Halaman

Kamis, 23 Desember 2010

Masjid Agung Palembang (Bagian II)

Perpaduan antara masjid lama, dibagian depan foto dengan atap genteng bewarna merah adalah bangunan tua, sedangkan bagian belakang atau sebelah timur adalah bangunan baru yang direnovasi dan diperluas tahun 2000-2003.


Arsitektur Masjid

Masjid Agung Palembang, secara umum terbagi menjadi dua bangunan utama yaitu bangunan masjid asli dan bangunan masjid tambahan. Bangunan masjid asli berada di bagian barat, tetap dipelihara keasliannya hingga kini. Sementara bangunan masjid tambahannya berada di sebelah timur dengan ukuran yang jauh lebih besar, megah dan modern.

Beberapa penulis menyebut arsitektur masjid ini sebagai perkawinan antara timur dan barat. Bentuk dasar bangunan masjid ini memang berciri sangat Indonesia, dengan atap limas bersusun tiga di topang oleh 4 sokuguru utama menyangga atap, ditambah dengan 12 tiang penyanggah yang mengelilingi sokoguru utama. Sebagaimana masjid masjid kuno asli Indonesia. Bentuk dasar yang tak jauh berbeda dengan Masjid Agung Demak (1477) di tanah Jawa. 

Bangunan tua peninggalan sultan dilihat dari menara baru Masjid Agung Palembang (Saudi Aramco terbitan Juli-Agustus 2010)


Masjid Agung Demak memang menjadi inspirasi bagi begitu banyak masjid masjid Nusantara hingga ke negara tetangga. Sebagai contoh nyata adalah tiga masjid tua di negeri Malaka, Malaysia. Masing masing adalah : Masjid Kampung Hulu (1728), Masjid Kampung Keling (1748) dan Masjid Tengkera, dengan tegas menyebutkan dalam sejarah nya bahwa masjid masjid tersebut memang dibangun dengan meniru Masjid Agung Demak.  Dan masih bertebaran masjid masjid lain nya baik di Indonesia maupun di negara tetangga, masjid baru ataupun masjid kuno. Tiga masjid Malaka tadi bila di amati sangat mirip dengan bangunan kuno Masjid Agung Palembang.

Sentuhan budaya Cina sangat kentara pada ornamen di ujung ujung atap dan mastaka di puncak bangunan, ukiran ukiran interior masjid, hingga ke bentuk bangunan menara yang mirip dengan kelenteng Cina. Sementara budaya Eropa turut mewarnai masjid ini dengan dinding beton tebal yang masif, bukaan jendela yang luas dan bangunan tambahan pertama yang menggunakan pilar pilar besar khas Eropa. Keempat sisi bangunan masjid dilengkapi empat teras tempat pintu masuk, kecuali dibagian barat yang merupakan mihrab. Arsitektur teras tersebut mengambil bentuk klasik Dorik seperti pada bagian depan dari kuil Yunani di Eropa.

Tak dapat dipungkiri bahwa Kota Palembang sendiri dalam sejarahnya sejak dari zaman Sriwijaya hingga menjadi Kesultanan Palembang memang menjadi kota multi etnik dan multikurtural, tak mengherankan bila kota ini pun menjadi pertemuan berbagai budaya yang kemudian berakulturasi sebagai budaya dan tradisi Palembang.

Tiga zaman. Dari sudut ini terlihat sekaligus bangunan masjid agung ini yang berasal dari tiga zaman yang berbeda. Bangunan asli dari masa kesultanan, sentuhan perluasan zaman penjajahan Belanda dan bangunan baru perluasan tahun 2003 tampak bagian atap limas di bagian belakang.

R
enovasi dan perluasan terahir di tahun 2003 terhadap bangunan tambahan masjid ini diselaraskan dengan bentuk masjid asli. Atap masjid yang semula berkubah diganti dengan bentuk atap limas tradisional Indonesia. Bentuk limas bersusun tiga memang tidak diterapkan pada atap bangunan baru namun di gantikan oleh tiga atap limas yang sama berjejer menutup bangunan baru masjid ini. Bentuk semula dari bangunan masjid tambahan yang sebelumnya lebih bercorak eropa kemudian di selaraskan dengan bangunan masjid tua.

Fasilitas Masjid Agung Palembang 

Selain sebagai tempat beribadah, masjid ini juga dilengkapi dengan perpustakaan, kantor pengurus Masjid, Kantor Yayasan Masjid Agung, kantor Ikatan Remaja Masjid. Halamannya yang luas kini di tata menjadi sebuah taman lengkap dengan kolam air mancur. 

Kapasitas Masjid

Bangunan Masjid asli mampu menampung 1.800 jamaah, sedangkan masjid tambahan yang baru dapat menampung hingga 9000 jemaah. Tapi setiap salat Idul Fitri, masjid ini selalu tidak mampu menampung jamaah, sehingga halaman, badan jalan Jenderal Sudirman, Jalan Merdeka, maupun badan Jembatan Ampera sering digunakan untuk shalat ied. Diperkirakan rata-rata warga yang shalat di masjid dalam setiap merayakan Idul Fitri mencapai 15.000 jemaah.

Cerahnya sinar matahari memantulkan bayangan masjid di permukaan kolam air mancur di depan Masjid.


Internet Gratis

Sejak tangal 13 Februari 2008, Masjid Agung Palembang dilengkapi dengan fasilitas Hotspot internet gratis bagi para jamaah masjid ini. Fasilitas tersebut merupakan persembahan dari PT. Telkom Kandatel Sumatera Bagian Selatan. Hotspot tersebut dapat diakses oleh 50 pengguna secara bersamaan.

Alqur’an Kayu Raksasa

Masjid Agung Palembang memiliki mushaf Alquran ukiran terbesar di dunia. Kitab suci tersebut terbuat dari kayu tembesu itu diberi nama Alquran Al-Akbar. Memiliki panjang 177 cm, lebar 144 cm, dan tebal 2,5 cm. Mulai dipamerkan kepada publik sejak Jumat 15 Mei 2009 di Masjid Agung Palembang. Pembuatan mushaf Alquran Al-Akbar menghabiskan waktu selama tujuh tahun, melibatkan sekitar 20 pengukir. Pembuatan Alqur’an Al-Akbar tersebut di prakarsai oleh Sofwatillah Mohzaib mulai digagas pada Ramadhan 1422 H. Alquran ukiran pertama terbesar di dunia itu menghabiskan 50 meter kubik kayu tembesu.

Terdiri dari 30 Juz, 630 halaman dengan jumlah lembar kayu mencapai 315. Ide pembuatan Alquran raksasa ini dimulai saat pemasangan kaligrafi di gapura masjid agung. Keping pertamanya dipamerkan pada 1 Muharram 1423 H atau 15 Maret 2002.

Mimbar dan Mihrab Masjid Agung Palembang.

Tradisi Masjid Agung Palembang

Di penghujung tahun 1980-an ketika penulis masih tinggal di kota ini. Masjid Agung ini memiliki tradisi yang cukup khas ketika sholat jum’at. Khatib yang akan menyampaikan Khutbah jum’at, akan masuk dari pintu utama masjid menjelang khutbah dilaksanakan. Beliau dikawal oleh beberapa pengawal dengan pakaian khas Palembang lengkap dengan tombaknya. Pengawal ini mengantar khatib hingga ke depan mimbar. 

Dari mihrab hingga ke pintu utama dibentangkan kain bewarna putih untuk laluan khatib dan pengawalnya. Area berkain putih ini tak boleh ditempati oleh jemaah sebelum khatib masuk ke dalam masjid. Boleh jadi tradisi tersebut merupakan tradisi dari masa sultan masih berkuasa di Palembang. Mengingat kedudukan sultan yang juga sebagai ulama.

Tradisi lain yang cukup khas adalah tradisi buka puasa. Setelah berbuka dengan makanan ringan dan segelas teh manis, dilanjutkan dengan sholat magrib berjamaah. Pengurus masjid menyiapkan makan malam dalam sebuah nampan besar lengkap dengan lauk pauknya. Tak ada piring dan tak ada sendok, satu nampan hidangan tersebut disiapkan untuk dinikmati oleh 5 atau 6 orang berkumpul mengelilingi nampan dan makan langsung disana saling berbagi nasi dan lauk pauknya. Tradisi khas yang memaksa jemaah untuk saling bersilaturrahmi dan mengenal satu sama lain nya dalam menikmati kebersamaan.

Menjelang magrib setiap hari, ada pengajian anak anak yang diasuh oleh para guru terkemuka di masjid ini. Pengajian tersebut disiarkan langsung oleh RRI Palembang. Begitu selesai pengajian, baru kemudian diperdengarkan beduk dan azan Magrib.*** (Kembali ke Bagian I)

--------------------ooOOOoo-------------------





1 komentar:

Dilarang berkomentar berbau SARA