Dalam penyerbuan ke Sunda Kelapa, Fatahillah bersama pasukannya mendirikan Masjid sebagai tempat mereka beribadah dan menyusun strategi. Salah satunya adalah Masjid Al-Alam Marunda ini. |
Masjid Al-Alam atau Masjid Si Pitung ini memang bukan dibangun oleh Si Pitung, Pahlawan di tanah Betawi yang begitu melegenda. Tapi nama Bang Pitung sudah begitu melekat ke masjid tua ini. Masjid tua yang sudah dijadikan bangunan cagar budaya oleh pemerintah sejak tahun 1975 ini, ukurannya memang tidak terlalu besar dan bukanlah bangunan mewah, tapi sejarah yang melekat padanyalah yang menjadikan Masjid ini begitu istimewa.
Lokasi Masjid Al ALam
Masjid Al Alam terletak di tepi pantai Marunda, Jalan Marunda Besar RT 09/RW 01, Kampung Marunda Besar Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Untuk menjangkau masjid ini dari Tanjung Periok ada angkutan umum yang menuju ke Pasar Cilincing, pengunjung harus berganti angkutan yang menuju ke arah Marunda. Dapat pula dipilih angkot jurusan Bulak Turi, yang melintas ke jalan masuk wilayah perkampungan Marunda.
Masjid Al-Alam Marunda
Jl. Marunda RT.09 / RW.01, Cilincing, RT.3/RW.7
Marunda, Cilincing, Kota Jkt Utara
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 14150
Di tahun 1527 Fatahillah memimpin pasukan gabungan kesultanan Demak dan
pasukan kesultanan Cirebon menyerbu ke Sunda Kelapa didukung oleh pasukan Banten
dibawah pimpinan Maulana Hasanuddin (putra Sunan Gunung Jati), penyerbuan yang
berahir gemilang pada tanggal 22 Juni 1527 dengan dengan hengkangnya Portugis dibawah
pimpinan Alfonso D Alboquerqy dari Sunda Kelapa. Fatahillah kemudian mengganti
nama Kota Pelabuhan tersebut dengan nama Jayakarta yang berarti Kota Kejayaan.
Setelah kekalahannya di Sunda Kelapa, Alfonso D Alboquerqy sesunggunya
sempat mengggalang kekuatan untuk melakukan serangan balasan dan merebut
kembali Bandar tersibuk di pantai utara Pulau Jawa tersebut, namun kemudian
trauma atas kekalahan yang mengerikan pada perang pertamanya di Sunda Kelapa
menyisakan trauma mendalam yang pada ahirnya membatalkan rencana serangan
balasan tersebut.
Fatahillah adalah panglima pasukan Kesultanan Demak di masa pemerintahan
Sultan Trenggono. Sultan Trenggono memerintahkan beliau untuk menggabungkan
pasukannya dengan pasukan dari Kesultanan Cirebon dibawah pemerintahan Syarif
Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) untuk bersama sama menyerang Sunda Kelapa.
Seperti di ketahui perjalanan laut dari Demak ke Sunda Kelapa akan melewati
pelabuhan laut Cirebon, sangat memungkinkan untuk melakukan kondolidasi pasukan
kedua kesultanan di Cirebon sebelum bertolak mendekati Sunda Kelapa lalu
berkonsolidasi lagi dengan pasukan dari Banten.
Masjid Al-Alam Marunda dari arah gerbang utama |
Saat penyerbuan ke Sunda Kelapa tersebut, Fatahillah bersama pasukannya
sempat mendirikan sebuah masjid kecil di kawasan Marunda, Jakarta Utara,
sebagai tempat mereka beribadah. Masjid tua berukuran kecil itu dikenal dengan
nama Masjid Al Alam. Meski ukurannya tidak
terlalu besar, masjid berarsitektur tradisional ini cukup kokoh dengan tiang
tiang beton antik berukuran besar dan tembok yang cukup tebal.
Fatahillah dan pasukannya berhasil menaklukkan Sunda Kelapa pada tanggal
22 Juni 1257. Beliau kemudian mengganti nama Bandar tersebut dari Sunda Kelapa
menjadi Jayakarta, yang bermakna Kota Kejayaan. beliau memegang langsung tampuk
pemerintahan di Jayakarta, namun kemudian beliau memutuskan kembali ke Cirebon
untuk berdakwah serta memenuhi permintaan Sunan Gunung Jati untuk memperluas
wilayah kesultanan Cirebon ke wilayah sekitarnya.
Jabatan pemerintahan di Jayakarta diserahkan Oleh Fatahillah kepada Ki
Bagus Angke atau Ratu Bagus Angke atau Pangeran Tubagus Angke. Dan disaat yang
hampir bersamaan Maulana Hasanuddin dinobatkan sebagai Sultan Pertama di
Kesultanan Banten.
Versi riwayat yang lain tentang masjid Al-Alam ini yang
konon dibangun oleh para wali dalam waktu satu malam memang terdengar sangat
ajaib. Namun demikian tidak dapat difungkiri bahwa pada saat penyerbuan ke
Sunda Kelapa, Sunan Gunung Jati juga memiliki peran sangat penting dan kita pun
tahu bahwa Sunan Gunung Jati merupakan salah satu tokoh Wali Songo, dan tentu
saja ada benarnya bila dikatakan bahwa masjid ini dibangun di era Wali Songo.
Bangunan asli Masjid Al-Alam Marunda |
Sedangkan satuan waktu yang konon hanya dikerjakan dalam
waktu satu malam, bisa jadi hanya merupakan kalimat kiasan untuk menyebut
proses pembangunannya yang sangat cepat. Pengerahan pasukan Islam dalam jumlah
besar tentunya bukanlah hal sulit untuk membangun masjid sederhana dalam waktu
yang tidak telalu lama. Lagipula belum ada informasi akurat tentang seberapa
sederhana bangunan masjid asli yang dibangun oleh Fatahillah dan apakah
bangunan yang kini berdiri merupakan bangunan asli sejak era tersebut atau
sudah mengalami renovasi berkali kali termasuk penggantian material bangunannya
setelah melewati rentang waktu yang begitu lama.
Masjid Si Pitung
Kejayaan Jayakarta berahir pada tanggal 12 Maret 1619, kota Kejayaan itu luluh lantak dan bersisa oleh serbuan
pasukan V.O.C Belanda dibawah pimpinan J.P. Coen yang kemudian melakukan bumi
hangus terhadap kota Jayakarta dan kemudian mengganti nama kota tersebut dengan
nama Batavia. Perlawanan terhadap penjajahan Belanda tak pernah usai di
Batavia, salah satu tokoh Pahlawan Masyarakat Betawi yang begitu melenda adalah
Si-Pitung.
Menurut penuturan
tokoh masyarakat Marunda, Pahlawan
tanah Betawi ini banyak menghabiskan waktunya untuk istirahat dan bersembunyi
dari kejaran kompeni di Masjid Al-Alam
yang dibangun oleh Fatahillah ini. Dulu Bang Pitung menggunakan
masjid ini untuk sembunyi dari kejaran tentara Belanda. Konon, bila beliau bersembunyi di masjid ini, dia
bisa tidak terlihat oleh Belanda. Itu sebabnya, masjid ini seringkali disebut sebagai Masjid Si Pitung.
Masjid Al-Alam terdiri dari bangunan utama, serambi dan sebuah sumur tua. Kini ditambahkan dengan pendopo dan beberapa bangunan penunjang lainnya. |
Di bangunan
masjid terdapat lubang kecil berbentuk setengah oval di bagian kiri masjid.
Konon, kala itu lubang tersebut sering digunakan untuk mengintai tentara
musuh. Telepas dari semua kisah legenda pada
masjid ini, bila melihat tahun pembangunannya, Masjid Al Alam ini merupakan masjid
tertua di Jakarta, wajar bila kemudian di tahun 1975 pemerintah provinsi DKI
Jakarta menetapkan Masjid Al Alam sebagai Cagar Budaya.
Arsitektur Masjid Al-Alam Marunda
Meski
dibangun ratusan tahun lalu, namun bangunan masjid ini cukup terawat walau
kondisi ketuaannya tak lagi bisa disembunyikan. Pengaruh arsitektur masjid
Demak sangat kental di masjid ini. Beratap Joglo bersusun dua di tutup dengan
genteng, ditopang empat sokoguru besar bergaya Eropa tapi pendek. Dilengkapi
mihrab yang terlihat gagah ditambah dengan tempat duduk khatib sholat jum’at
yang elegan. Sebagaimana masjid masjid tua asli Indonesia, Masjid Al-Alam ini
pun tidak dilengkapi dengan menara.
Denahnya empat persegi
berukuran 12 x 12 m menghadap ke selatan, dengan pintu masuk ruang utama di
sisi selatan dan timur. Ruang utama berbentuk bujur sangkar berukuran 8 x 8 m,
tinggi plafonnya hanya 2,2m menjadikan flapon masjid ini lebih rendah
dibandingkan dengan masjid masjid lain pada umumnya. Sementara di sisi selatan
dan timur ruang utama terdapat serambi.
Interior Masjid Al-Alam, ada empat pilar bundar beton yang tidak terlalu tinggi di dalam masjid ini. |
Langit-langitnya
ditutup dengan multiplek menutupi atap aslinya yang sudah termakan usia, Bagian
kiri bangunan dulunya merupakan kolam untuk mencuci kaki sebelum masuk ke
masjid, seperti di Masjid Agung Banten. Kini, kolam ini sudah tertutup ubin
merah, sementara bekas sumurnya dikelilingi tembok melingkar dengan papan
peringatan untuk tak lagi menggunakannya.
Di sisi kiri masjid tua itu, didirikan bangunan tambahan
berupa pendopo berukuran 100m². Di sebelah tenggara terdapat bangunan kecil
untuk WC berukuran 2 x 3 m. Dibelakang masjid terdapat beberapa makam
tua para pendiri dan atau pengelola, yang tertata rapi diselingi rerumputan
hijau yang menambah sejuk udara sekitar.
Renovasi Masjid Al-Alam
Tahun 1970 dilakukan
pemugaran masjid oleh Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta, dengan melakukan
penggantian beberapa komponen atap dan pemberian lapisan pelindung berupa
plastik pada bagian bawah atap agar terlindung dari kelembaban dan siraman air
hujan, pembuatan tanggul di sisi utara masjid untuk melindungi masjid dan
ancaman abrasi pantai.
Kini masjid Al-Alam sudah
diberi tambahan pagar beton sekeliling kawasan masjid dengan pintu masuk di
sisi selatan, dengan halaman di bagian selatan. Di sebelah timur bangunan
masjid terdapat sebuah bangunan tambahan berupa bangunan terbuka berbentuk
empat persegi, yang digunakan untuk pengajian dan pertemuan-pertemuan lainnya.
Di sebelah tenggara terdapat bangunan kecil untuk WC berukuran 2 x 3 m.
Tujuan Wisata Religi
Meski
ukurannya relatif kecil bahkan lebih mirip sebuah mushola, masjid ini begitu
dicintai masyarakat sekitar. Setiap waktu sholat masjid in senantiasa dipenuhi
oleh jemaah. Pendopo masjid ini menjadi tempat beristirahat bagi para
pengunjung yang datang dari berbagai daerah yang berkunjung ke masjid
bersejarah ini. (update 5 Jan 2017)***
--------------------------------ooOOOoo--------------------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang berkomentar berbau SARA