Halaman

Jumat, 20 Agustus 2010

Masjid Sunan Ampel - Surabaya

Masjid Sunan Ampel - Surabaya

Masjid Sunan Ampel merupakan masjid tertua ke tiga di Indonesia, didirikan oleh Raden Achmad Rachmatullah pada tahun 1421, di dalam wilayah kerajaan Majapahit. Masjid ini dibangun dengan arsitektur Jawa kuno, dengan nuansa Arab yang kental. Raden Achmad Rachmatullah yang lebih dikenal dengan Sunan Ampel wafat pada tahun 1481. Makamnya terletak di sebelah barat masjid. Hingga tahun 1905, Masjid Ampel adalah masjid terbesar kedua di Surabaya. dulunya masjid ini menjadi tempat berkumpulnya para ulama dan wali Allah untuk membahas penyebaran Islam di tanah Jawa.

Menara bersejarah Masjid Ampel
Di komplek pemakaman masjid sunan Ampel juga terdapat makam Mbah Sonhaji atau Mbah Bolong dan juga makam Mbah Soleh, pembantu Sunan Ampel yang bertugas membersihkan Masjid Sunan Ampel. Keberadaan Kedua Makam tersebut tak terlepas dari cerita tutur dari masyarakat setempat.  Di kompleks tersebut terdapat juga makam seorang pahlawan nasional, KH. Mas Mansyur, kondisinya sangat bersahaja, setara dengan makam-makam keluarganya yang hanya ditandai sebuah batu nisan di atas tanah yang datar. Sepi dari peziarah. Di dekat makam Mbah Bolong (Mbah Sonhaji) terdapat 182 makam syuhada haji yang tewas dalam musibah jemaah haji Indonesia di Maskalea-Colombo, Sri Lanka pada 4 Desember 1974.

Kompleks makam dikelilingi tembok besar setinggi 2,5 meter. Makam Sunan Ampel bersama istri dan lima kerabatnya dipagari baja tahan karat setinggi 1,5 meter, melingkar seluas 64 meter persegi. Khusus makam Sunan Ampel dikelilingi pasir putih.

Lokasi

Masjid Ampel terletak di Jalan KH Mas Mansyur, Kelurahan Ampel, Surabaya Utara. Lokasi ini sangat mudah dicapai, karena dilewati oleh berbagai moda angkutan.


Lima Gapura Masjid Sunan Ampel

Gapura menuju makam Sunan Ampel
Di sekeliling masjid terdapat lima gapuro (pintu gerbang) yang merupakan simbol dari Rukun Islam. Dari arah selatan, tepatnya di Jalan Sasak terdapat pintu gerbang pertama yang bernama Gapuro Munggah. Gapura Munggah adalah simbol dari Rukun Islam yang kelima, yaitu Haji. Suasana Pasar Seng di sekitar Masjidil Haram dapat dijumpai di sekitar gapura ini, dengan adanya para pedagang yang menjual barang-barang seperti di Pasar Seng.

Setelah melewati Gapuro Munggah, pengunjung akan melewati Gapuro Poso (Puasa) yang terletak di sebelah selatan masjid. Gapuro Poso memberikan suasana pada bulan Ramadhan. Setelah melewati Gapuro Poso, kita akan masuk ke halaman masjid. Dari halaman ini tampak bangunan masjid yang megah dengan menara yang menjulang tinggi. Menara ini masih asli, sebagaimana dibangun oleh Sunan Ampel pada abad ke 14.

Gapuro berikutnya adalah Gapuro Ngamal (Beramal). Gapura ini menyimbolkan Rukun Islam yang ketiga, yaitu zakat. Disini orang dapat bersodaqoh, dimana hasil sodaqoh yang diperoleh dipergunakan untuk perawatan dan biaya kebersihan masjid dan makam. Gapura berikutnya adalah Gapuro Madep yang letaknya persis di sebelah barat bangunan induk masjid. Gapura ini menyimbolkan Rukun Islam yang kedua, yaitu sholat dengan mengadap (madep) ke arah kiblat.

Gapura yang ke lima adalah Gapuro Paneksen, merupakan simbol dari Rukun Islam yang pertama yaitu Syahadat. Paneksen berarti ‘kesaksian‘, yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Gapuro Paneksen merupakan pintu gerbang masuk ke makam.

Keistimewaan

Masjid dan makam Sunan Ampel merupakan bangunan tua bersejarah yang masih terpelihara dengan baik. Struktur bangunan dengan tiang-tiang penyangga berukuran besar dan tinggi yang terbuat dari kayu, juga arsitektur langit-langit yang kokoh memperlihatkan kekuatan bangunan ini melintasi zaman. Masjid ini menjadi tujuan wisata dan ziarah yang tak pernah sepi dari pengunjung.

Setiap Ramadan, Masjid Sunan Ampel di Subaraya, Jawa Timur, selalu dipadati pengunjung. selain melaksanakan salat, pengunjung juga ingin berziarah ke makam Sunan Ampel.

Perlindungan terhadap peninggalan Sejarah

Mengaji di Masjid Sunan Ampel
Guna melestarikan kawasan sejarah ini, Pemerintah Kota Surabaya telah menetapkan Masjid Ampel sebagai cagar budaya dan membangun kawasan ini sebagai wisata religi. Peninggalan bersejarah Masjid Ampel yang sekarang masih tampak terawat adalah, terdapat pada 16 tiang utama masjid yang terbuat dari kayu jati. Ke-16 tiang tersebut, masing-masing panjangnya 17 meter dengan diameter 60 centimeter dan 48 pintu yang tetap dipelihara dan dirawat. Tiang tersebut juga memiliki makna tujuh belas jumlah raka'at shalat dalam sehari yang merupakan tiang agama Islam.

Masjid Sunan Ampel sudah tiga kali mengalami perluasan yakni tahun 1926, 1954, dan 1972. Kini, luas salah satu masjid tua di Indonesia itu mencapai 1.320 meter persegi dengan panjang 120 meter dan lebar 11 meter.

Tradisi, Mitos dan Aturan berkunjung

Papan peringatan yang terpampang menjadi panduan bagi pengunjung supaya berlaku sopan, tidak shalat di area pemakaman, dan berdoa hanya kepada Allah. Di area pemakaman juga sangat dianjurkan untuk melepas sepatu atau sandal, serta dilarangnya pengunjung berada di area pemakaman pada setiap waktu shalat berjamaah.

Air Berkah
Di tempat ini juga terdapat sumur bersejarah yang kini sudah ditutup dengan besi. Banyak yang meyakini air dari sumur ini memiliki kelebihan seperti air zamzam di Mekkah. Banyak masyarakat yang minum dan mengambil untuk kemudian dibawa pulang. Memasuki area pemakaman, terdapat gentong-gentong berisi air yang berasal dari sumur untuk diminum oleh para pengunjung.

Pemisahan rute ziarah untuk pria dan wanita
Rute untuk pengunjung pria dan wanita dipisahkan untuk menghindari ikhtilat, namun begitu ada yang tidak mengindahkan rute dengan alasan rombongan. Ada 3 situs di area pemakaman yang ramai dikunjungi peziarah: Makam Sunan Ampel, adalah situs yang yang paling ramai, kemudian Makam Mbah Bolong di sebelah barat pengimaman bangunan masjid lama dan Makam Mbah Soleh.

Kisah Mbah Bolong
Alkisah ketika menentukan arah kiblat masjid Mbah Sonhaji melubangi dinding sebelah barat, dan atas karomah dari Allah, semua orang dapat melihat Ka’bah dari lubang tersebut. Sejak itu julukan Mbah Bolong disandangnya

Kisah Mbah Soleh yang memiliki 9 nyawa
Makam Mbah Soleh terdapat 9 buah. Alkisah Sunan Ampel mengeluhkan kebersihan masjid sepeninggal Mbah Soleh, kemudian atas izin Allah dia berkali-kali hidup dan mati untuk membersihkan masjid. Barulah setelah wafatnya Sunan Ampel, Mbah Soleh tidak hidup lagi.

Tradisi Maleman
Pengunjung di Bulan Puasa
pengunjung Masjid Ampel dan Makam Sunan Ampel di komplek masjid itu semakin membeludak saat Bulan Suci Ramadhan semakin dekat. "Selama ramadhan, masyarakat yang berkunjung ke Masjid Ampel juga meningkat dua kali lipat dibanding hari biasa yang rata-rata mencapai 2.000 orang, pengunjung Masjid Ampel akan semakin banyak lagi pada saat "maleman" (malam tanggal 21, 23, 25, 27, 29 bulan ramadhan). Tradisi "maleman" yang dimaksud adalah pengunjung membaca tahlil, tadarus (membaca Al Quran secara bersama-sama di bulan puasa), shalat sunah, dan iktikaf (berdiam diri di dalam masjid dengan membaca zikir) semalam suntuk.

Taraweh 20 Rekaat
Shalat tarawih di Ampel, jumlahnya 20 rakaat dan ditambah tiga rakaat shalat witir. Bedanya, setiap kali shalat tarawih, imam shalat tarawih menghabiskan satu juz Al Quran, sehingga dalam satu bulan ramadhan dapat mengkhatamkan Al Quran sebanyak 30 juz.***

3 komentar:

  1. terima kasih sudah nge-link :)

    BalasHapus
  2. Thanks infonya Min :)
    Jadi tahu sejarah penyebaran agama Islam pertama di tanah Jawa
    kalau ingin melihat Masjid Sunan Ampel dengan foto virtualnya. Bisa lihat di sini:
    http://indonesiavirtual.com/index.php?option=com_jumi&fileid=11&Itemid=109&id_img=726

    Salam kenal.

    BalasHapus
  3. Hi to every body, it's my first pay a visit
    of this weblog; this website consists of amazing and truly good material designed for visitors.

    BalasHapus

Dilarang berkomentar berbau SARA