Masjid at-taqwa Pasir Konci, Cikarang Selatan
|
Majapahit, Salah satu kerajaan
besar yang menjadi cerminan kejayaan bangsa ini di masa lalu, tak hanya
meninggalkan kisah kejayaan tapi juga meninggalkan warisan yang turut mewarnai
arsitektural masjid asli Indonesia serta negeri serantau.
Di era awal berdirinya kesultanan
Demak pasukan Majapahit dibawah pimpinan Raden Sepat menyerbu kesultanan baru
itu, penyerbuan yang tak berjaya, pasukan Raden Sepat tak berdaya menghadapi
Demak. Raden Sepat beserta seluruh anggota pasukan kemudian malah berikrar
bakti kepada Raden Fatah, Sultan Demak.
Raden Sepat ternyata tak hanya
seorang panglima pasukan tapi juga perencana bangunan yang handal. Beliau yang
kemudian di amanahi untuk merancang Masjid
Agung Demak yang terkenal dengan legenda Soko Tatal nya itu. Arsitektural bangunan
Majapahit beliau aplikasikan kepada bangunan Masjid
Agung Demak (1477M). Dengan rancangan atap joglo atau berbentuk Limas
bersusun tiga. Dengan empat soko guru penyangga masjid, dan salah satu dari
empat sokoguru itu yang kemudian dikenal dengan sokotatal. Atap bersusun tiga
tersebut kemudian dijadikan sebagai
perlambang jati diri muslim : Iman, Islam dan Ikhsan.
Raden Sepat tak hanya merancang Masjid
Agung Demak (1477M) tapi dua masjid tertua di pulau Jawa berikut nya pun tak lepas
dari sentuhan sang arsitek dari era Majapahit ini, Masjid
Agung Kesepuhan Cirebon (1478M) dan Masjid
Agung Banten (1552) juga merupakan rancangan dari Raden Sepat, tak
mengherankan bila rancangan awal Masjid
Agung Kesepuhan Cirebon dan Masjid
Agung Banten tak jauh berbeda dengan Masjid
Agung Demak.
Masjid Agung Demak secara
utuh kemudian di tiru oleh para tokoh masyarakat dan Ulama kesultanan Banjar
(Kalimantan Selatan) saat mereka membangun Masjid Jami’ Martapura (1897 M),
utusan dari Kesultanan Banjar sengaja datang ke Demak untuk melihat Masjid
Agung Demak dan membuat maket masjid tersebut lengkap dengan skala
demi keperluan pembangunan masjid Jami’ kesultanan Banjar. Masjid Jami’
Martapura yang asli kini sudah berganti menjadi sebuah masjid yang begitu megah
dan modern bernama Masjid
Agung Al-Karomah Martapura.
Bentuk masjid beratap Joglo
seperti ini tak hanya ditemui pada masjid masjid yang dibangun setelah era Masjid
Agung Demak, tapi pada masjid masjid yang dibangun sebelum Masjid
Agung Demak berdiri pun sudah memakai struktur demikian. Seperti
contoh pada masjid tertua di Indonesia Masjid
Saka Tunggal (1288) di
Banyumas yang menggunakan atap joglo bertiang tunggal, itu sebabnya disebut
masjid saka tunggal. Lebih jauh ke timur kita akan temukan bentuk yang sama
pada Masjid
Wapauwe (1414) Masjid tua Maluku Tengah.
Kita akan menemukan pola yang
sama pada masjid masjid tua Indonesia diberbagai daerah seperti contoh, Masjid
Sultan Suriansyah (1526) di Banjarmasih Kalimantan Selatan, Masjid
Al-Hilal Katangka (1603) di kampung halaman nya Shekh Yusuf di Kabupaten Gowa, Sulsel. Dan Masjid
Tua Palopo(1604) peninggalan Kesultanan Luwu di Kota Palopo, SuIawesi
Selatan. Masih ada lagi Masjid
Djami Keraton Landak (1895) di Kabupaten Landak, Kalimantan barat
serta Masjid
Agung Air Mata - Kupang (1806). Arsitektural masjid dengan atap joglo
atau bentuk limas ini menyebar di seluruh tanah air dari pulau sumatera di
barat hingga ke wilayah timur Indonesia.
Yang lebih menarik kemudian bahwa
arsitektural masjid asli Nusantara ini juga dipakai di masjid masjid tua
di negeri serantau, seperti contohnya adalah dua masjid tua di Kota Malaka,
Malaysia yakni Masjid Kampung
Keling Malaka, Malaysia (1748M) dan Masjid Kampung Hulu Malaka, Malaysia (1728M).
Tak hanya masjid masjid tua yang
menggunakan rancangan masjid warisan kejayaan Majapahit itu. Arsitektur Masjid
dengan atap Joglo bersusun tiga ini seperti sudah menjadi ciri khusus masjid
khas Indonesia. Bila anda masih ingat dengan Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, yayasan
yang didirikan oleh Alm. Pak Harto semasa
masih berkuasa, setiap masjid yang dibangun dengan dana dari yayasan ini selalu
menggunakan atap limasan (joglo) bersusun tiga dengan 4 sokoguru pada masjid
masjid yang dibangun.
Masjid masjid megah yang di
beberapa kota tanah air yang didirikan di abad ini pun tak sedikit yang masih
mengadopsi arsitektur tradisional asli Indonesia ini, meski dengan sentuhan
modern dan berteknologi terkini, beberapa juga dibangun tanpa 4 sokoguru.
Seperti contoh Masjid
Raya Batam yang dibangun tahun 1997 dan bagian bangunan perluasan Masjid Agung Palembang, Sumatera Selatan yang
menggunakan struktur atap limas untuk tetap memberikan harmonisasi dengan atap
limas bersusun tiga pada bangunan masjid asli yang masih terjaga dengan baik di
bagian paling depan dari keseluruhan komplek Masjid Agung Palembang.
Indonesia, Negeri kita yang begitu besar ini tak hanya
memiliki wilayah yang luas, kekayaan budaya dan tradisi, sejarah kebesaran masa
lalu dan setumpuk kekayaan lain nya. Tapi juga memiliki arsitektur yang khas
bagi bangunan Masjid asli Indonesia. Cukup membanggakan Bukan ?. Alhamdulillah.
wassalam
Terima kasih atas postingan artikel ini..
BalasHapus