Halaman

Minggu, 09 Januari 2011

Masjid Al-Hikmah Komunitas Muslim Indonesia di Den Haag, Belanda (Bagian II)

Lanjutan dari Bagian I

Masjid Al-Hikmah, Den Haag, Belanda (foto dari PPME)

Yang unik dari Masjid Al-Hikmah, Den Haag

Ada sesuatu yang unik di Masjid Al-Hikmah, Den Haag ini. Di sholat idul fitri ketika jemaah masjid membludak dan tidak tertampung untuk pelaksanaan sholat Ied sekaligus, masjid Al-Hikmah ini menggelar sholat Ied dua kali atau dua babak, seperti yang terjadi di Idul Fitri tahun 2009 lalu, babak pertama bertindak selaku imam Shalat Id adalah KH Ali Mahfudz Suyat MA, seorang ulama dan ahli seni kaligrafi yang sengaja didatangkan secara khusus dari Indonesia. Kemudian Sholat Id shift kedua dipimpin oleh imam KH Naf'an yang sehari-hari merupakan imam masjid Al Hikmah Belanda. Sholat Id digelar tepat pukul 10.00 waktu setempat dan dilanjutkan dengan khotbah Idul Fitri oleh KH Ali Mahfudz. Sholat ied di masjid Al-Hikmah ini selain dihadiri oleh jemaah yang membludak, juga di hadiri oleh para petinggi dari KBRI di Den Haag.

JEMAAH masjid Al-Hikmah Den Haag, Demikian banyaknya umat, sehingga shalat Id terpaksa dilakukan dua babak. Babak pertama yang sudah selesai shalat diminta duduk merapat sambil menunggu khotbah (detikfoto)

Di sholat idul fitri jemaah dari berbagai bangsa yang memadati masjid ini tidak saja diruang dalam masjid tapi jemaah juga rela sholat ied di halaman masjid beralaskan terpal dan papan, dalam suhu musim gugur Belanda yang tetap saja dingin bagi orang Indonesia yang tak terbiasa, maklumlah suhu hangat disana hanya sekitar 13 derajat selsius.

Kapasitas dan Kegiatan Masjid Al-Hikmah Den Haag

Masjid Al Hikmah merupakan bangunan dua lantai yang mampu menampung sekitar 800 jamaah. Pada hari Jumat dan selama bulan Ramadan, biasanya jumlah jamaah bisa mencapai sekitar 400 orang. Lantai dasar, digunakan untuk kegiatan remaja masjid Persatuan Pemuda Muslim se-Eropa (PPME) Den Haag, dan aktivitas pengajian lainnya, sementara lantai atas, dipergunakan untuk sholat. Pada akhir pekan masjid ini biasanya menggelar kegiatan pengajian, Taman Pendidikan Alquran (TPA) dan buka puasa bersama yang diikuti muslim dari berbagai komunitas. Tak hanya muslim Indonesia, tapi juga Maroko, Turki, Somalia, dan Belanda.

Duta Besar Republik Indonesia Untuk Negeri Belanda, Bapak J.E. Habibie Ketika turut serta dalam sholat berjamaah Idul Fitri di masjid Al-Hikmah Den Haag (detikfoto).

Masjid Masjid di Belanda

Berdirinya Masjid Al-Hikmah memperpanjang deretan jumlah masjid di Belanda. Pada 1990 saja, jumlah masjid sudah mencapai 300 di seluruh Belanda. Ini meningkat jauh dari 1971, yang ketika itu hanya terdapat beberapa buah, di antaranya Masjid Mubarak yang didirikan kalangan Ahmadiyah (1953), dan Masjid Maluku An-Nur di Balk. Masjid Maluku itu didirikan eks anggota Koninklijk Nederlandse Indische Leger (KNIL). Pada 1951-1952 sekitar 12 ribu anggota KNIL beserta keluarganya dari Maluku dibawa ke Belanda. Sebagian mereka beragama Kristen, sebagian lainnya Islam. Saat ini diperkirakan terdapat lebih 50 ribu orang Maluku di Belanda.

Indonesia dan Islam di Belanda

Berdasarkan data statistik Central Bureau de Statistiek 1994, jumlah umat Islam dari 15.341.553 jumlah penduduk Belanda saat itu, menempati posisi ketiga (3,7 persen), setelah Katolik Roma (32 persen), dan Kristen Protestan (22 persen). Sebanyak 40 persen warga Belanda mengaku tidak beragama, dan sekitar 0,5 persen pemeluk Hindu. Pada 1971, jumlah umat Islam 54.300 jiwa, dan meningkat pesat pada 1993 menjadi 560.300 jiwa. Kenaikan rata-rata 0,6 persen setahun. Umat Islam itu berasal dari Turki (46 persen), Maroko (38,8 persen), Suriname (6,2 persen), Pakistan (2,2 persen), Mesir (0,7 persen), Tunisia (0,9 persen), Indonesia (1,6 persen), dan lainnya (3,9 persen). Bertambahnya jumlah umat Islam dari tahun ke tahun itu, diperkirakan berasal dari imigran dan sebagian lain mendapatkan hidayah, dan pernikahan.

Muslim pertama di Belanda adalah dubes kesultanan Aceh Darussalam

Islam di Belanda awalnya diperkenalkan sekelompok mubaligh Ahmadiyah. Kelompok yang menamakan dirinya Holland Mission ini giat berdakwah melalui diskusi dan berbagai tulisan. Mereka juga menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa Belanda. Dalam In het Land van de Overheerser karya Harry A Poeze, seperti dikutip Muhammad Hisyam dalam buku PPME; Sekilas Sejarah dan Peranannya dalam Dakwah Islam di Nederland, orang Islam pertama yang datang ke Belanda justru adalah Abdus Samad, Duta Besar Kesultanan Aceh untuk Belanda, pada tahun 1602. Hanya saja, kedatangan Abdus Samad ketika itu tidak dalam misi dakwah, selain waktu kunjungan yang singkat.

Seorang petugas kepolisian Negeri Belanda Berjaga jaga di areal masjid Al-Hikmah saat pelaksaan Sholat Hari Raya (detikfoto)

Selain Ahmadiyah, Islam mulai berkembang melalui orang-orang Indonesia. Ketika Belanda menerapkan politik etis, orang-orang Indonesia yang sebagian besar beragama Islam, berdatangan ke Belanda. Pada 1930-an, mereka mendirikan Perkoempoelan Islam. Organisasi, yang didirikan seorang Belanda Van Beetem yang kemudian berganti nama menjadi Mohammad Ali, ini diakui pemerintah Belanda, dan merupakan organisasi Islam pertama.

Selanjutnya, pada 1951-1952, sekitar 12 ribu anggota KNIL yang sebagian besar berasal dari Maluku, sebanyak 200 di antaranya beragama Islam, datang ke Belanda. Mereka yang semula ditempatkan dalam satu kamp dengan non-Muslim, lalu memisahkan diri dan bergabung sesama Muslim di kamp Wijldemaerk, Desa Balk, Provinsi Friesland. Di sinilah mereka membangun Masjid An-Nur yang dipimpin Haji Ahmad Tan. Sebagian lain, yang pindah ke Riiderkerk, mendirikan Masjid Baiturrahman yang indah pada 1990. Masjid ini pendanaannya dibantu Pemerintah Belanda.

Muslim Indonesia di Belanda dan PPME

 

Seperti Muslim yang berasal dari negara negara lain termasuk dari Maroko, Suriname, dan Tunisia, yang mendirikan organisasi, tempat ibadah, dakwah, dan membina agama bagi kelompoknya, Muslim Indonesia pun membentuk kelompok tersendiri. Selain Perkoempoelan Islam, juga berdiri Persatuan Pemuda Muslim se Eropa (PPME) pada 12 April 1971 atau 17 Safar 1391 H, Abdul Wahid Kadungga sebagai ketua untuk pertama kali dan sekteratis dijabat oleh Hambali Maksum. PPME yang hingga kini tetap bertahan, didirikan oleh mahasiswa dan pemuda Indonesia di Belanda dan Timur Tengah. Salah satu mahasiswa Indonesia turut membidani PMME adalah mendiang K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mantan Presiden RI ke-4 yang ketika itu di unggulkan menjadi ketua untuk pertama kali namun menolak karena ingin kembali ke tanah air.

Jemaah dari berbagai bangsa turut memadari masjid Al-Hikmah (detikfoto)

Sesuai dengan keputusan Ratu Juliana dan Menteri Kehakiman pada tanggal 6 Mei 1974, PPME yang berstatus “Vereniging atau Perkumpulan”  telah mendapat persetujuan untuk menjalankan kegiatannya selama 20 (dua puluh) tahun. Pada tanggal 14 Desember 1995 keputusan tersebut di ubah sesuai dengan perubahan undang-undang yang berlaku menjadi untuk kurun waktu yang tidak terbatas. Seiring perkembangan waktu dan besarnya potensi masyarakat Islam Indonesia, dirasa perlu adanya perpanjangan fungsi dan peran PPME di berbagai kota di Negeri Belanda, maka tidak lama kemudian secara bertahap dibentuk PPME Cabang Den Haag, PPME Cabang Rotterdam, PPME Cabang Amsterdam (1975), PPME Cabang Heemskerk (1998) dan yang terakhir PPME Cabang Breda (2005).***

---------------------oooOOOooo---------------------

4 komentar:

  1. Mari kita tebarkan salam ke seluruh dunia.

    BalasHapus
  2. Assalamualaikum...salam kenal nama sy icha...
    Sy sangat membutuhkan informasi siapa yg bisa sy hubungi utk yg bisa membimbing tentang islam di nedherlan,jika ada yg berkenan membantu sy,sy ucapkan terima kasih...salam

    BalasHapus
    Balasan
    1. jika mbak Icha berkenan dan masih belum ada pembimbing hubungilah no telp saya : 081364509719 InsyaAllah kami siap...terima kasih.

      Hapus
  3. Alkhamdulillah, Islam di negeri belanda sdh mulai menunjukan perkembangan. Tapi sayang sekali sholat ied bs 2 babak. Mungkin skrg juga sholat jum'at 2 babak ?. Mungkinkah ada perluasan masjid ?.

    BalasHapus

Dilarang berkomentar berbau SARA