Halaman

Senin, 06 September 2010

Masjid Ganting - Padang

Masjid Raya Ganting atau Masjid Raya Gantiang, Masjid tertua di kota Padang.

TERTUA DI KOTA PADANG

Masjid Ganting merupakan mesjid tertua di kota Padang yang pada awalnya didirikan sebagai sarana pemersatu 8 suku yang ada di kota Padang. Masjid ini juga pernah menjadi pusat pergerakan perjuangan kemerdekaan tahun 1945.

Masjid Ganting, didirikan sekitar tahun
1700 an. Bertepatan dengan dibangunnya pelabuhan Ema Haven, atau pelabuhan kini yang dikenal dengan pelabuhan Teluk Bayur. Masjid yang memiliki dua menara dan satu kubah utama ini, berkembang menjadi sarana pemersatu 8 suku yang ada di kota Padang. Masjid ini memiliki 8 pintu, dengan tiang penyangga masjid berjumlah 25 buah sesuai nabi dan rosul.

Sejak dibangun, masjid ini belum pernah dipugar secara besar-besaran kecuali penambahan bangunan depan sepanjang 20 meter. Sejak tahun 1950, pengelolaan masjid ini diambil alih oleh pemda kota Padang dan diserahkan kepada masyarakat Ganting untuk mengurusnya. Karenanya masyarakat Ganting sangat menjaga keberadaan masjid yang dinilai memiliki sejarah yang cukup penting.

LOKASI MASJID GANTING

Masjid Ganting berada di Jalan Ganting No 3, Kelurahan Ganting Selatan Kecamatan Padang Timur. Kota Padang, Propinsi Sumatera Barat. 


ARSITEKTUR

Masjid Raya Ganting bergaya neo klasik eropa. Dilihat dari kontruksi masjid yang berbentuk tumpang, masjid Raya Ganting tergolong masjid kuno. Masjid kuno memiliki ciri-ciri khas seperti berdenah persegi panjang, mempunyai serambi di depan atau di samping ruang utama, mihrab dibagian barat, pagar keliling dengan satu pintu utama, dan beratap tumpang. Di Tanah Air, bentuk atap tumpang yang berkembang cukup beragam mulai dari 2 tingkat hingga 7 tingkat. Masjid Raya Ganting memiliki atap tumpang berjumlah 5 tingkat. Semua ciri-ciri masjid kuno tersebut bisa dijumpai pada pola bangunan Masjid Raya Ganting.

Masjid Raya Gantiang Kota Padang.

Catatan Balai P3 Batusangkar, bangunan Masjid Raya Ganting berdenah 42×38 meter. Pondasi bangunan terbuat dari batu dan semen sedangkan bagian tubuh bangunan terbuat dari bata. Atap masjid bermaterikan seng dengan konstruksi kayu. Saat berada di dalam bangunan masjid, pengunjung akan merasakan adanya pembagian ruangan. Ruang masjid dibagi atas ruang utama, serambi, mihrab, dan mimbar. Menurut informasi, masjid tersebut memiliki tiga mimbar yang diletakkan di dalam mihrab, di halaman masjid. Satu mimbar lagi tidak difungsikan karena kondisi kayunya yang sudah lapuk.

Karena arsitek pembangunan masjid Raya Ganting berasal dari Belanda, mempengaruhi denah masjid secara keseluruhan. Bangunan masjid berbentuk persegi panjang dan simetris yang merupakan ciri utama bangunan bergaya Neo Klasik Eropa. Sokoguru (tiang utama) masjid berjumlah 25 buah yang berbentuk segi enam berdiameter 40 cm dengan tinggi mencapai 4,2 meter tanpa hiasan terbuat dari beton. Filosofi jumlah tiang tersebut mengingatkan ummat muslim tentang 25 Rasul Allah yang patut diimani. Nama ke-25 Rasul tersebut diukir dengan tulisan kaligrafi pada setiap tiang.

Pintu masjid berjumlah 8 buah dengan bentuk yang berbeda antara ruang utama dengan pintu sisi bangunan. Ukuran pintu rata-rata 2,45 x 1,7 meter yang terbuat dari kayu dan kaca. Pada bagian atas pintu terdapat hiasan kerawang. Masjid kuno tersebut memiliki 16 jendela dengan ukuran 2,25 x 1,7 meter dengan hiasan kerawang di atasnya.

Pada bagian serambi depan terlihat 4 tiang tipe Doric kembar yang terletak pada padestal berbentuk balok. Pada serambi samping masjid terdapat tiang berbentuk segi enam dan tambun yang bagian atasnya terdapat hiasan pelipit-pelipit rata. Bentuk tiang tersebut mengingatkan pada bentuk tiang Order Doric pada arsitektur Eropa.

Bangunan tua bersejarah itu dihiasi dengan seni hias Eropa seperti ukiran piala pada entablature dinding sisi luar, parapet (tiang-tiang kerdil), panil-panil yang berhiasan lubang kunci. Dinding bangunan bagian dalam dihias dengan pilaster sederhana. Sedangkan dinding sebelah timur dihias pilaster berbentuk order doric kembar bergalur. Seni hias tradisional juga menghiasi bangunan masjid bagian atap berbentuk tumpang.

Pada setiap tumpang dibatasi dengan panil-panil kayu berukir bermotifkan ukiran Minangkabau. Pada setiap ujung atap tumpang terdapat hiasan antefik, sedangkan pada bagian mustoko terdapat hiasan bulan bintang yang menunjukkan pengaruh Islam. Perpaduan gaya Eropa dan tradisional tersebut menguatkan keberadaan masjid tersebut dibanding bangunan lain yang memadati kawasan Ganting.

BANGUNAN LAIN

Bangunan lain yang terdapat dalam kompleks Masjid Raya Ganting antara lain tempat wudhu berukuran 10×3 m terletak di samping utara dan selatan serambi samping dibuat tahun 1967. Tempat wudhu dibuat permanen dan tertutup. Perpustakaan masjid menempati sebuah ruangan sederhana di sisi utara masjid dan masih menyatu dengan bangunan masjid. Di sebelah selatan dan belakang Masjid Raya Ganting terdapat beberapa makam yang dibuat sederhana dibatasi dengan tembok berbentuk segi panjang. 

Salah satu makam yang ada di selatan masjid adalah makam Angku Syekh Haji Uma, pemrakasa pembuatan Masjid Raya Ganting. Sedangkan di dalam makam yang terletak di sisi barat masjid terdapat prasasti yang berbunyi: “Disini disemayamkan: Yml. Radja Bidoe Glr. Marahindra Toeangkoe Panglima Radja di Padang, vide Besluit Gouverneur Generaal Gegeven to Boitenzorg, 9 Oktober 1830, wafat 1833; Yml Marah Soe’ih Glr. Marahindra Toetngkoe Panglima Regent di Padang, vide Besluit Governeur General Gegevente Batavia, 16 Augustus 1868, wafat 1875: Beliau keduanya dari Soekoe Tjaniago Soemagek Kampung Alam Lawas Padang.”

SEJARAH MASJID GANTING

Kerusakan parah Masjid Raya Gantiang akibat gempa 30 September 2009.

Informasi mengenai pendirian masjid trsebut terdapat berbagai versi. Sebagian informasi mengatakan pendirian masjid tersebut dimulai pada 1815 dan selesai dikerjakan tahun 1819. Di tahun 1900, pembangunan masjid tersebut kembali dimulai untuk memasang ubin yang didatangkan langsung dari negeri Belanda. Sayangnya, informasi tersebut diragukan kebenarannya. Bahkan ada yang menyebutkan pendirian masjid tersebut dimulai tahun 1810.

Menurut informasi Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Batusangkar, Masjid Ganting dibangun sekitar tahun 1700 M. Pembangunan masjid tersebut berdiri di atas tanah wakaf 7 suku yang diserahkan melalui Gubernur Jenderal Ragen Bakh, penguasa Hindia Belanda di Sumatera Barat waktu itu. Sedangkan pengerjaannya dilakukan secara gotong-royong oleh masyarakat Ganting dan dibantu komunitas Belanda. Konon kabarnya, pendirian masjid Raya Ganting diprakarsai tiga pemuka agama di Padang: Angku Gapuak (saudagar dari Pasar Gadang); Angku Syekh Haji Uma (pemimpin kaum); Angku Syekh Kapalo Koto (ulama yang disegani).

Menurut sejarah, pendirian masjid tua tersebut diarsiteki oleh seorang arsitektur asal Belanda sehingga seni neo klasik eropah mendominasi bangunan masjid–terutama pada bagian tubuh bangunan. Sedangkan arsitektur tradisional itu melekat pada bagian atap masjid yang berbentuk tumpang lima.

Ketika gempa bumi dan gelombang tsunami melanda sebagian besar Kota Padang tahun 1833, Mesjid Raya Ganting yang memiliki 25 tiang penyangga itu, selamat dari kehancuran. Namun ketika gempa besar melanda Kota Padang 30 September 2009 lalu, sebagian bangunan terlihat rusak terutama dibagian renovasi yang dilakukan tahun 2000-an oleh pengurus mesjid.

Dalam perjalanan sejarah Kota Padang, masjid turut memberikan andil. Selain lokasi pengembangan agama Islam di Sumatra, juga pernah dijadikan lokasi Jambore Hisbul Wathan se-Indonesai pada 1932, dijadikan lokasi rapat pemuda pejuang di zaman proklamasi dan revolusi 1945. Pada 1942, Ir. Soekarno (Presiden Pertama) pernah menginap di rumah di belakang masjid dan selalu salat di masjid ini.

Hingga kini Masjid Raya Ganting sering dikunjungi pejabat dan tamu negara beragama Islam jika berkunjung ke Padang dan objek wisata sejarah bagi wisatawan asing.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA