela dari Belgia, kayu dari Myanmar dan tiang-tiang mesjid dari Surabaya. Pembangunan kembali masjid dengan satu kubah, selesai dan diresmikan pada 27 Desember 1883. Pada masa residen Y. Jongejans berkuasa di Aceh masjid ini kembali diperluas.

Masjid Raya Baiturrahman dulu dan kini

Seiring dengan semakin bertambahnya penduduk Banda Aceh dan untuk meredakan kemarahan rakyat Aceh maka masjid diperluas lagi kiri kanannya pada tiga tahun kemudian. Ditambahlah dua kubah lagi di atasnya sehingga menjadi tiga kubah. Belanda kemudian meninggalkan Aceh. Bumi Nangroe Aceh Darussalam bergabung dengan Republik Indonesia.

Foto Foto Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh

SEBELUM DAN SESUDAH TSUNAMI. foto atas adalah citra satelit Quickbird pada bulan Juni 2004 tampak jelas pemandangan kota Banda Aceh di sekotar Masjid Raya Baiturrahman yang terlihat indah tertata. Sedangkan Foto Bawah adalah citra satelit yang sama pada tanggal 28 Desember 2004 menunjukkan kerusakan parah disekitar Masjid Raya Baiturrahman paska tsunami.
Aerial Masjid Baiturrahman dari arah Barat
Aerial View Masjid Raya Baiturrahman dari arah timur

Lanjutkan Membaca ke Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh (Bagian II)


7 komentar:

  1. Ass.wr.wb.
    Saya poerwo, pernah bertugas di Aceh ketika pasca bencana tsunami, dan salah satu kebanggaan saya adalah di Mesjid ini, luar biasa indah dan terjaga lingkungannya. tidak banyak di wilayah masjid terjaga keindahannya, keanggunannya dan dan monumentalismenya seperti Masjid Baiturrahman di Banda, semoga tetap menjadi kebanggaan kita semua, sampai akhir jaman, Amien, saya bersykur kepada Allah SWT diberikan kesempatan pergi ke sini, dan tyerima kasih atas muatan cerita ini, wassalam

    BalasHapus
  2. Waalaikum salam wr.wb
    Terima kasih mas, sudah mampir. semoga suskses selalu. Amin.

    BalasHapus
  3. keindahan dan kekokohan yang luar biasa dengan MRB (Mesjid Raya Baiturrahman) ini. Subhanallah

    BalasHapus
  4. remarkable mosque i think....mohon ijin buat ambil gambar mesjidnya buat promo ke turis asing...thanks

    BalasHapus
  5. Monggo mas...tulisan gambar dalam kurung itu adalah sumber gambarnya.....

    BalasHapus
  6. suatu saat saya pengen sholat di mesjid ini, amiin.

    BalasHapus
  7. Subhanallah indah banget,, belum sempat mampir nih

    BalasHapus

Dilarang berkomentar berbau SARA