Masjid Kuno Bayan Beleq |
Pulau Lombok, di provinsi Nusa Tenggara Barat, terkenal dengan keindahan Gunung Rinjani dan Pantai Senggigi-nya yang menawan. Pulau nan indah disebelah timur pulau Bali ini menyimpan bukti sejarah perkembangan Islam yang teramat tua namun masih terawat dengan baik hingga kini. Sebuah Masjid berarsitektur tradisional khas Pulau Lombok bernama Masjid Bayan Beleq. Masjid Bayan Beleq kini menjadi salah satu ikon pariwisata kabupaten Lombok Utara, bersama sama dengan Gunung Rinjani. Masjid kuno ini juga diabadikan dalam lambang daerah kabupaten Lombok Utara. Masjid Kuno Bayan Beleq di gambar dalam bentuk siluet bewarna merah menggambarkan integritas peradaban masyarakat Lombok Utara.
Lambang Kabupaten Lombok utara |
Dalam situs resmi pemerintah kabupaten Lombok Utara disebutkan bahwa bangunan Masjid Kuno Bayan menggambarkan tonggak peradaban masyarakat Lombok Utara yang dibangun berdasarkan kesadaran kosmos, kesadaran sejarah, kesadaran adat dan kesadaran spiritual. Konstruksi Masjid Kuno Bayan terdiri dari kepala, badan dan kaki, menggambarkan dunia atas, dunia tengah dan dunia bawah yang merupakan satu kesatuan dalam entitas kosmos masyarakat Lombok Utara. Masjid Kuno Bayan, merupakan salah satu warisan budaya yang harus dipelihara sebagai situs cagar budaya yang berkontribusi dalam National Heritages. Warna merah pada stilisasi bangunan masjid kuno bayan menunjukkan keberanian untuk menegakkan jati diri sebagai masyarakat budaya yang dibangun berdasarkan religiusitas yang kuat.
Lokasi Masjid Bayan Beleq
Masjid Kuno Bayan Belek KLU NTB
Belek, Karang Bajo, Bayan, Kabupaten Lombok Utara
Nusa Tenggara Bar. 83354
Masjid Bayan Beleq terletak di desa Bayan, Kecamatan Bayan kabupaten Lombok Utara propinsi Nusa Tenggara Barat. Pulau Lombok dapat dicapai dengan pesawat terbang dari Jakarta, Surabaya, Bali, dan kota-kota lain. Dari Kota Mataram, perjalanan menuju Kecamatan Bayan dilanjutkan dengan transportasi umum atau dapat juga ditempuh dengan kendaraan sewaan. Masjid Bayan Beleq berjarak sekitar 87 kilometer dari kota Mataram, berada pada ketinggian 355 meter dari permukaan laut (*)
Sejarah Masjid Bayan Beleq, Pulau Lombok
Masjid Bayan Beleq diperkirakan dibangun pada abad ke 17 masehi, meskipun tak ada angka tahun yang pasti. Namun Pengulu Adat Bayan berkeyakinan bahwa Masjid Bayan Beleq dibangun bersamaan dengan masuknya Islam ke pulau Lombok di Abad ke sebelas atau sekitar tahun 1020 masehi. Bila hal ini benar maka akan mengubah sejarah masuknya Islam ke Indonesia yang selama ini selalu disebutkan masuk dan berkembang di Indonesia sekitar abad ke 13 Masehi.
Walaupun nampak sederhana, Masjid Bayan Beleq merupakan masjid pertama yang berdiri di Pulau Lombok dan kecamatan Bayan sendiri memang terkenal sebagai salah satu pintu gerbang masuk nya ajaran Islam ke Pulau Lombok. Masjid Bayan Beleq telah menjadi salah satu situs bersejarah yang ada di Indonesia. Dikarenakan usianya yang lebih dari 300 tahun.
Masjid Kuno Bayan Beleq dibangun dengan pondasi batu koral, dinding anyaman bambu dan beratap daun |
Arsitektur Masjid Bayan Beleq, Lombok
Bentuk bangunan Masjid Bayan Belek di pulau Lombok ini serupa dengan bentuk bangunan rumah rumah tradisional asli masyarakat Bayan. Saat pertama kali melihatnya, Anda mungkin tidak akan mengira bahwa bangunannya merupakan sebuah masjid. Ukurannya relatif kecil sekitar 9 x 9 meter, berdinding anyaman bambu, beralaskan tanah liat yang dikeraskan dan dilapis dengan anyaman tikar bambu. Atap tumpangnya dibuat dari bilah bilah bambu. Pondasi masjid menggunakan batu kali tanpa semen.
Di dalam masjid juga terdapat sebuah bedug dari kayu yang digantung di tiang atap masjid serta beleq (makam besar) dari salah seorang penyebar agama Islam pertama di kawasan ini, yaitu Gaus Abdul Rozak. Di belakang kanan dan depan kiri masjid terdapat dua gubuk kecil yang di dalamnya terdapat makam tokoh-tokoh agama yang turut membangun dan mengurus masjid ini sejak dari awal.
Denah masjid berbentuk bujur sangkar, panjang sisinya 8,90 m. Di topang 4 Soko Guru (tiang utama) yang dibuat dari kayu nangka, berbentuk bulat (silinder) dengan garis tengah 23 cm, tinggi 4,60 m. Keempat tiang tersebut berasal dari empat desa (dusun) yaitu : Tiang sebelah Tenggara, dari desa Sagang Sembilok. Tiang sebelah Timur laut, dari desa Tereng. Tiang sebelah Barat laut, dari desa Senaru, Tiang sebelah Barat Daya, dari desa Semokon.
Menurut keterangan para Pemangku Adat, tiang utama ini diperuntukkan bagi para Pemangku Masjid yaitu : Tiang sebelah tenggara untuk Khatib. Tiang sebelah timur laut untuk Lebai. Tiang sebelah barat laut untuk Mangku Bayan Timur. Dan tiang sebelah barat daya untuk Penghulu.
Sholat berjemaah di Masjid Kuno bayan Beleq |
Tiang keliling berjumlah 28 buah, termasuk dua buah tiang Mihrab. Tinggi tiang keliling rata-rata 1,25 m, dan tiang Mihrab 80 cm. Tiang-tiang ini selain berfungsi sebagai penahan atap pertama, juga berfungsi sebagai tempat menempelkan dinding terbuat dari bambu yang dibelah dengan cara ditumbuk, disebut “pagar rancak”. Khusus dinding bagian Mihrab terbuat dari 18 bilah papan kayu suren. Perbedaan bahan dinding ini bermakna simbolis, bahwa tempat kedudukan “imam” (pemimpin) tidak sama dengan “makmum” (pengikut atau rakyat). Perbedaan tempat menunjukkan perbedaan kedudukannya.
Atap berbentuk tumpang, terbuat dari bambu (disebut “santek”). Pada bagian puncaknya terdapat hiasan “mahkota”. Ukuran tinggi dinding bangunan yang hanya 125 cm, jauh dibawah ukuran tinggi rata-rata manusia normal. Dengan demikian, setiap orang yang hendak masuk ke dalam masjid tidak mungkin berjalan dengan langkah tegap, tetap harus menunduk. Hal ini pun mengandung makna penghormatan.
Pada bagian “blandar” atas terdapat sebuah “jait” yaitu tempat untuk manaruh hiasan-hiasan terbuat dari kayu berbentuk ikan dan burung. Ikan ialah binatang air, melambangkan dunia bawah maksudnya kehidupan duniawi. Sedangkan burung sebagai binatang yang terbang di udara, melambangkan dunia “atas” maksudnya kehidupan di alam sesudah mati (akhirat). Makna perlambang yang ada di balik itu ialah, manusia hendaknya selalu menjaga keseimbangan antara tujuan hidup di dunia akhirat.
Pada bagian atas mimbar, terdapat hiasan berbentuk naga. Pada bagian “badan naga” terdapat hiasan (gambar) tiga buah binatang, masing-masing bersegi 12, 8, dan 7. Hiasan ini melambangkan jumlah bilangan bulan (12), windu (8), dan banyaknya hari (7). Disamping itu juga terdapat hiasan berbentuk pohon, ayam, telur, dan rusa. Di dalam seni rupa Islam pada umumnya, hampir tidak pernah ditemukan motif atau ragam hias makhluk hidup yang digambarkan secara jelas. Adanya ragam hias dengan motif makhluk hidup pada mimbar masjid di Bayan Beleq menunjukkan betapa kuatnya pengaruh tradisi pra Islam yang masih mewarnainya.
Tradisi Renovasi dan Perbaikan Masjid Bayan Beleq
Bahan atap bangunan masjid diambil dari tempat khusus, di desa Senaru. Bila atapnya rusak atau hancur, perbaikannya harus pada tahun Alip yang datangnya sewindu (8 tahun) sekali. Pembebanan biayanya secara tardisional telah terbagi kepada masyarakat desa di sekitarnya yaitu : atap sebelah utara, desa Anyar. Atap sebelah timur, desa Loloan. Atap sebelah selatan, desa Bayan. Atap sebelah barat, desa Sukasada. Pelaksanaan perbaikan dilakukan secara gotong royong, dipimpin oleh para Pemangku Adatnya.
Tradisi Semetian di peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW
Masjid Bayan Beleq kini tidak lagi digunakan oleh masyarakat sekitar. Namun, masjid ini akan kembali ramai pada hari hari besar Islam. Salah satunya saat perayaan Maulid Nabi Muhammad. Masjid Bayan Beleq akan dipenuhi oleh pengunjung. Para pengunjung ini diwajibkan untuk mengikuti peraturan yang ada, semisal harus menggunakan baju adat sasak seperti dodot, sapuk, dan lainnya.
Prosesi Maulid adapt ini diawali dengan Menutu Dirantok Belek atau menumbuk padi yang dilakukan oleh inaq Lokak serta Inaq Menik, para Inaq Lokak, pembekel, pande, istri para pranata adat yang ada di Karang Bajo. Sebuah simbol dari ungkapan rasa syukur akan keberhasilan panen. Dilanjutkan dengan pembuatan reranggon, atau tempat menyimpan sekam padi bulu, Kemudian dilanjutkan dengan prosesi menjemput alat musik tradisional atau Ngalu Gendang Gerantung dari rumah adat Bale Beleq Karang Bajo.
Prosesi selanjutnya adalah menurunkan Penginang Lekoq Buaq, yang tujuannya untuk mempermaklumkan bahwa gendang dan alat musik tetabuhan lainnya bakal dipakai dalam persiapan Maulid Adat. Setelah prosesi penginang terhadap alat musik yang terdiri dari sebuah Gong, Gendang dan Gamelan dilakukan, kemudian dimainkan beberapa saat di Berugaq Malang, yang menandakan bahwa pada hari ini Entekkan Kayu Aik Mulud Adat Bayan sedang dilangsungkan.
Interior Masjid Kuno Bayan Beleq, sangat sederhana |
Setelah beberapa saat ditabuh, peralatan musik ini kemudian diboyong menuju Bale Beleq Bayan Barat, untuk menjalani prosesi pemandian mata Gerantung Lanang atau Gong Pria, dan Gerantung Wadon, yang mewakili simbol wanita, untuk kemudian ditabuh seraya menunggu keluarnya perbekalan yang sedang dipersiapkan di dalam Bale Beleq Bayan Barat. Selama prosesi tersebut dilangsungkan, dilakukan juga prosesi pencarian Bambu Tutul oleh para pranata adat di setiap dusun, untuk kemudian dibawa ke Masjid Kuno, dipasang sebagai umbul-umbul di setiap pojoknya, menyimbolkan bahwa perayaan ini dirayakan oleh seluruh masyarakat Bayan di segala penjuru mata ngin.
Keseluruhan prosesi ini dilakukan di masing-masing dusun yang berada di wilayah Bayan. Dan di setiap Bale Beleq yang ada di masing-masing dusun mempersiapkan perbekalan berupa beberapa helai kain tenun yang akan dipakai untuk menghias masjid kuno. Dulunya seluruh kain penghias dibuat dengan menenun, tapi saat ini yang ditenun hanya kain untuk umbul-umbul saja. Setelah semua perbekalan telah siap, untuk kemudian diarak menuju masjid kuno, diiringi Ngalu Gendang Gerantung, serta dikawal oleh para pepadu yang membawa tameng serta tongkat peresean, disaksikan oleh masyarakat dan wisatawan menyambut keluarnya rombongan yang berjalan hanya diterangi oleh sebuah lampu jojor, menuju areal halaman masjid kuno Bayan Beleq.
Setelah semua perwakilan dusun lengkap berada di halaman depan masjid, untuk kemudian melakukan prosesi adat Ngegelaq, menghiasi masjid dengan kain tenun yang dibawa, menghias tiang masjid yang dibalut oleh kain tenun tersebut, dilakukan oleh Kiyai Penghulu, Kiyai Lebe, Nyaka Mantri dan Pemangku.
Pada saat prosesi itu selesai yang ditandai dengan berdirinya umbul-umbul berwarna putih yang terbuat dari kain tenun, acara yang ditunggu-tunggu khalayak ramai pun dilangsungkan. Peresean atau menurut bahasa adat Bayan dinamakan Semetian ini dilangsungkan di halamana masjid kuno semalam suntuk. Semeti itu berarti rotan, dan ketika rotan ini diadu, akhirnya menjadi Semetian, yang bertujuan untuk saling unjuk dan mengukur kemampuan masing-masing pepadu.
Papan pengumuman yang menyatakan masjid kuni Bayan Beleq ini adalah benda cagar budaya yang dilindungi undang undang |
Dibawah siraman sinar bulan para pepadu bertarung, seraya menantang satu sama lainnya. Untuk memeriahkan suasana para Pengembar atau wasit pun berteriak meminta dukungan kepada para penonton. Teriakan Pengembar ini pun disambut para penonton, memacu adrenalin setiap orang yang menyaksikan pertarungan tersebut.
Di pinggir medan laga, Ngalu Gendang Gerantung yang bertalu-talu, selain mengiringi proses Semetian, dilakukan juga prosesi Serucapan, sebuah prosesi untuk membayar Nazar atau mengucapkan nazar. Kedua prosesi ini Semetian dan Serucapan dilakukan semalam suntuk, dan berakhir menjelang Azan shubuh Tiba. Di hari kedua, prosesi adat ini dilanjutkan dengan mempersiapkan ternak yang akan dipotong dibalai adat masing masing, yang berada di bayan Timur, Bayan Barat, Lolongan, Bayun Birah, dan Karang Bajo. Untuk kemudian semua kegiatan selanjutnya terpusat di masjid kuno.
Sebelum menuju masjid kuno, di setiap balai adat juga dilangsungkan pembuatan Ancak dari bambu, alat yang dipakai untuk menyuguhkan nasi, setelah sebelumnya Ancak tersebut dilapisi daun pisang. Setelah semua persiapan dirampungkan, nasi Ancak ini kemudian dibawa oleh Pemangku, Kiyai Lebe, Kiyai Penghulu Bayan Timur, Bayan barat, Karang Bajo, Lolongan, dan Bayun Birah, sambil diiringi Praja Maulud, iringan yang menggambarkan pasangan penganten yang dipayungi payung agung, menuju masjid kuno.
Praja Mulud ini mengambarkan proses terjadinya perkawinan langit dan bumi, Adam dan Hawa, yang disimbolkan dengan pasangan penganten. Prosesi ini dilakukan oleh pranata-pranata adat Bayan. Setelah berada di pelataran dalam masjid, dilanjutkan dengan proses Periyapan Selametan Praja Mulud atau Selametan Maulid Adat Bayan, yang doanya dipimpin Kiyai Penghulu, sekaligus menutup proses perayaan Maulid Adat yang berlangsung selama 2 hari, berdasarkan Lingsereat atau kalender adat Bayan, yang menunjukkan 12 Rabiul awal bulan atas, atau tepat berbeda 3 hari dengan kalender perayaan Maulid secara Nasional.
Masyarakat muslim bayan tempat dimana masjid bayan beleq ini berada memiliki tradisi sendiri dalam merayakan hari raya idul fitri. Sholat idul fitri diselenggarakan di hari ketiga bukan di hari pertama idul fitri, permulaan puasa ramadhan pun dimundurkan tiga hari dibandingkan dengan kalender Islam.
Sholat idul fitri di masjid Bayan Beleq ini hanya dihadiri Puluhan kiyai, penghulu, lebe, ketip (khotib), Modin (muazin) dan kiyai santri yang jumlahnya tidak lebih dari 44 orang mengenakan baju dan ikat kepala berwarna putih, memasuki masjid bayan untuk menggemakan suara takbir. Yang kemudian dilanjutkan dengan sholat idul fitri, dan khutbah idul fitri semuanya disampaikan dalam bahasa arab. Seusai khutbah, para kiyai inipun berjabat tangan sambil membaca shalawat Nabi, dan dilanjutkan dengan silaturrahmi kepada masyarakat adat Bayan. Dan acara lebaran ini dikenal dengan lebaran adat. Masjid Bayan beleq memang tidak boleh dimasuki oleh sembarangan orang, hanya para tokoh adat dan pemimpin agama Islam saja yang diperkenankan masuk dan sholat di masjid tua ini.
Sehari menjelang pelaksanaan sholat Id, berbagai persiapanpun dilakukan, seperti menyediakan makanan bagi para kiyai, pengulu dan tokoh masyarakat yang akan menjalankan sholat Idul Fitri, mengeluarkan zakat, dan lain-lain. Dalam hal zakat fitrah, masyarakat adat Wetu Telu bukan saja mengeluarkan makanan pokok seperti beras saja, tapi juga dilengkapi dengan berbagai hasil bumi lainnya yang diserahkan kepada para tokoh agama.
konon menurut salah satu tokoh masyarakat setepat, tradisi sholat idul fitri di hari ke 3 bulan syawal itu bermula di jaman penjajahan Belanda. Pada jaman penjajahan Belanda dulu, setiap tanggal 1 Syawal, daerah Bayan selalu mendapat pengawasan ketat dari kaum penjajah, sehingga pelaksanaan sholat Id tidak berani dilakukan. Namun karena masyarakat yang beragama Islam di Bayan waktu itu cukup taat menjalankan perintah agamanya, ketimbang tidak dilaksanakan lebih baik ditunda, hingga melihat bulan dengan nyata yaitu tanggal 3 Syawal. sebuah pekerjaan rumah yang tidak ringan bagi ulama setempat untuk meluruskan tradisi lama tersebut.***
nice info gan... salam dr lombok :)
BalasHapusthanks sudah mampir & komen Gan
BalasHapusada berita yg baru saja sy dengar dr s'buah media tv baru2 ini bahwa islam d lombok ( khususnya d bayan ) sdah ada sejak 3000 th yg lalu,dan pd abad k 14 ada kunjungan dr salah satu wali dr tanah jawa ( sunan giri ) yg membuat kesepakatan/pembaharuan tentang islam d bayan,mohon informasinya,trima kasih,wass..........
BalasHapusMasjid Bayan Beleq sendiri diperkirakan didirikan pada tahun 1020M (abad ke 11M) bersamaan dengan masuknya Islam ke Pulau Lombok. demikian di utarakan oleh tokoh setempat.
BalasHapusMungkin yang dimaksud adalah 300thn bukan 3000thn, mengingat risalah Islam yang dibawa oleh baginda Rosullullah sendiri baru berumur 14 abad lebih.
Mantap meton...
BalasHapusPromosikan Lombok..
Allahmdulillah Disain Logoku Banyak yang gunakan,,,,
BalasHapusmakasih mton,generasi muda perlu tuk mengenal budaya sendiri dan menjaga kelestariannya...............
BalasHapus