Keunikan dari Masjid Cipari ini adalah bentuknya yang justru lebih mirip dengan bangunan gereja dari masa kolonial Belanda. Sama sekali tidak mirip dengan bangunan masjid pada umumnya. |
Masjid Cipari atau Masjid
Al-Syura, adalah salah satu masjid tertua di Garut, Jawa Barat. Sebuah masjid
pesantren yang cukup unik karena mirip dengan bangunan gereja dengan bentuk
bangunan memanjang dengan pintu utama persis ditengah-tengah bagian muka
bangunan, Menaranya yang terletak di ujung bangunan persis diatas pintu utama.
Masjid Cipari ini juga memiliki sejarah perjuangan, karena dahulu digunakan
sebagai basis perjuangan rakyat dan tentara.
Masjid ini menjadi salah satu
dari dua masjid di Indonesia yang memiliki arsitektur mirip dengan bangunan
gereja. Masjid yang satu nya lagi adalah masjid Somobito di Mojowarno,
Mojokerto, Jawa Timur. Masjid Al-Syura berada dalam kawasan Pondok Pesantren
Cipari, alamat lengkapnya berikut peta lokasi masjid ini adalah sebagai berikut
:
Mesjid
Al-Syuro Pesantren Cipari
Sukarasa, Pangatikan, Kabupaten
Garut, Jawa Barat 44183
aliyahcipari.blogspot.co.id
(0262) 444817
Sejarah Berdirinya Masjid Cipari
Berdirinya Masjid Al-Syura tak
lepas dari sejarah Pondok Pesantren Cipari yang didirikan oleh KH. Zaenal
Abidin yang dikenal dengan sebutan Eyang Bungsu, kemudian kepemimpinan pondok
pesantren diteruskan oleh KH. Harmaen. Masjid Al-Syura ini diperkirakan berdiri
tahun 1895, di dalam lingkungan Pondok Pesantren Cipari tetapi dalam kondisi
masih sangat sederhana.
Dana pembangunan masjid ini berasal dari dana gotong
royong keluarga pesantren, santri dan masyarakat sekitar masjid. Sejak
awalnya masjid ini telah berada di dalam kompleks pesantren dibawah pimpinan KH
Harmaen dan dikelilingi hanya sekitar 20 rumah penduduk.
Bentuk bangunan masjid cipari ini memanjang dengan langgam art deco ditambah dengan satu menara yang juga sangat mirip dengan menara gereja pada masa kolonial Belanda. |
Tahun 1933, KH Harmaen meninggal
dunia dan kepemimpinan pesantren dilanjutkan oleh putra putri beliau H. Abdul
Kudus, KH. Yusuf Tauziri dan Hj. Siti Quraisyin. Saat dipimpin KH Yusuf
Tauziri, masjid dibangun dan diperluas seiring dengan kemajuan pesat yang
dialami pesantren. Bentuk masjid yang dibangun pada saat itulah sebagaimana apa
yang bisa kita lihat sekarang. Pembangunannya selesai pada tahun 1935 dengan
luas bangunan lebih kurang 75 x 30 meter.
Masjid ini dirancang oleh R.M.
Abikusno Tjokrosuyoso yang merupakan keponakan H.O.S Tjokroaminoto, dengan memadukan seni
bangunan Jawa dan teknik bangunan kolonial/Eropa. Diresmikan oleh H.O.S
Tjokroaminoto pada 1936, masjid ini sering digunakan tempat pertemuan tokoh SI
(Syarikat Islam) dan tokoh nasionalis (PNI) pada masa pergerakan
nasional.
Bagian dalam Masjid Cipari |
Kemajuan pesantren saat itu juga
ditunjang oleh dihapuskannya ordonansi sekolah luar oleh pemerintah kolonial
Belanda pada tanggal 13 Februari 1932 akibat penentangan berbagai organisasi
nasional dan Islam, seperti Budi Utomo, Muhammadiyah, PNI, PSII, dan lain-lain.
Perluasan masjid ini memiliki kaitan erat dengan situasi pergerakan nasional
tersebut karena pimpinan pesantren kebetulan juga seorang ketua PSII cabang
Wanaraja.
Peran Masjid Cipari dalam pergerakan kemerdekaan
Masjid dan pesantren ini jelas
memiliki peran dalam perjuangan rakyat Indonesia pada masa kemerdekaan. Para
santri selain belajar ilmu agama juga dididik sebagai pejuang. Ini tak lepas
dari keberadaan masjid dan pesantren sebagai salah satu pesantren dari
organisasi perjuangan Syarikat Islam.
Menara tunggal Masjid Cipari |
Bahkan, masjid juga telah menjadi
saksi sejarah di masa kemerdekaan, di mana ia pernah menjadi tempat pengungsian
rakyat sekitarnya ketika perang kemerdekaan. Bahkan, menurut cerita rakyat
setempat, masjid ini pernah diserbu oleh pasukan DI/TII sebanyak 52 kali. Namun,
barangkali karena tebal dindingnya yang lebih dari 40 sentimeter, masjid hingga
kini masih tegak berdiri dengan kokoh.
Asitektur Masjid Cipari
Masjid yang dibangun di jaman
kolonial Belanda ini jelas mencirikan langgam bangunan dari era kolonial
Belanda, bentuk yang memang tak lazim untuk sebuah bangunan masjid di kawasan
berpenduduk Mayoritas Muslim.
dari pematang sawah |
Mirip Bangunan Gereja
Yang membuat Masjid Cipari sangat
mirip dengan gereja adalah selain bentuk massa bangunannya yang memanjang
dengan pintu utama persis di tengah-tengah tampak muka bangunan, juga
keberadaan menaranya yang terletak di ujung bangunan persis di atas pintu utama.
Posisi menara dan pintu utama telah menjadikan bangunan ini tampil tepat
simetris dari tampak luar. Dari bentuk dan posisi menara dan pintu utama
tersebut, bangunan ini jelas mengingatkan kita pada bentuk bangunan-bangunan
gereja.
Bangunan masjid ini memanjang
dari timur ke barat, bila kita memasuki bangunannya, yang memberi penanda bahwa
bangunan ini masjid hanyalah keberadaan ruang mihrab berupa penampil yang
menempel di dinding arah kiblat. Sementara, ruang shalatnya pun lebih mirip
ruang kelas yang dapat dimasuki dari pintu di sebelah utara dan selatan atau
dari pintu timur yang terletak di antara ruang naik tangga.
Anggun disaat senja |
Masjid Al-Syura, Cipari ini
menjadi salah satu dari dua masjid Indonesia yang mempunyai bentuk mirip dengan
bangunan Gereja, Masjid yang satu lagi adalah Masjid Somobito di Mojowarno,
Mojokerto, Jawa Timur. Bedanya, Masjid Somobito berada di kawasan berpenduduk
mayoritas beragama Kristen, sedangkan Masjid Al-Syura, Cipari ini berada di
tengah-tengah desa yang seluruhnya penduduknya beragama Islam.
Berlanggam Art Deco
Arsitektur Masjid Al-Syura,
Cipari ini juga diwarnai dengan langgam art deco pada bangunan. Langgam
bangunan yang hampir tidak pernah dijumpai pada masjid kuno di seluruh wilayah
di Indonesia. Langgam Art Deco – Langgam ini tampak pada pengolahan fasad
masjid. Pola-pola dekorasi geometrik memperkuat pemakaian langgam ini.
Senja hari manakala lampu lampu di dalam Masjid Cipari mulai dinyalakan |
Pada Masjid Cipari, langgam art
deco sebagaimana dicirikan dengan bentuk geometris, terlihat jelas pada pengolahan
fasadnya, pola dekorasi geometris yang berulang di atas material batu kali,
garis horizontal yang halus pada sisi samping kanan dan kiri bangunan, serta
bentuk menara dan atapnya yang menyerupai kubah dengan beberapa elemen dekorasi
pada bagian samping maupun puncaknya.
Menara masjid berketinggian lebih
kurang 26 meter dengan kubah menara berdiamete 2 meter, menarik perhatian
setiap pengamat. Menjadi simbol untuk menandai bahwa bangunan ini bukan gereja
melainkan masjid dengan diletakkannya lambang bulan sabit di ujung menara.
Terdapat beberapa lantai pada interiornya, dengan lantai teratas merupakan
ruangan sempit berlantai pelat baja yang dikelilingi semacam balkon kecil yang
juga dari pelat baja.
Kesan bangunan dari era penjajahan Belanda sangat kental pada bangunan masjid ini. |
Hal lain yang menarik dari
arsitektur masjid Al-Syura, Cipari ini adalah tidak adanya bentuk bentuk
lengkungan pada bukaan jendela ataupun pintu sebagaimana bentuk masjid masjid
biasanya. Tata letak pintu masuk utama yang mengingatkan pada bangunan gereja
kolonial dengan komposisi pintu dan jendela di sisi samping bangunan yang lebih
terlihat seperti pintu masuk dan jendela-jendela ruang kelas/sekolah atau
bangunan kantor pada masa kolonial.
Aktivitas Masjid Cipari
Selayaknya masjid Pondok
Pesantren, Masjid Al-Syura, Cipari ini cukup semarak dengan kegiatan dakwah
Islam. Mejelis ta’lim yang diselenggarakan di PP. Cipari rutin diadakan setiap
hari selasa khusus untuk kaum perempuan sedangkan hari Sabtu untuk para ustadz
dari berbagai wilayah di Garut Timur.
Masjid Asyura di tengah pondok pesantren Cipari ini menambah khazanah bangunan masjid unik di Indonesia. |
Pengajian insidental sering diadakan
berkenaan dengan hari-hari besar Islam seperti peringatan tahun baru Islam (1
Muharaman), Maulid Nabi dan lain lainl. Pengajian bagi santri rutin diadakan
setiap hari yaitu ba’da ashar, maghrib, isya dan subuh. Kitab yang dikaji
diantaranya kitab fiqh, alat (bahasa), Hadits, dan tafsir qur’an.
Santri yang mondok di pondok
Pesantren CIpari ini berasal dari berbagai daerah Indonesia. diantaranya
Bandung, Jakarta, Sumedang, Tasik, Jawa, Palembang, Medan, Aceh, Maluku, Papua,
dll. Santri disini terbagi atas dua kelompok, yaitu santri Takhosus Al-Qur’an
dimana mereka hanya memfokuskan pada pengajian Al-Qur’an, hadits, dan kitab
kuning, dan santri yang mengaji sambil bersekolah di MTs dan MA. Saat ini
Pondok Pesantren Cipari tempat masjid Assyura berada di asuh oleh KH. Dr. Amin
Bunyamin, Lc. Hc. Yang juga merupakan anggota DPR-RI.***
maaf sebelumnya, mau ralat alamat email,
BalasHapusbukan fuadz_cipari@yahoo.com , tetapi :
adz_elgar@yahoo.com
thanks atas tulisannya...sangat bagus....
Alhamdulillah,... posting yg bagus
BalasHapusTerima kasih
HapusMasjid saksi sejarah cinta nkri
BalasHapusMasjidnya bagus
BalasHapus